Warga Dago Elos Blokir Jalan

PBHI Sesalkan Tindakan Represif Kepolisian Saat Bubarkan Warga Dago Elos yang Blokade Jalan

Perwakilan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jabar, Deti Sopandi menuturkan kronologis dari tragedi bentrokan warga

Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Darajat Arianto
TRIBUNJABAR.ID/GANI KURNIAWAN
Warga Dago Elos menggelar konferensi pers terkait kericuhan, di Dago Elos, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/8/2023). Dalam konferensi pers tersebut, warga Dago Elos menyatakan sikap mengecam tindakan kepolisian yang menolak laporan warga terkait sengketa lahan di Dago Elos yang membuat warga kecewa. Serta mengutuk tindakan kekerasan berlebihan dan penembakan gas air mata ke permukiman warga oleh polisi dalam menangani protes warga hingga mengakibatkan korban luka, kerusakan fasilitas, properti dan kendaraan milik warga saat membubarkan blokade jalan di depan Terminal Dago pada Senin (14/8/2023) malam. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Perwakilan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jabar, Deti Sopandi menuturkan kronologis dari tragedi bentrokan warga Dago Elos dengan kepolisian.

Awalnya, warga Dago Elos itu datang ke Mapolrestabes Bandung secara beramai-ramai, Senin (14/8/2023). Kedatangannya itu untuk melaporkan dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan lawan sengketanya.

"Keempat orang pelapor mewakili warga. Mereka di antaranya tiga perempuan dan satu laki-laki didampingi tujuh tim kuasa hukum. Keempat orang tadi ditemui Kasatreskrim, Kanitreskrim, dan beberapa anggota kepolisian di aula Polrestabes Bandung. Mereka itu membawa bukti sejumlah dokumen dan saksi dari pihak warga," katanya, Selasa (15/8/2023).

Setelah menunggu lama, lanjutnya, pukul 19.30 WIB laporan mereka mendapat penolakan dari kepolisian, lantaran harus memiliki sertifikat hak milik.

Baca juga: Sosok Keluarga Muller yang Bersengketa dengan Warga Dago Elos, Klaim Jadi Hak Waris Pemilik Tanah

Padahal, katanya, saat pemeriksaan kepolisian, saksi sudah menyampaikan bahwa warga setempat masih membayar PBB dari 1990-an sampai 2022 dan mendapatkan tanah dengan membeli.

"Kasatreskrim sampai malam tak bisa membuatkan laporan polisi karena warga Dago Elos dianggap belum penuhi syarat laporan yang dibutuhkan atau belum memiliki cukup banyak bukti," katanya.

Lantas, warga Dago Elos merasa kecewa sebab tuntutan mereka tak diterima sudah dua kali dan pulang, sampai akhirnya melakukan blokade jalan di wilayab Dago Elos dekat Terminal Dago.

Akrivis LBH Bandung, Heri Prawono mengaku sesalkan langkah polisi yang membubarkan aksi warga di Dago dengan menggunakan gas air mata.

Warga membakar ban bekas dan memblokir Jalan Ir H Djuanda atas sekitar Terminal Dago, Senin (14/8/2023) malam
Warga membakar ban bekas dan memblokir Jalan Ir H Djuanda atas sekitar Terminal Dago, Senin (14/8/2023) malam (Tribun Jabar/Nazmi Abdurahman)

Padahal, katanya, saat itu sudah ada negosiasi warga dengan kepolisian untuk kembali membuat laporan ke Mapolrestabes.

"Warga sebelumnya sudah sepakat dan mengikuti yang ditawarkan kepolisian untuk melakukan pelaporan lagi," ujarnya.

Baca juga: Video Polisi Dobrak Rumah Warga di Dago Elos Beredar Luas, Kapolrestabes Bandung: Kita Cek Dulu.

"Tapi, akhirnya kepolisian yang mengawali provokasi dengan penembakan gas air mata yang membuat warga panik dan marah," kata Heri.

Konferensi pers warga Dago Elos terkait kericuhan yang terjadi, Senin (14/8/2023),
Konferensi pers warga Dago Elos terkait kericuhan yang terjadi, Senin (14/8/2023), (Tribun Jabar/Muhamad Nandri Prilatama)

Dia menyebut, penahanan anggota PBHI Jabar pun menjadi alarm bahaya bagi pengacara publik maupun pembela HAM.

Sebab, klaimnya, mereka masih rentan terhadap diskriminalisasi dan kriminalisasi. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved