Dibiayai Bank Dunia, Proyek TPST Senilai Rp 20 Miliar di Bandung Barat Ditolak Warga Karena Hal Ini
Proyek Pembangunan TPST seluas 4.000 meter persegi di Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat yang didanani Bank Dunia Rp 20 miliar, ditolak warga
Penulis: Hilman Kamaludin | Editor: Darajat Arianto
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG BARAT - Proyek Pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Kampung Cikupa RW 15, Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB) ternyata anggarannya sangat fantastis.
Sebelumnya, pembangunan TPST seluas 4.000 meter persegi tersebut ditolak warga karena akan dibangun ditengah permukiman padat penduduk dan warga juga khawatir akan menimbulkan bau busuk di lingkungan mereka.
Kepala Bidang Kebersihan pada Dinas Lingkungan Hidup Bandung Barat, Didit Lidia, mengatakan, pembangunan TPST tersebut merupakan salah satu proyek nasional yang didanai oleh bank dunia (word bank).
"Proyek TPST ini didanai bank dunia sebesar Rp 20 miliar, targetnya harus tuntas pada tahun Oktober 2022, sehingga harapnya tahun ini selesai," ujarnya di Kompleks Perkantoran Pemda KBB, Kamis (11/8/2022).
Proyek ini, kata dia, bagian dari program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities (ISWMP) yang tujuannya untuk peningkatan pengelolaan sampah di kota metropolitan, skala regional, dan DAS Citarum.
Untuk ditingkat pusat, ISWMP berada dibawah naungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, sedangkan Di Jawa Barat dilaksanakan di 8 kabupaten/kota, satu di antaranya di Bandung Barat.
Baca juga: Legislator Gerindra Tina Wiryawati: Hasil Pengolahan Sampah Mendorong Perekonomian Desa
"Jadi, adanya penolakan dari warga terkait proyek itu disebabkan kurang faham perbedaan antara TPST dan TPA," kata Didit.
Menurutnya, warga masih mengira bahwa proyek ini merupakan tempat pembuangan sampah akhir seperti di TPA Sarimukti yang bakal berdampak negatif terhadap lingkungan, padahal, TPST justru menjadi solusi masalah tersebut.
"Padahal ini jelas konsep berbeda, bahwa TPST ini tempat pengelolaan sampah terpadu. Artinya, sampah ini tidak akan menimbulkan dampak negatif seperti TPA," ucapnya.
Didit menjelaskan, bahwa ISWMP ini menjanjikan konsep one day one service, sehingga tidak akan ada sampah tersisa keesokan harinya karena harus diolah dan kelola pada hari itu juga.
"Tapi karena pemahaman masyarakat belum sampai ke sana. Jadi masyarakat melakukan penolakan berupa spanduk dan surat pernyataan," ujar Didit.
Baca juga: Akan Dibangun Dekat Pemukiman, Warga Bandung Barat Tolak Pembangunan TPST di Wilayahnya
Didit mengatakan, aspirasi dari warga telah ditampung langsung baik oleh pemerintah daerah maupun DPRD KBB, lalu aspirasi tersebut bakal disampaikan ke ISWMP.
"Hari ini aspirasi itu kita tampung dulu, kita tak bisa langsung memberikan keputusan. Aspirasi ini akan disampaikan ke ISWMP dan DPRD sudah mengetahui," katanya.
Diberitakan Tribun sebelumnya, terkait penolakan itu warga memasang spanduk penolakan dengan tulisan "Menolak Keras Pembangunan TPST" kemudian "Apapun Namanya Tetap Bau Busuk, Sampah Sumber Penyakit" dan sejumlah tulisan ekspresi kekecewaan lainnya.
"Tidak kebayang nantinya di sini seperti apa. Lalu lalang truk sampah, belum lagi mungkin akan ada pemulung, makanya warga tetap akan menolak rencana ini," kata warga setempat, Sunarya (34) beberapa waktu lalu.
Menurutnya rencana pembanguan TPST ini terkesan mendadak, dan tanpa sosialisasi terlebih dahulu. Bahkan pihak konsultan bersama perwakilan dari bank dunia sudah melakukan survei langsung ke lokasi, sementara warga tidak dilibatkan.
"Tiba-tiba ada pertemuan di desa langsung membahas rencana pembangunan TPST, gambar bangunannya sudah ada, denahnya ada, dan yang lainnya. Jelas semua warga kaget dan bertanya-tanya," ucapnya. (*)