TKI Garut yang Hilang Kontak di Arab Diduga Jadi Korban TPPO, Sulit Dilacak Kalau Kasusnya Begini

DPN Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) sangat prihatin dengan nasib pilu yang kembali dialami tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: Giri
TRIBUN JABAR / SIDQI AL GHIFARI
Eli Yuliani (36) memperlihatkan foto Ela Yuliani, TKW asal Garut yang hilang kontak saat bekerja di Riyadh, Arab Saudi. Ela hilang kontak sejak tiga bulan lalu. 

TRIBUNJABAR.ID - Departemen Advokasi Dewan Nasional (DPN) Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) sangat prihatin dengan nasib pilu yang kembali dialami tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

Kasus seperti yang kini menimpa Ela Yuliani, TKI asal Garut, bukan kali pertama terjadi.

"Kita turut prihatin. Kembali kita ingatkan pemerintah agar memberikan perlindungan," ujar Koordinator DPN SBMI, Juwarih, saat dihubungi Tribun Jabar melalui telepon, Minggu (14/5/2023).

Ia mengatakan, perlindungan terhadap WNI yang bekerja di luar negeri sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999.

Terkait kasus yang dialami oleh Ela Yuliani, ia menyebut ada indikasi bahwa TKW asal Garut itu merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Nah, rujukannya itu Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang," ungkapnya.

Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Cabang Indramayu, Juwarih.
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Cabang Indramayu, Juwarih. (TribunCirebon.com/ Handhika Rahman)

Ia mendesak pemerintah untuk segera melakukan langkah serius dalam perlindungan terhadap korban sesuai perundang-undangan yang berlaku.

"SBMI terbuka lebar untuk bisa membantu keluarga Ela dalam proses advokasi kasus ini," ujarnya.

Sejak Januari hingga Mei tahun ini, sebut Juwarih, SBMI sudah menerima lebih dari 200 aduan dari para pekerja migran Indonesia yang bermasalah di negara tempat mereka bekerja.

Menurutnya, ratusan aduan tersebut saat ini sedang dalam proses penyelesaian.

"Sekarang ada yang berhasil, ada yang masih proses. Yang masih proses biasanya kendala di data korban, atau pihak keluarga tidak punya data pasti," ungkapnya.

Juwarih menjelaskan, hal yang membuat proses advokasi berjalan lama, biasanya pihak keluarga tidak memiliki data yang akurat tentang perekrut korban.

Baca juga: TKI Garut Diduga Disekap Majikan di Arab Saudi, Telepon Nangis-nangis Minta Pulang

Beda halnya dengan korban yang berangkat melalui perseroan terbatas (PT).

Jika bermasalah di kemudian hari, ujarnya, maka proses advokasi biasanya bisa selesai dengan hitungan bulan.

"Namun yang tidak dikenal, bukan PT. Misalnya perorangan, si perekrutnya misalnya hanya ngontrak, nah itu lebih sulit dan memakan waktu," ucapnya.

Terkait kasus Ela Yuliani, ia mendorong pihak keluarga untuk segera melapor ke kepolisian.

Nantinya pihak kepolisian akan menelusuri orang yang pertama merekrut korban.

"(Jika jelas) si pihak perekrut enggak bisa ke mana-mana nanti. Jadi tidak ada alasan buat polisi untuk tidak menangkapnya," ujar Juwarih. (sidqi al ghifari)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved