adhikarya Parlemen
Herry Dermawan: Pemerintah Perlu Lebih Perhatian Terhadap Kader TB
Jauh sebelum Covid-19 melanda dan menguncang dunia, penyakit tuberkulosis (TBC) sudah menjadi ancaman latin.
Penulis: Andri M Dani | Editor: bisnistribunjabar
“Para kader TB tersebut melacak kasus, melakukan investigasi. Mengambil sampel dahak, membawanya ke puskesmas untuk uji lab. Bila hasilnya positif, membawa penderita ke puskesmas untuk mendapatkan obat. Kemudian memantau mengawasi pasien minum obat (PMO) agar pasien disiplin minum obat ,” katanya.
Untuk semua tahapan tersebut kader TB melakukan kunjungan ke rumah penderita. Tentu kontak dengan pengidap serta keluarganya.
“Kader TB itu bekerja dengan resiko tertular TB. Mereka mengabdi dengan mempertaruhkan nyawa,” ujar Herry.
Sering kehadiran kader TB ke rumah pengidap diharapkan tidak mencolok. Guna menghindari stigma negatif terhadap pasien.
Mengingat sampai saat ini masih banyak kalangan warga yang menyikapi penderita TB dengan stigma negatif. “Padahal TBC itu merupakan penyakit yang bisa sembuh,” jelasnya.
Meski mengabdi dengan mempertaruhkan nyawa dan terancam tertular TB, namun menurut Herry, para kader TB mendapatkan penghasian yang terbatas.
“Bahkan minim. Hanya mendapatkan uang transportasi sebesar Rp 50.000 sampai Rp 100.000/orang setiap 3 bulan sekali tergantung kinerja. Bahkan selama tiga tahun terakhir, para kader TB tidak lagi mendapat uang transportasi karena penanganan lebih fokus Covid” ujar Herry.
Karena peran kader TB ini sangat strategis dalam penanganan kasus TBC. Menurut Herry sudah saatnya pemerintah meningkatkan perhatian pada nasib kader TB. “Termasuk peningkatan perhatian untuk kesejahteraan para kader TB. Perlu ada tambahan alokasi anggaran bagi peningkatan penghasilan kader TB,” harapnya (andri m dani)