Bulan Bung Karno

Jejak Karya Soekarno di Bandung, Gaya Arsitekturnya Dipengaruhi Rasa Nasionalisme

Bangunan rumah di Jalan Kaca-kaca Wetan No. 8 yang dibangun pada tahun 1930. Kini rumah ini ditempati juga oleh warga sipil.

Penulis: Nappisah | Editor: Ravianto
Tribunjabar.id/Nappisah
Suasana Hotel Lengkong bergaya Art Deco streamline salah satu jejak Soekarno di Bandung, Jumat (23/6/2023). 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Mengenyam pendidikan di Technische Hoogeschool te Bandoeng, saat ini Institut Teknologj Bandung jurusan Teknik Sipil angkatan 1926 tangan dingin Sang Proklamator mampu menghasilkan karya arsitektur yang fenomenal. 

Salah satu karya presiden pertama Indonesia ini deretan rumah di Jalan Kasim No. 6, 8, dan 10.

Rumah karya Soekarno yang dibangun pada tahun 1925. 

Bangunan rumah di Jalan Kaca-kaca Wetan No. 8 yang dibangun pada tahun 1930. Kini rumah ini ditempati juga oleh warga sipil.

Gedung Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) di Jalan Lengkong. Kini berfungsi sebagai hotel.

Bangunan di bagian selatan pendopo Kota Bandung di Jalan Dalem Kaum yang dibangun pada tahun 1935. Kini bangunan tersebut dijadikan rumah dinas Wali Kota Bandung.

Rumah berwarna krem di Jalan Kaca-kaca, RT/RW 10/08, Paledang, Kota Bandung karya Ir. Soekarno.
Rumah berwarna krem di Jalan Kaca-kaca, RT/RW 10/08, Paledang, Kota Bandung karya Ir. Soekarno. (nazmi abdurrahman/tribun jabar)

Gedung paviliun utara Hotel Grand Preanger di Jalan Asia Afrika No 81.

Bangunan rumah di Jalan Palasari No 5 yang dibangun tahun 1931. Dari pantauan Tribunjabar.id rumah ini tampak begitu terawat, atap dan beberapa bentuk bangunan tidak pernah mengalami perubahan. 

Rimbunan pepohonan dan tiang bendera senantiasa berkibar di depan rumah menjadi jejak karya Bapak Proklamasi ini. 

Baca juga: Berkunjung ke Rumah Inggit Garnasih, Kenangan Cintanya pada Soekarno Terekam di Setiap Sudut

Dosen Arsitektur Insititut Teknogi Nasional, Ir. Utami, M.T mengatakan, meski bukan arsitektur, Bung Karno memiliki bakat seni. 

"Bakat seninya itu yang kemudian menjadi daya tarik salah seorang dosen ITB. Beliau sama-sama aktif dibiro konsultan," ujarnya, saat dibubungi Tribunjabar.id, Senin (26/6/2023). 

Pada saat bersamaan, kata dia, Soekarno aktif berkegiatan politik. 

Suasana Hotel Lengkong bergaya Art Deco streamline salah satu jejak Soekarno di Bandung, Jumat (23/6/2023).
Suasana Hotel Lengkong bergaya Art Deco streamline salah satu jejak Soekarno di Bandung, Jumat (23/6/2023). (Tribunjabar.id/Nappisah)

"Karya-karya beliau lebih banyak dipengaruhi oleh rasa nasionalisme sebagai seorang presiden," ujarnya. 

Nasionalisme Bung Karno, lanjutnya, memunculkan gagasan sebagai ekspresi kejayaan atau kebesaran negara Indonesia yang baru merdeka. 

"Sehingga, menjadi pencetus ide. Sebab, Bung Karno bukan eksekutornya untuk membuat proyek-proyek mercusuar," tuturnya. 

Proyek mercusuar, kata dia, contohnya Monumen Nasional (monas), Gelora Bung Karno (GBK) dan lain sebagainya. 

Salah satu kamar Hotel Lengkong bergaya Art Deco streamline salah satu jejak Soekarno di Bandung, Jumat (23/6/2023).
Salah satu kamar Hotel Lengkong bergaya Art Deco streamline salah satu jejak Soekarno di Bandung, Jumat (23/6/2023). (Tribunjabar.id/Nappisah)

"Bangunan tersebut mengeskpresikan bahwa Indonesia sebagai negara barupun, bisa menghasilkan karya yang mampu bersaing dengan negara-negara lain," imbuhnya. 

Ia menyoroti arsitektur Monas, dimana puncak tugu tersebut terbuat dari emas melambangkan semangat perjuangan rakyat Indonesia.

"Sebagai wujud ekpresi negara muslim yang sudah merdeka terbesar di Asia Tenggara, Bung Karno mengusulkan membuat bangunan masjid terbesar se-Asia Tenggara dengan posisi tepat di depan Gereja Katedral," ujarnya. 

Ia menambahkan, karyanya melalui bangunan atau arsitektur untuk memberikan pesan ke dunia luar bahwa Indonesia berada dititik kejayaan. 

"Adapun untuk rumah tinggal di kawasan Bandung itu, seperti bangunan kembar di Kota Bandung. Banyak yang menyatakan bahwa itu adalah karya Soekarno. Meski dilihat dari karakter bangunanya masih dipengaruhi gaya kolonial Belanda dengan ciri khas atap dibangunan untuk daerah tropis," jelasnya. 

Bila melihat dari lokasi bangunan, kata dia, sepanjang Jalan Malabar merupakan bangunan kolonial. 

"Menurut saya tidak bisa dikatakan bangunan karya murni Soekarno, karena masih terpengaruhi karya arsitektur Belanda," ucapnya. 

Berkaca pada ide gagasan Bung Karno akan arsitektur bangunan, lanjutnya, Sang Proklamator menekankan Indonesia mempunyai identitas arsitektur lokal.

"Ingin ada identitas lokal, membawa jati diri bangsa Indonesia yang terbebas dari jiplakan arsitek Belanda pada zaman dulu," tandasnya. (Laporan Wartawan TribunJabar, Nappisah) 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved