Kasus Balita di Samarinda Diberi Minum Air Campur Sabu, Bayi N Direhabilitasi 24 Jam Dikawal Perawat

Peristiwa bayi diberi air campur sabu ini bermula ketika sang balita dan ibunya di rumah tetangga.

Editor: Ravianto
ist
ilustrasi sabu. Seorang bayi di Samarinda diberi minum air dari bong atau tempat mengkonsumsi sabu. 

TRIBUNJABAR.ID, SAMARINDA - Seorang bayi di bawah lima tahun di Samarinda diberi air minum dari botol bong atau tempat biasa untuk nyabu.

Peristiwa bayi diberi air campur sabu ini bermula ketika sang balita dan ibunya di rumah tetangga.

Tak berselang lama, sang balita kehausan lantas diberi minum air.

Setelah minum air putih pemberian tetangga tersebut, bayi tersebut tak tidur selama dua hari dua malam.

Selama itu pula dia bertingkah aneh serta sangat hiperaktif.

Polisi kemudian turun tangan.

Baca juga: ASTAGFIRULLAH, Bayi di Samarinda Kehausan, Diberi Minum Air Campur Sabu, 2 Hari 2 Malam Tak Tidur

Polisi mengatakan, ada dua pengakuan berbeda soal air minum tersebut.

Sang tetangga mengatakan kalau air yang diberikan kepada bayi itu merupakan air yang dibawa orangtuanya.

Sementara orangtua bayi menegaskan bahwa air putih itu adalah pemberian sang tetangga.

Polisi kini sudah menangkap 3 orang terkait kasus air campur sabu tersebut.

Balita berinisial N di Samarinda yang diduga dicekoki minuman air campur sabu akan diobservasi oleh  pihak Balai Rehabilitasi BNN Tanah Merah. 

Oleh sebab itu, per Senin 12 Juni 2023 petang, bayi N didampingi ibunya, masuk ke tempat rehabilitasi narkoba Balai Rehabilitasi BNN Tanah Merah di Jalan Samarinda-Bontang, Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara, Provinsi Kalimantan Timur.

Demikian dibeberkan oleh Kepala Balai Rehabilitasi Tanah Merah, Kota Samarinda Kombes Pol Sutarso kepada TribunKaltim.co pada Selasa (13/6/2023). 

Dia menjelaskan, saat ini pihaknya telah membentuk tim untuk menangani N yang positif zat metamfetamina.

Adapun tim itu terdiri dari beberapa dokter ahli dan spesialis.

Pertama dokter umum yang akan mengobservasi kondisi tubuh secara umum.

Lalu ada dokter gigi. Ia menjelaskan, zat metamfetamina memiliki tingkat keasaman yang begitu tinggi yang dapat merusak gusi dan gigi.

"Kita akan observasi gigi si balita ini. Karena jika tidak segera ditangani, nanti gusi akan terinveksi bakteri dan virus. Setelah merusak gigi, dia masuk mengganggu syaraf pusat," bebernya.

Dikawal Perawat Selama 24 Jam

Kemudian ada tim perawat yang akan siap sedia selama 24 jam untuk memantau kondisi secara terus menerus.

Sebab jelasnya, meski secara fisik terlihat sehat, namun tidak dengan psikologis sang balita tersebut.

"Metamfetamina ini efeknya ke susunan syaraf otak. Mempengaruhi dopamin. Makanya dampaknya ke emosi, susah tidur ataupun makan," paparnya.

Lalu ada pula psikologis klinis untuk mengobservasi apakah berpengaruh kepada kecerdasan.

Karena ungkapnya, kasus balita positif atau terpapar sabu baru pertama kali terjadi di Kalimantan Timur.

"Metamfetamina ini merusak otak. Dan balita ini pertumbuhan biologis dan syaraf pusatnya masih belum sempurna. Makanya perlu diperhatikan sungguh-sungguh," beber Kombes Pol Sutarso.

Ada juga ahli gizi. Ia menjelaskan orang yang terkontaminasi narkotika harus mendapatkan asupan makanan yang sehat, memadai dan tepat guna mempercepat proses penyembuhan.

Kemudian akan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah balita tersebut memiliki riwayat penyakit yang memerlukan penanganan khusus. 

Upaya Penguatan Mental

Selain untuk bayi N, Balai Rehabilitasi BNN Tanah Merah juga akan menghadirkan konselor adiksi untuk mendampingi orangtua korban yang memerlukan penguatan mental dan edukasi agar dapat memberikan didikan dan intervensi yang tepat kepada balita tersebut.

"Itu adalah tindakan awal yang kami lakukan. Jika dalam perkembangan observasi ada hal terkait trauma atau hal lain, dapat kami berikan rujukan sesuai kondisi yang ada," imbuhnya.

Disinggung mengenai berapa lama waktu rehabilitasi, dikatakannya masih belum dapat dipastikan.

Namun ungkapnya, pemulihan setiap individu itu berbeda. Karena tergantung dari ketahanan fisik, zat yang dipakai dan lama penggunaan.

Ia memberi contoh gambaran, biasanya orang dewasa yang sudah lama menggunakan narkotika memerlukan waktu dua tahun untuk pelepasan.

Itupun dipengaruhi beberapa faktor pendukung seperti keluarga, komunitas, layanan kesehatan yang diberikan secara disiplin dan masyarakat yang dapat menerima kembali.

Kalau dalam kasus adik ini (N) yang baru sekali kemungkinan faktor risikonya ringan.

"Tapi berapa lama dan apakah bisa pulih kembali akan kita lihat perkembangannya dan juga ditentukan dari faktor pendukung tadi," jelasnya.

Kombes Pol Sutarso juga menekankan bahwa pendampingan dan pemantauan tidak hanya dilakukan selama balita itu berada di balai rehabilitasi.

Mereka akan terus melakukan pemantauan meski nantinya N sudah kembali ke lingkungan sosialnya.

"Kami akan pantau tingkat pemulihannya. Kita juga menghindari stigma (penolakan) masyarakat. Karena tidak dipungkiri itu masih ada," katanya.

"Jadi kita pantau jangan sampai karena stigma itu ibu dan anaknya mengalami trauma kembali," pungkasnya. (*)

Artikel ini telah tayang di TribunKaltim.co dengan judul Balita Samarinda yang Dicekoki Sabu Kini Diobservasi, Sang Orangtua Korban Perlu Penguatan Mental

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved