Adakah Dampak Penggunaan Handphone, Khususnya Pada Anak

Tribunners tahukah Anda, bahwa kebiasaan kita bermain gadget di hadapan anak, atau memberikan gadget bagi anak usia dini, berpotensi berdampak buruk p

Penulis: Cipta Permana | Editor: bisnistribunjabar
Santosa Hospital
Dokter spesialis mata anak Rumah Sakit Santosa Hospital Bandung Central, dr. Katharina Willyasti, Sp.M 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Tribunners tahukah Anda, bahwa kebiasaan kita bermain gadget di hadapan anak, atau memberikan gadget bagi anak usia dini, berpotensi berdampak buruk pada kondisi kesehatan mata dan menurutnya tingkat konsentrasi anak.

Bahkan, saat ini banyak anak yang sudah menggunakan kacamata, padahal secara usia, belum seharusnya kondisi tersebut, dialami oleh anak-anak kita.

Dokter spesialis mata anak Rumah Sakit Santosa Hospital Bandung Central, dr. Katharina Willyasti, Sp.M menjelaskan, pada dasarnya gadget memiliki dua fungsi, yaitu selain sebagai alat komunikasi kemudian berkembang, sebagai sarana hiburan dan bagian dari kebutuhan penunjang kegiatan pembelajaran siswa saat ini, khususnya dalam pembelajaran daring. Namun juga, saat ini gadget juga digunakan sebagai alat pengalih perhatian anak dari orangtuanya.

2 Dokter spesialis mata anak Rumah Sakit Santosa Hospital Bandung Central
Dokter spesialis mata anak, dr. Katharina Willyasti, Sp.M

"Jadi selain faktor kebutuhan, faktor yang mempengaruhi anak ketergantungan gadget adalah faktor lingkungan, misalnya anak meniru kebiasaan orangtuanya yang selalu bermain gadget atau bahkan orangtuanya yang memberikan gadget sebagai alat pengalih perhatian, terutama saat anak sedang rewel," ujarnya saat ditemui di Rumah Sakit Santosa Central Bandung, Sabtu (3/9/2022).

Maka dengan faktor-faktor itulah, anak akan menganggap gadget sebagai temannya sehari-hari. Sehingga ketergantungan akan gadget menjadi hal sulit untuk dilepaskan dari ketergantungan dirinya.

dr. Katharina pun menjelaskan, berdasarkan hasil penelitian dari akademi dokter anak di Kanada, bahwa anak pada usia 0-2 tahun tidak diperbolehkan untuk menggunakan gadget oleh orangtua atau siapapun. Selain itu, anak usia 3-5 tahun, meskipun boleh untuk menggunakan gadget, namun durasi maksimal penggunaannya hanya satu jam per hari.

Sedangkan pada usia 6-18 tahun, biasanya maksimal hanya dua jam perhari. "Tentunya saat anak bermain gadget, sangat perlu adanya pendampingan orangtua, sebagai kontrol durasi pemakaian, dan juga mengawasi konten-konten yang tidak cocok atau seharusnya di lihat oleh anak-anak, misalnya konten pornografi atau yang mengandung unsur kekerasan yang beredar di media sosial," ucapnya.

Ia pun menilai dampak penggunaan gadget, meski memiliki sisi positif bagi anak, namun lebih besar sisi negatifnya, khususnya bagi anak usia balita.

Salah satu dampak negatif penggunaan gadget adalah, kurang peka pada situasi lingkungan sekitarnya, karena terlalu fokus terhadap gadgetnya, misal tidak menjawab saat namanya dipanggil.

3. LOGO BARU SANTOSA
LOGO SANTOSA

Atau, bagi anak usia 0-2 tahun, dapat turut mempengaruhi kemampuan berbicara, padahal pada usia tersebut, adalah masa dan fase bagi anak untuk berlatih berbicara dengan baik. "Jika anak usia 0-2 tahun terlalu lama di depan gadget, maka interaksinya dengan orang lain menjadi berkurang, karena terlalu fokus dengan gadgetnya.

Jadi penggunaan gadget juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kurangnya kemampuan berbicara pada anak," ujarnya.

Untuk mencegah kerusakan mata akibat penggunaan gadget yang berlebihan, terdapat istilah rules of twenty, yaitu setiap 20 menit seseorang berada di depan atau menatap layar gadget, maka diharuskan untuk merelaksasi mata, dengan melihat sesuatu objek yang berada pada jarak jauh tertentu, sejauh 20 feet atau enam meter, selama 20-30 detik.

"Saat kita beraktivitas di depan gadget, sebetulnya status mata kita itu sedang berakomodasi, yang akan berdampak pada kondisi mata lelah, yang berpotensi pada kerusakan organ mata lainnya," ucapnya.

Adapun kondisi atau gejala mata lelah, diantaranya mata seperti kaku, sakit kepala, pegal-pegal di sekitar alis, dahi atau leher, mata cenderung berair, penglihatan menjadi berbayang dan atau buram.

dr. Katharina pun menuturkan, kunci untuk mengatasi kondisi ketergantungan anak pada gadget, yaitu dibutuhkan keseriusan peran orangtua dalam mengatasinya, semisal tidak bermain gadget di depan anaknya.

"Kemudian orangtua pun, perlu lebih banyak melakukan berinteraksi dan bermain langsung dengan anak tersebut. Terutama bermain di luar ruangan, seperti berjalan-jalan di luar rumah, atau beraktivitas olahraga, seperti berenang atau kegiatan hobi lainnnya, dengan tujuan mengalihkan perhatian mereka dari gadget," ucapnya.

dr. Katharina pun menyarankan agar anak usia di bawah tujuh tahun tidak mendapatkan gadget. Bahkan, anak di atas tujuh tahun sebaiknya menggunakan gadget hanya untuk keperluan sekolah atau kegiatan pembelajaran lainnya. Kalaupun untuk sarana hiburan, diizinkan dengan batas durasi satu jam per hari dan pendampingan.

Ia pun menambahkan, agar saat bermain atau menggunakan gadget, anak tidak dibiarkan di dalam sebuah ruangan seorang diri atau tidak ada aktivitas interaksi dari lingkungan sekitarnya.

"Upayakan dalam aktivitas tersebut anak menggunakan gadget di ruangan terbuka, dan beririsan dengan aktivitas orang lain di lingkungan sekitarnya. Hal itu agar semua orang bisa mengawasi dan melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan anak tersebut," ujarnya.

Menurutnya, jika anak yang sudah ketergantungan terhadap gadgetnya dalam waktu yang lama, memiliki kecenderungan mengalami miopia atau rabun jauh. Terutama jika orangtuanya memiliki riwayat faktor genetik menggunakan kacamata minus.

Dengan kondisi tersebut, baiknya orangtua dapat memeriksakan kondisi mata anaknya sejak dini yaitu, usia 3-4 tahun ke dokter mata, agar dapat diketahui timbulnya gejala gangguan penglihatan pada anak.

"Kalau sudah diketahui adanya gangguan penglihatan pada anak, dan memerlukan bantuan kacamata, baiknya dilakukan sesegera mungkin. Kalau kondisi tersebut terlambat diantisipasi, maka dapat mengakibatkan miopia, bahkan dapat berkembang pada gangguan kesehatan lainnya," ujar dr. Katharina.

Untuk penanganan kondisi gangguan penglihatan pada anak, dapat dilakukan di Rumah Sakit Santosa Central Bandung. Poli mata Rumah Sakit Santosa Central Bandung membuka layanan mulai Senin - Sabtu, pukul 08.00 - 17.00 WIB. (Cipta Permana)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved