Awal Tahun Ini, Petani Cabai Majalengka Girang, Panen Maksimal Dihargai Mahal

Para petani di wilayah Majalengka menanam cabai tumpangsari dengan tanaman bawang merah.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Ravianto
eki yulianto/tribun jabar
Petani cabai di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Jumat (6/1/2023). 

TRIBUNJABAR.ID, MAJALENGKA - Meski kondisi cuaca belakangan ini terbilang ekstrim, tak membuat petani cabai di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat meradang.

Justru di awal pekan tahun 2023 ini, para petani mendapatkan untung banyak dari hasil memanen cabai yang ditanamnya.

Pendapatan yang terbilang untung, tak terlepas dari hasil panen yang maksimal.

Kondisi itu juga membuat komoditas cabai dihargai mahal oleh bandar atau tengkulak.

Seperti yang dialami Eye (56), warga Blok Cikenong, Desa Heuleut, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka.

Sejak sebulan terakhir ini, dirinya bisa menjual cabai rawit hingga Rp 45 ribu per kilogram.

Padahal sepuluh hari lalu masih di angka Rp 30 ribu per kilogram.

"Alhamdulillah sebulan terakhir ini sudah memanen sebanyak 2 kali dengan harganya yang bagus."

"Waktu panen 10 hari lalu masih Rp 30 ribu per kilogram, sekarang Alhamdulillah naik jadi Rp 45 ribu per kilogram. Padahal kalau normal ya Rp 25 ribu lah,"  ujar Eye, Jumat (6/1/2023).

Kondisi seperti itu, membuat ia pun tak perlu membawa cabai hasil panennya ke pasar.

Melainkan, bandar yang datang langsung ke kebun.

Begitu mencapai kesepakatan, langsung dibayar lunas.

“Biasanya dijual ke pasar tapi sekarang bandar yang datang ke kebun. Pembelinya pedagang asal Talaga,” ucapnya.

Hal yang sangat disayangkan Eye saat ini, yakni tak bisa menanam cabai secara luas.

Keterbatasan modal menjadi faktornya.

Saat ini, dia hanya menanam seluas 100 bata di Blok Wesel tidak jauh dari rumahnya.

"Dari lahan seluas itu diperkirakan tiga kali panen sudah kembali modal tanam yang mencapai Rp 10 juta."

"Setelah itu mengambil keuntungan dari tanamannya," jelas dia.

Eye menjelaskan, cabai rawit yang ditanamnya bisa dipanen hingga 10 kali panen dengan jarak panen sekitar 7 hari sekali atau 10 hari jika hasil ingin maksimal.

“Yang saya sesali sekarang gak bisa menanam lebih luas, padahal harganya lagi bagus," katanya.

Hal yang sama diungkapkan Wispa (60), petani di Desa Nunuk yang juga tengah panen cabai rawit.

Para petani di wilayahnya menanam cabai tumpangsari dengan tanaman bawang merah.

Bawang merah yang ditanam bersamaan dengan cabe rawit, sehingga ketika bawang dipanen tinggal tersisa tanaman cabai.

Tanaman cabainya diperkirakan mulai bisa dipanen tiga hari mendatang dan berharap masih bisa menikmati harga mahal seperti halnya para petani lain di desanya.

Penjualan sayuran dari wilayahnya dikirim ke Pasar Induk Maja.

“Kebanyakan di kami ini tumpangsari dengan bawang merah, hanya di kami yang ditanam cabai acung yang dikenal pedas, buahnya lumayan lebat,” ungkap Wispa.

Dari luas 100 bata bisa dipanen hampir 1 kuintal bergantung kondisi buah.

Biasanya panen pertama tidak maksimal baru panen kedua dan seterunya hasil lebih banyak apalagi jika tanaman terus mendapatkan pupuk dan disemprot agar tidak terkena hama galing.

Sementara itu, harga cabai rawit di pasar tradisional di Majalengka mencapai Rp 80.000 per kilogram, kenaikan harga sudah berlangsung beberapa pekan terakhir.

Ketika harga naik langsung melesat dari Rp 40.000 ke Rp 60.000 per kilogram, sekarang harga sudah naik lagi kenaikannya mencapai Rp 15.000 untuk setiap kilonya.(Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved