Hakim Agung MA Nonaktif Sudrajad Dimyati Didakwa Terima Duit 80 Ribu Dolar Singapura

Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati didakwa jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima suap 80 ribu dolar Singapura

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Giri
Tribun Jabar/Nazmi Abdurrahman
Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara virtual saat sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (15/2/2023).  

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati didakwa jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima suap 80 ribu dolar Singapura untuk kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Dengan kurs 1 dolar Singapura adalah Rp 11.396 maka nilainya lebih dari Rp 2,2 miliar. 

Dakwaan tersebut dibacakan JPU KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang perdana kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Rabu (15/2/2023).

Dalam dakwaannya, Sudrajad Dimyati bersama panitera pengganti Elly Tri Pangestuti dan dua orang kepaniteraan MA, Desy Yustria dan Muhajir Habibie, menerima suap sebesar 200 ribu dolar Singapura dalam kurun Maret hingga Juni 2022. 

Uang itu diperoleh dari pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno serta debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, menerima hadiah atau janji berupa uang seluruhnya sejumlah 200 ribu dolar Singapura dari Theodorus Yosep Parera, Eko Suparno, Heryanto Tanak, dan Ivan Dwi Kusuma. Padahal, diketahui atau patut diduga hadiah atau janji diberikan untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," ujar Wawan saat membacakan dakwaannya.

Baca juga: Salah Satu Hakim Agung Penyunat Hukuman Menteri Koruptor Kini Jadi Tersangka Kasus Suap

Wawan mengatakan, uang tersebut diberikan untuk memengaruhi terdakwa yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 agar perkaranya dikabulkan. 

Dalam perkara ini, KSP Intidana mengalami permasalahan sehingga tidak dapat memenuhi hak-hak deposan dan KSP Intidana tidak memenuhi putusan perdamaian.

Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma selaku deposan KSP Intidana, kata Wawan, kemudian berkonsultasi kepada Yosep Parera yang selanjutnya menjadi kuasa hukum mereka untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga Semarang. Mereka meminta pembatalan putusan perdamaian, namun ditolak. 

Wawan mengatakan, mereka kemudian mengajukan kasasi yang akhirnya dikabulkan. Yosep Parera menyarankan agar pengurusan perkara dilakukan melalui Desy Yustria dengan menyediakan sejumlah uang. 

Baca juga: Satu Lagi Hakim Agung Jadi Tersangka Kasus Dugaan Suap setelah Sudrajad Dimyati, Inisialnya GS

Desy Yustria pun menyampaikan kepada terdakwa melalui Muhajir Habibie agar permohonan perkara dikabulkan.

Uang sebesar 200 ribu dolar Singapura pun sudah disiapkan para pemohon untuk penanganan perkara tersebut.

Muhajir Habibie kemudian menghubungi Elly Tri Pangestuti, agar terdakwa mengurus perkara dan telah disiapkan sejumlah uang. Setelah mendapatkan keterangan dari Elly, terdakwa mengaku akan mengabulkan perkara tersebut.

Setelah putusan dikabulkan, uang sebesar 200 ribu dolar Singapura yang dipegang Muhajir diberikan kepada Desy Yustria sebesar 25 ribu dolar Singapura, sisanya 175 ribu dolar Singapura dipegang oleh Muhajir. 

"Pada tanggal 2 Juni 2022 sekitar jam 16.30 Wib bertempat di Lantai 11 Gedung Mahkamah Agung RI, Elly Tri Pangestuti menerima uang yang menjadi bagian terdakwa dan Elly dari Muhajir yang dimasukan dalam goodie bag warna pink berisi dua amplop yaitu satu amplop berisi 80 ribu dolar Singapura untuk terdakwa dan 10 ribu dolar Singapura untuk Elly," katanya.

Atas perbuatannya, terdakwa dijerat pasal 12 huruf c Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Dalam dakwaan kedua, Sudrajad Dimyati juga diduga menerima hadiah. Hadiah diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. 

Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa pemberian uang diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung yang memeriksa dan mengadili perkara kasasi Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved