Adhikarya Parlemen
Ungkapan seorang kader TB di Ciamis
Sebagai kader TB, tentu Ai Dewi mengabdi tentu lengkap dengan suka dukanya saat bertugas. Bertugas dengan resiko setiap saat bisa tertular penyakit
Penulis: Andri M Dani | Editor: bisnistribunjabar
Dari 27 penderita TB RO tersebut ungkap Ai Dewi, ia mendampingi 11 pasien TB RO. Masing-masing di Kecamatan Ciamis (1 orang), Imbanagara (3), Baregbeg (1), Sindangkasih (1), Kawali (1), Racah (2) dan Tambaksari (1).
Minimal sebulan sekali pasien tersebut harus dikunjungi ke rumahnya. Kebanyakan rumah penderita berada di pelosok desa dengan kondisi ekonomi sangat memprihatinkan.
“Seperti pasien yang di Rancah, rumahnya dekat perbatasan dengan Kuningan. Jauh di pelosok. Sementara saya tinggal di Cimaragas. Ke lokasi naik sepeda motor, kadang hujan. Seringnya diantar oleh suami atau oleh anakku yang sudah di SMK. Perjalanan yang cukup melelahkan memang, tapi tetap dijalani,” ungkap Ai Dewi.
“Dulu memang ada semacam iinsentif, tepatnya uang transport. Dapat Rp 50.000 sampai Rp 100.000 per tiga bulan (triwulan) tergantung kinerja. Tetapi selama Covid sampai sekarang, sudah 3 tahun tidak dapat lagi uang transportasi tersebut,” katanya.
Menurut Ai Dewi, selama masa pendemi Covid, tugas-tugas kader kesehatan lebih fokus ke Covid. Sedangkan kunjungan ke pasien TB RO dibatasi, pendampingan dilakukan secara chat/telpon. Sedangkan untuk pasien TB SO tetap dipantau, Cuma investigasi pelacakan kasus tidak dilaku.
Beruntung sekarang, keberadaan 110 kader TB di Ciamis tersebut mendapat suport dari Penabulu Foundation. Ada reward yang jelas dari Penabulu Foundation sesuai kinerja. “Hasil di lapangan sekarang dilaporkan ke Penabulu Foundation . Tetapi untuk puskesmas juga tetap laporan,” jelas Ai Dewi.
Ada perhitungan reward yang jelas untuk setiap kunjungan ke pasien, PMO, pendampingan ke faskes. Bahkan untuk satu sampel dahak saja dapat reward Rp 15.000. Kunjungan ke penderita untuk pendampingan Rp 100.000. Itu bisa diklaim setelah ada laporan.
Namun segala macam reward tersebut menurut Ai Dewi tidak dipakai sendiri. “Kadang malah kembali ke pasien. Kebanyakan penderita TB RO tersebut dari kalangan pra sejahtera. Ketika kepala keluarga mengidap TB RO, artinya ekonomi keluarga macet. Tinggal di rumah kontrakan, anak 3 orang masih sekolah. Sehari-hari akhirnya makan mengandalkan bantuan tetangga. Tidak tega juga, kami kadang bawa makanan, lauk pauk dan sebagainya saat kunjungan pasien,” katanya.
Sebagai bentuk tanggung jawab, menurut Ai, tak jarang kadang harus ikut mengurus BPJS untuk pasien, mengurus bantuan BLT dan sebagainya.
Nah disitulah, kepuasannya sebagai kader TB, bisa membantu orang. Mendampingi penderita agar sembuh. Menyelamatkan keluarga, tetangga, maupun rekan ditempat kerja pasien selamat tidak tertular TB. Sangat bahagia bila pengidap TB bisa sembuh.
Berbagai suka duka kader TB tersebut sempat diungkapkan oleh Ai Dewi Rahmawati bersama rekan-rekanny sesama kader TB dari berbagai wilayah puskesmas di Ciamis kepada Ir H Herry Dermawan, anggota DPRD Jabar dari Fraksi PAN asal Dapil Jabar XIII di sebuah rumah makan Hj Imi di Burlong Ciamis, Sabtu (24/12) lalu. (andri m dani).