Mengupas Mitos Pemberikan Vaksin Imunisasi Bayi,Benarkah Bisa Sebabkan Autis ?
Vaksin imunisasi bayi masih menyisakan mitos pada sebagian masyarakat salah satunya mitos bisa menyebabkan autis
Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Siti Fatimah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Bayi yang baru lahir harus segera mendapatkan vaksin untuk mencegah resiko penularan penyakit berbahaya saat masa pertumbuhan hingga masa depannya.
Kementerian Kesehatan Indonesia (Kemenkes) pun sudah memberikan anjuran untuk memberikan imunisasi lengkap untuk anak mulai dari waktu dan cara pemberiannya yang berbeda-beda.
Namun sayangnya masyarakat Indonesia masih ada orang tua yang takut memberikan imunisasi kepada anaknya karena termakan mitos yang keliru di masyarakat.
Penanggung Jawab Klinik Bona Mitra Keluarga, dr Ervinaria Uly Imaligy Pasaribu, MMRS menegaskan kepada orang tua untuk merubah pola pikir seperti itu, karena pemberian vaksin ini justru melindungi buah hatinya dari penyakit.
"Banyak mitos yang beredar vaksin mengandung merkuri, bisa membuat anak autis, dan mohon maaf ada juga yang anti vaksin menyebutkan vaksin ini mengandung yang haram-haram, padahal nggak gitu. Vaksin itu isinya virus yang dilemahkan untuk membentuk daya tahan tubuh antibodi," ujar dr Ervi, dalam program Tribun Health.
Ia pun menjelskan bahawa pemberian imunisasi kepada anak ini sudah dilakukan berdasarakan riset penelitian jangka panjang.
Dokter Ervinaria pun memberikan contoh kasus dimana pada tahun 2018 di Bandung, sempat ada kejadian luar biasa, adanya temuan penyakit difteri yang menyerang saluran pernafasan pada bayi dan anak.
"Difteri itu gejalanya karena ada kuman difteri yang membentuk selaput berwarna abu keputihan di tenggorokan yang menyebabkan sakit tenggorokan dan mengganggu pernafasan. Hal ini dikarenakan anaknya tidak vaksin, ketika satu bayi kena akan menular cepat kepada yang lain," ujarnya.
Selain itu juga Dokter Ervinaria mengupas mitos akan anggapan tidak bisa terulangnya terkena penyakit cacar air dan campak ketika dewasa.
Anggapan tersebut dikatakan Dokter Ervinaria adalah sebuah kesalahan, karena campak dan cacar air akan berulang.
"Jangan anggap remeh campak karena itu banyak komplikasinya. Bahkan ada campak yang efek sampingnya ke radang paru dan itu berat, karena campaknya ini kena ke saluran pernafasan. Kasian kan bayi kalau demam tinggi, nafas sesak, jadi tetap ya harus imunisasi," ujarnya.
Sementara itu yang sering dipercayai adalah cacar air hanya akan terkena saat masih kecil dan terjadi sekali seumur hidup.
Dokter Ervinaria mengatakan jika masih kecil cacar air biasanya bisa sembuh, namun harus berhati-hati jika virus varisella bersembunyi dalam tubuh dan muncul di usia 20-30 tahunan.
"Jika imun drip bisa menyebabkan herpes zoster atau dikenal cacar api yang rasanya panas, gatal, pedih, dan nyeri," tuturnya.
Jika sejak kecil sudah ada pencegahan varisella, diharapkan ketika terkena zoster tidak terlalu berat.
Begitu juga yang terkena cacar air ketika bayi, dampaknya tidak akan terlalu berat jika sudah diberikan vaksin.
KDM Ajak Masyarakat Jabar Jaga Keharmonisan dan Kondusivitas: Jangan Rusak Fasilitas & Bakar Gedung |
![]() |
---|
Konser Peterpan "The Journey Continues" Resmi Ditunda, Keselamatan Jadi Prioritas |
![]() |
---|
Persib Rekrut Thom Haye, Politisi sekaligus Bobotoh Zaini Shofari Taruh Harapan Besar |
![]() |
---|
Tuntaskan Perayaan Satu Dekade, MAXi Yamaha Day Tutup Kemeriahan Bandung dan Berberapa Kota Lainya |
![]() |
---|
Ardan Radio Gelar Senja Syahdu Vol. 6 di Laswi Heritage: Rayakan HUT ke- 35 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.