Puting Beliung di Jatinangor

BRIN: Puting Beliung Rancaekek Kejadian Langka, Diduga Karena Lahan Hijau Jadi Kawasan Industri

Kawasan ini semula merupakan kawasan hijau, yang ditandai dengan banyaknya pepohonan.

Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Ravianto
Tribun Jabar/ Kiki Andriana
Kondisi pabrik milik PT Kahatex, di Jatinangor, Sumedang, yang hancur diterjang angin puting beliung, Kamis (22/2/2024). 

Walaupun puting beliung juga cukup berbahaya, karena dapat menyebabkan kerusakan lokal terutama di wilayah padat penduduk.

Baca juga: Beda Puting Beliung dan Tornado, yang Menghantam Rancaekek Bandung Disebut Apa?

Profesor Riset Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Eddy Hermawan menyebut Rancaekek merupakan kawasan yang terletak nyaris di tengah-tengah Pulau Jawa bagian barat.

Kawasan ini semula merupakan kawasan hijau, yang ditandai dengan banyaknya pepohonan.

Artinya, lingkungannya masih relatif bersih. Namun, sekarang kawasan ini telah beralih fungsi, yang semula hijau, berubah menjadi kawasan industri.

Kawasan seperti ini biasanya rawan diterjang pusaran angin.

"Terjadi perubahan tata guna lahan yang semula hutan jati, kini berubah menjadi hutan beton. Industri banyak menghasilkan gas emisi, di mana gas ini tidak dapat leluasa kembali ke atmosfer, akibat efek rumah kaca. Dengan Lama Penyinaran Matahari (LPM) lebih dari 12.1 jam, maka kawasan ini sangat panas di siang hari dan relatif dingin di malam hari," katanya.

Perbedaan suhu antara malam dan siang sangatlah besar. Tanpa disadari, kawasan ini tiba-tiba berubah menjadi kawasan bertekanan rendah.

Kondisi seperti ini dimulai sejak 19 Februari 2024 dan di saat itulah, kumpulan massa uap air dari berbagai penjuru masuk ke Rancaekek.

Proses ini terjadi agak lama, sekitar 24-48 jam. Diawali dengan pembentukan bayi awan-awan Cumulus (dikenal sebagai Pre-MCS). Kemudian lambat laut membesar membentuk kumpulan awan-awan Cumulonimbus (Cb) yang siap untuk diputar hingga membentuk pusaran besar, dikenal sebagai puting beliung.

“Walaupun mekanisme agak komplek untuk dijelaskan secara rinci, namun dugaan kuat pusaran ini terjadi akibat adanya pertemuan dua massa uap air, dari arah barat dan timur, lalu diperkuat dari arah selatan Samudera Indonesia. Ketiganya berkumpul di satu kawasan yang memang telah mengalami degradasi panas yang cukup tajam,” kata Eddy.

Hampir semua kejadian ekstrem seperti puting beliung di Rancaekek misalnya, hingga kini relatif sulit diprediksi kehadirannya.

Selain terbatasnya data yang beresolusi tinggi, namun juga mekanisme pembentukannya, belum dipahami dengan baik dan sempurna.

"Wajar jika kadangkala masing-masing kami memiliki pandangan berbeda. Ini memang kejadian langka, kebetulan yang terdampak satu kawasan yang bernama Rancaekek. Kami mengimbau kepada masyarakat, selain tidak usah panik secara berlebihan, yang lebih penting adalah ikuti terus informasi terkini yang diberikan oleh BMKG atau BPBD atau lainnya, pantau secara rutin (reguler). Tidak mengaitkan kejadian ini dengan hal-hal yang tidak masuk akal, tetap berpikir jernih dan logis," katanya.

Dia juga berpesan, jangan menambah kerusakan linkungan. Perbanyaklah menanam pepohonan, back to nature agar laju global warming bisa kita redam.

“Puting Beliung tidak bisa kami cegah, namun tanda-tanda kehadirannya bisa kami lihat, dari langit mulai gelap, kecepatan angin permukaan meningkat, suhu udara panas terik di siang hari, namun tiba-tiba mendingin di malam hari, dan lainnya,” ucapnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved