Meski Tak Terdampak Langsung, Diskopdagperin Kabupaten Kuningan Tetap Imbau Larangan Thrifting

Kepala Diskopdagperin Kabupaten Kuningan, U Kusmana, menegaskan bahwa meski Kuningan tidak terdampak langsung, namun ia melarang bisnis thrifting.

|
Penulis: Ahmad Ripai | Editor: Kemal Setia Permana
Biro Humas Kemendag
Dokumentasi--- Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan melakukan pemusnahan pakaian impor bekas beberapa waktu lalu. 

Laporan Kontributor Kuningan, Ahmad Ripai

TRIBUNJABAR.ID, KUNINGAN - Dinas UKM, Koperasi, Perdagangan, dan Perindustrian (Diskopdagperin) Kabupaten Kuningan melihat penjualan pakaian bekas impor atau bisnis thrifting semakin marak di Indonesia.

Hal ini diungkapkan Kepala Diskopdagperin Kabupaten Kuningan, U Kusmana.

Kusmana melihat hal ini tetap terjadi meski ada tarif bea masuk yang tinggi untuk barang yang sudah bisa dibuat di dalam negeri.

“Hal ini mengganggu produksi dalam negeri dan industri UMKM. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Presiden, Indonesia telah memperhatikan masalah ini dan menginstruksikan kepada seluruh jajaran untuk memberantas impor pakaian bekas ilegal," kata Kusmana di ruang kerjanya, Kamis (30/3/2023).

Kusmana menyebutkan bahwa larangan thrifting terkait pakaian bekas impor telah diatur oleh pemerintah sejak 2006 melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan.

"Pelanggaran larangan impor ini dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan Pasal 102, Pasal 102A, dan Pasal 102B dari undang-undang tersebut," katanya.

Menurut Kusmana, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan juga mengatur tentang meningkatnya produksi dalam negeri dan pengembangan ekonomi rakyat.

Hal ini termasuk koperasi dan UMKM sebagai pilar utama.

"Kemudian peraturan lainnya adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 5 1/4 3/4 dan 7/8 12 mengenai Barang Dilarang Ekspor dan Barang Jadi telah diubah pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 tahun," katanya.

Dampak negatif dari pakaian bekas impor ilegal, menurut Kusmana, terutama terkait dengan kesehatan dan ekologi.

"Balai pengujian mutu barang menemukan bakteri Ecoli, jamur kapang, dan khamir pada pakaian bekas. Selain itu, limbah tekstil dari produk pakaian bekas impor yang tidak terjual mencapai 20-40 persen sehingga berdampak negatif pada lingkungan,” katanya.

Kusmana menyebut bahwa  impor pakaian bekas ilegal harus diberantas karena dapat menghilangkan lapangan pekerjaan yang didominasi oleh UMKM tekstil dan produk tekstil di Kabupaten Kuningan dan Indonesia pada umumnya.

"Kami mengimbau kepada para pelaku usaha untuk tidak menjual pakaian bekas impor yang sudah dilarang oleh pemerintah. Hal ini juga merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran dan sosialisasi mengenai peraturan dan larangan impor pakaian bekas," ujarnya.

Kusmana mengatakan bahwa Kabupaten Kuningan sendiri tidak terlalu terkena dampak impor pakaian bekas dibandingkan dengan kabupaten dan kota lain di Jawa Barat.

"Meski demikian, kami tetap melakukan imbauan kepada para pelaku usaha yang masih menjual pakaian bekas impor ilegal untuk tidak melakukannya".

"Himbauan ini dilakukan secara humanis terlebih dahulu sambil menunggu surat arahan dari Pemprov Jawa Barat soal tindakan tegas kepada para penjual baju bekas,” katanya. (*) 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved