Kisah Perjalanan Dokter Evi yang Pernah Ditinggal Tim Karena Virus Corona
Kisah Perjalanan Dokter Evi yang Pernah Ditinggal Tim Karena Virus Corona
Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Siti Fatimah
TRIBUNJABAR. ID, BANDUNG - Selalu tampil bersemangat dan ceria menjadi ciri khas dari Dokter Evi Novitasari. Perempuan kelahiran Jakarta, 12 November 1985 ini ternyata sempat ingin menjadi reporter televisi sebelum menjadi dokter.
Sejak kecil, Evi mengatakan ia adalah tipe anak yang cukup penurut dengan orang tuanya.
Ia pun diarahkan untuk menjadi dokter ketika dewasa nanti karena menurut orang tuanya, ketika selesai kuliah kedokteran tidak akan sulit dalam mencari pekerjaan.
"Jadi sejak masuk SMA, aku udah diarahkan masuk IPA kemudian setelah lulus kuliah di UPN Jakarta ambil kedokteran, " kata Evi di Studio Tribun Jabar, Jalan Sekelimus Utara No 2-4, Rabu (28/9/2022).
Baca juga: Dokter Tim Pastikan Marc Klok Tak Sakit Tipes, Siap Turun saat Laga Persib vs Persija Nanti
Apa yang diucapkan orang tuanya diakui Evi terbukti hingga saat ini, karena ia tidak pernah melamar pekerjaan untuk menjadi dokter.
Namun ia mengungkapkan sebelumnya ia ingin menjadi reporter televisi karena terlihat keren.
"Dulu aku liat Desy Anwar kok keren banget, selain itu reporter itu keren karena mereka pasti selalu tahu duluan kalau ada peristiwa, " katanya.
Ia pun membagikan kisahnya akan suka duka ketika menjadi dokter.
"Kedokteran itu sekolahnya lama dan aku sempat merasa iri sama temen-temen lain karena setelah 4 tahun beres mereka bisa langsung cari uang sendiri, sedangkan aku harus koas dan masih minta sama orang tua, " katanya.
Baca juga: Akan Dioperasi, Anak Kunci yang Tertelan Bocah Indramayu Tiba-tiba Lenyap, Dokter Katakan Begini
Namun dalam perjalanan saat koas dan menjadi dokter, Evi mengakui ia menikmati pekerjaannya ini.
"Aku senang jadi dokter dan pengalaman di IGD jaga malam dan harus melawan kantuk itu sudah biasa," katanya.
Ada hal yang tidak terbayar dan tidak bisa diungkapkan oleh Evi ketika bertemu dengan pasien.
Bahkan ketika jaga malam di IGD, ia sempat menemukan pasien dengan keadaan sudah sesak.
Ia pun harus mengobservasi apa yang terjadi dengan pasien tersebut.
"Nggak lama setelah itu, pasiennya bisa ketawa lagi dan bilang terima kasih ya dokter. Itu adalah hal yang nggak ternilai buat aku," ujarnya.