Kasus Ferdy Sambo
Istri Ferdy Sambo Dinilai Bakal Sulit Buktikan tentang Pengakuan Mendapat Kekerasan dari Brigadir J
Putri Candrawathi dinilai bakal kesulitan membuktikan dugaan kekerasan seksual yang diklaim Putri Candrawathi dilakukan oleh Nofriansyah Yosua.
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Putri Candrawathi dinilai bakal kesulitan membuktikan dugaan kekerasan seksual yang diklaim Putri Candrawathi dilakukan oleh Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Kekerasan seksual itu yang selalu disebut Ferdy Sambo sebagai pencetus aksi pembunuhan berencana kepada Brigadir J.
Brigadir J merupakan ajudan Ferdy Sambo saat menjadi Kadiv Propam Polri. Sedangkan Putri merupakan istri Ferdy Sambo.
Mengenai kesulitan membuktikan itu dikatakan guru besar hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho.
Menurut Hibnu, jika pelecehan benar terjadi, saat itu Putri seharusnya langsung melapor ke polisi, sehingga pihak berwenang segera mencari bukti-bukti.
"Itu kesalahan sejak awal, kenapa tidak dilakukan pembuktian. Kita kan kalau bicara hukum bicara bukti," kata Hibnu kepada Kompas.com, Selasa (20/12/2022).
Hibnu mengatakan, perkara kekerasan seksual umumnya dibuktikan dari hasil visum korban.
Namun, visum dapat menjadi bukti hanya jika peristiwa kekerasan baru saja terjadi.
Baca juga: Kesaksian Ahli Kriminologi di Sidang Beber Penjelasan Pengakuan Putri Candrawathi Alami Pelecehan
Sementara, pada kasus Putri, kekerasan seksual diklaim terjadi pada 7 Juli 2022, sehingga visum tidak mungkin lagi dilakukan kini.
"Apalagi bicara visum, itu harus secepatnya. Bisa dua tiga hari sudah sembuh. Itu kesalahan fatalnya di situ," ujarnya.
Menurut Hibnu, pengakuan Putri saja tak bisa menjadi bukti kekerasan seksual.
Harus ada bukti lain yang memperkuat keterangan istri Ferdy Sambo itu.
Jika pun Putri mengeklaim hasil asesmen psikologi forensik terhadap dirinya menunjukkan adanya dugaan kekerasan, kata Hibnu, hal itu harus disampaikan oleh ahli di persidangan.
Nantinya, majelis hakim akan menilai apakah keterangan ahli tersebut dapat dijadikan alat bukti atau tidak.
Baca juga: Pengakuan Putri Candrawathi soal Aksi Tak Senonoh Brigadir J Disangsikan karena Masih Mencari
Seandainya ahli yang dihadirkan pihak Putri dan Sambo kelak dapat memperkuat tudingan kekerasan seksual, ada kemungkinan hukuman suami istri terdakwa pembunuhan berencana itu diringankan.
"Konstruksi pembunuhan itu sudah jelas, perencanaannya sudah jelas. Tapi motifnya apa? Kalau memang ada perkosaan itu meringankan (hukuman terdakwa), sehingga putusannya hakim jelas karena tiap kejahatan itu pasti ada motif," kata Hibnu.
Namun demikian, Hibnu sangsi klaim kekerasan seksual itu bisa terbukti.
Sebab, sejauh ini, belum ada alat bukti yang memperkuat pengakuan Putri.
Sebaliknya, keterangan sejumlah ahli yang dihadirkan dalam persidangan beberapa waktu belakangan justru memojokkan posisi Putri dan Sambo.
Ahli uji poligraf menyebut, suami istri itu terindikasi berbohong saat memberikan keterangan tes kejujuran.
Sementara, ahli kriminologi menilai, perkosaan yang diklaim Putri tidak jelas.
Baca juga: Potongan Rekaman CCTV Ini Hancurkan Skenario Ferdy Sambo, Baru Tahu pada 13 Juli
"Akan sangat sulit. Sangat lemah sekali. Memang ada kemarahannya (Ferdy Sambo), tapi apa pemicunya? Itu yang dari konstruksi hukum masih belum bisa dibuktikan," kata Hibnu.
Sebagaimana diketahui, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi bersikukuh Brigadir Yosua melakukan perkosaan terhadap Putri di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (19/12/2022), Sambo membantah keterangan ahli yang menyebutkan bahwa dalih kekerasan seksual yang diklaim istrinya tidak jelas.
"Saya pastikan itu terjadi dan tidak mungkin saya akan berbohong akan masalah kejadian tersebut karena ini menyangkut istri saya," kata Sambo di persidangan.
Pengakuan Putri akan kekerasan seksual yang belum diketahui kebenarannya itulah yang membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua.
Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak dua hingga tiga kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
Dalam kasus ini, lima orang didakwa terlibat pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Kelimanya yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. Atas perbuatan tersebut, kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menurut Ahli Hukum, Ini Kesalahan Fatal Putri Candrawathi di Kasus Brigadir J"