Kasus Dugaan Korupsi Kepala Basarnas, Anggota DPR RI Dukung Proses Hukum Harus Dilakukan Transparan
Henri dan Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas, Letkol Arif Budiman Cahyanto ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut oleh Komisi Pemberantasan
Penulis: Kiki Andriana | Editor: Ravianto
TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (p) TB Hasanuddin mendorong tegaknya hukum atas dugaan korupsi senilai Rp88,3 miliar oleh Kepala Badan SAR Nasional atau Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Henri dan Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas, Letkol Arif Budiman Cahyanto ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
TB Hasanuddin mendorong penegakan hukum sesuai dengan porsinya. Anggota militer harus diadili oleh Pengadilan Militer.
"Dalam kasus KPK yang melakukan OTT terhadap anggota TNI aktif ya sah-sah saja dengan catatan penangkapan tersebut dilakukan secara spontan tanpa perencanaan,"
"Lalu setelah penangkapan, harus langsung diserahkan ke POM TNI," kata Hasanuddin kepada TribunJabar.id, Minggu (30/7/2023) saat dihubungi dari Sumedang.
Dia mengatakan, jika proses operasi tangkap tangan itu perlu waktu penyelidikan, maka perlu melakukan koordinasi dan melibatkan POM TNI.

Demikian juga dengan proses hukum selanjutnya seperti pengembangan kasus dan juga penetapan tersangka anggota TNI aktif harus dilakukan oleh POM TNI.
Hal itu sesuai dengan Undang-undang. Sebab, di Indonesia ada 4 jenis peradilan. Yakni, pengadilan umum, pengadilan militer, pengadilan tata usaha negara, dan pengadilan agama.
Menurutnya, pengadilan militer tidak bisa mengadili sipil, begitu pun pengadilan umum juga tidak bisa mengadili militer.
Baca juga: Kepala Basarnas Jadi Tersangka, TNI Datangi Markas KPK, Danpuspom TNI Akui Temui Henri Alfiandi
"Anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum tidak diadili melalui peradilan karena belum adanya perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer,"
"Lalu, pasca-diberlakukannya Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Peradilan Militer masih berwenang mengadili anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum. Kondisi ini dikuatkan oleh Pasal 74 Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yaitu selama Undang Undang Peradilan Militer yang baru belum dibentuk maka tetap tunduk pada Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer," katanya.
TB Hasanuddin menegaskan ia mendukung proses hukum yang melibatkan oknum anggota TNI aktif harus dilakukan secara transparan dan terang benderang. Proses hukum harus dijelaskan kepada publik.
Sebelumnya, TNI tidak mengakui penetapan tersangka suap terhadap Kepala Basarnas atau Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
TNI menilai KPK telah melebihi kewenangannya dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
Perbedaan pendapat antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tentang status tersangka Kepala Basarnas, Henri Alfiandi, dalam kasus dugaan korupsi ini akhirnya diakhiri dengan permintaan maaf oleh pimpinan KPK.
Mahfud MD Minta Polemik Tak Diperpanjang
Menkopolhukam Mahfud MD meminta polemik penetapan tersangka oleh KPK terhadap Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto dalam kasus dugaan suap, tidak diperpanjang.
Sebagaimana diketahui PK mengaku khilaf sebab Henri dan Arif statusnya saat ditetapkan tersangka merupakan prajurit aktif TNI AU, sehingga keduanya pun diserahkan ke TNI untuk diproses secara militer.
Mahfud MD mengatakan bahwa meskipun harus disesalkan, problem yang sudah terjadi tersebut tak perlu diperdebatkan panjang lagi.
"Yang penting kelanjutannya yakni agar terus dilakukan penegakan hukum atas substansi masalahnya yakni korupsi," kata Mahfud kepada Tribunnews, Sabtu (29/7/2023).
Mahfud MD memahami soal KPK yang mengaku khilaf usai penetapan tersangka Henri dan Afri.
"Mengapa harus meneruskan masalah pokok dan berhenti memperdekatkan prosedurnya? Sebab KPK sudah mengaku khilaf secara prosedural, sedangkan di lain pihak TNI juga sudah menerima substansi masalahnya yakni sangkaan korupsi untuk ditindaklanjuti berdasar kompetensi peradilan militer," kata dia.
Yang paling penting sekarang, dikatakan Mahfud MD, masalah korupsi yang substansinya sudah diinformasikan dan dikordinasikan sebelumnya kepada TNI harus dilanjutkan dan dituntaskan melalui Pengadilan Militer.
"Perdebatan tentang ini di ruang publik jangan sampai menyebabkan substansi perkaranya kabur sehingga tak berujung ke Pengadilan Militer," kata dia.
"Meskipun terkadang ada kritik bahwa sulit membawa oknum militer ke pengadilan, tetapi biasanya jika suatu kasus sudah bisa masuk ke pengadilan militer sanksinya sangat tegas dengan konstruksi hukum yang jelas," pungkasnya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku khilaf telah menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai rapat bareng Danpuspom TNI Marsekal Muda TNI Agung Handoko beserta jajaran perwira tinggi TNI lainnya.
"Pada hari ini KPK bersama TNI yang dipimpin oleh Danpuspom TNI di atas tadi sudah melakukan audiens terkait dengan penanganan perkara di Basarnas dan yang dilakukan tangkap tangan oleh tim dari KPK," kata Johanis saat jumpa pers bersama Danpuspom di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).
"Dalam pelaksanaan tangkap rangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," tambahnya.
Johanis mewakili tim penyidik KPK lantas meminta maaf kepada Panglima TNI Yudo Margono atas peristiwa ini.
Namun, Johanis tak memberikan pernyataan yang jelas apakah kasus Kabasarnas Henri Alfiandi ini diserahkan kepada Puspom TNI atau tidak.
"Oleh karena itu kami dari jajaran lembaga pimpinan KPK beserta jajaran sudah menyampaikan permohonan maaf melalui pimpinan dan puspom untuk disampaikan kepada Panglima," kata Johanis.
"Karena perkara ini melibatkan Basarnas yang kebetulan pimpinannya dari TNI, tentunya TNI di sana sebagai penyelenggara negara maka penanganannya hisa dilakukan secara koneksitas, tapi bisa dilakukan secara sendiri," imbuhnya.
Diketahui KPK menetapkan Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap pelbagai pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023. Mereka merupakan tersangka penerima suap.
Sementara yang berperan sebagai pemberi suap yaitu, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
KPK menduga Henri Alfiandi menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari para vendor pemenang lelang proyek di Basarnas pada periode 2021-2023.
Tiga vendor di antaranya, adalah PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS), PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya, dan PT Kindah Abadi Utama (KAU).
Henri mengondisikan dan menunjuk PT MGCS dan PT IGK sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Sedangkan PT KAU diplot menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
KPK mensinyalir terjadi deal pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh Henri Alfiandi.
Komisaris Utama PT MGCS Mulsunadi Gunawan kemudian meminta Direktur Utama PT IGK Marilya menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp999,7 juta secara tunai kepada Afri, di parkiran salah satu bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap.
Kemudian, Direktur Utama PT KAU Roni Aidil menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank.
Kaitan teknis penyerahan uang dimaksud diistilahkan sebagai "Dako" (Dana Komando) untuk Henri Alfiandi ataupun melalui Afri Budi Cahyanto.
Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, perusahaan Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil dinyatakan sebagai pemenang tender.
Marilya, Roni Aidil, dan Mulsunadi sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Laporan Kontributor TribunJabar.id, Kiki Andriana dari Sumedang)
'Gak Cukup, Harus Dipecat!' Respons Salsa Erwina Soal Kabar Ahmad Sahroni Dimutasi dari Jabatannya |
![]() |
---|
Jadi Anggota DPR RI, Melly Goeslaw Minta Maaf Prihatin Tragedi Affan, Sadar Insitusinya Dibenci |
![]() |
---|
Ahmad Sahroni Dicopot dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI, NasDem: Rotasi Rutin |
![]() |
---|
Respons Ahmad Sahroni Ketika Diajak Debat Soal Gaji DPR oleh Salsa Erwina, Imbas Sebut Orang Tolol |
![]() |
---|
Kadispora Kota Cirebon Jadi Tersangka Korupsi, Langsung Dicopot Sementara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.