KEMBALI TERJADI, Pimpinan Pesantren di Bandung Diduga Rudapaksa Santriwati, Dilakukan Berulang Kali
Oknum pimpinan pondok pesantren tersebut diduga merudapaksa santriwati. Korbannya tak hanya satu, melainkan sudah mencapai 20 orang
Penulis: Lutfi Ahmad Mauludin | Editor: Seli Andina Miranti
TRIBUNJABAR.ID - Kasus rudapaksa santriwati kembali terulang di Jawa Barat. Bukan Herry Wirawan, kali ini pelakunya adalah pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung.
Oknum pimpinan pondok pesantren tersebut diduga merudapaksa santriwati.
Korbannya tak hanya satu, melainkan sudah mencapai belasan hingga diperkirakan 20 orang.
Baca juga: Beberapa Korban Pencabulan Santriwati di Katapang Belum Berani Lapor Polisi, Diduga Malu
Aksi bejat pimpinan pondok pesantren tersebut diduga dilakukan sejak lama.
Menurut Kuasa Hukum Korban, Deki Rosdiana, pelaporan kasus tersebut baru terbongkar baru-baru ini.
"Ada curhatan dan beberapa pernyataan karena ia masih membuka praktek pengobatan, kita juga harus ditindak lanjuti, kalau tidak akan terus menerus kejadiannya," ujar Deki, saat dihubungi melalui sambungan teleponnya, Senin (15/8/2022).
Deki menjelaskan, jadi korban merupakan santriwatinya, di mana santriwati ini memiliki karakter sangat nurut ke kiainya.
"Akhirnya diperdaya dengan bahasa bahasa nanti tidak berkah ilmunya, secara hukum harus nurut gurunya," kata Deki.
Dari situ, kata Deky, pihaknya coba laporan ke polres, ada beberapa secara teknis, yang didiskusikan yang harus dilengkapi.
Baca juga: Kapolres Subang AKBP Sumarni Berikan Kiat Kepada Santriwati Agar Terhindar dari Pelecehan Seksual
"Sekarang kami coba bicarakan kembali kepada korban karena ini ramai, mereka tertekan, dari pelaku mulai mengancam kembali," kata Deki.
Menurut Deki, sejauh ini baru satu orang yang melapor, tapi sekarang ada ancaman, pernyataan dari pelapor ada 12 temannya yang juga menjadi korban.
Selain itu kata Deki, dari keterangan rohis pesantren pada saat itu, ada 4 korban, dan pasien pengobatan, kalau dihitung jumlahnya sampai 20 korban.
"Beberapa korban belum berani melapor karena secara mental malu dan mendapatkan ancaman," katanya.
Menurut Decki, korban yang didampinginya, kelahiran tahun 2002, pada tahun 2016, korban masuk pesantren kelas 1 SMP.
"Awalnya gurunya memanggil, disuruh bersih-bersih, diraba, dicium, dipangku, dicabuli," kata Decki.