Daftar Pasal Kontroversial di Perppu Cipta Kerja, soal Cuti Panjang sampai Outsourcing

Berikut sejumlah aturan yang dianggap merugikan kalangan pekerja dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022

Editor: Ravianto
Tribun Jabar/ Muhamad Syarif Abdussalam
Ratusan buruh dan pekerja dari berbagai daerah di Jawa Barat berkumpul di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (17/11). Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 tahun 2022 dinilai masih merugikan posisi para pekerja. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 tahun 2022 dinilai masih merugikan posisi para pekerja.

Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo didesak mencabut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Adapun sejumlah organisasi serikat buruh mengancam bakal menggugat peraturan anyar tersebut ke MK lantaran pasal-pasal dalam klaster ketenagakerjaan dinilai masih merugikan posisi pekerja.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) misalnya, menyebut sebagian besar pasal dalam klaster ketenagakerjaan di Perppu Cipta Kerja tak ada bedanya dengan UU Omnibus Law.

Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, dalam kedua aturan tersebut, posisi buruh tetap lemah meskipun ada perubahan isi pasal.

Berikut sejumlah aturan yang dianggap merugikan kalangan pekerja:

Upah minimum kabupaten/kota tidak jelas, upah sektoral dihilangkan

Aturan soal upah tercantum di pasal 88C hingga pasal 88F Perppu Cipta Kerja.

Namun, ketentuan yang mengatur upah sektoral dihilangkan, sementara upah minimum kabupaten/kota menjadi tidak jelas.

Sebab di pasal 88C ayat 2 menyebutkan, "Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota".

Frasa "dapat", menurut Said Iqbal, dalam bahasa hukum artinya "bisa ada atau bisa tidak" tergantung keputusan gubernur yang sedang menjabat.

KSPI, kata dia, tetap mengusulkan sedari awal agar gubernur wajib menetapkan upah minimum kabupaten/kota sama halnya dengan penetapan upah minimum provinsi.

Persoalan lain yang masih terkait upah ada di pasal 88D ayat 2 yang isinya, "Formula penghitungan upah minimum mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu".

Bagi KSPI, dalam sejarah penghitungan upah di dunia tidak dikenal istilah "indeks tertentu".

"Penentuan upah itu biasanya survei 60 item Kebutuhan Hidup Layak (KLH) atau inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi," jelas Said Iqbal dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Minggu (1/1/2023).

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved