Tenaga Honorer Kesehatan Temui Ridwan Kamil, Minta Solusi Agar Tetap Bisa Bekerja di Fasyankes

Para tenaga honorer kesehatan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer Fasyankes Provinsi Jabar bertemu dengan Gubernur Jabar Ridwan Kamil

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Darajat Arianto
TRIBUNJABAR.ID/MUHAMAD SYARIF ABDUSSALAM
Para tenaga honorer bidang kesehatan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer Fasyankes Provinsi Jawa Barat bertemu dengan Gubernur Jabar Ridwan Kamil di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (9/8/2022). 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Para tenaga honorer bidang kesehatan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer Fasyankes Provinsi Jawa Barat bertemu dengan Gubernur Jabar Ridwan Kamil di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (9/8/2022).

Dalam kesempatan tersebut, para tenaga honorer bidang kesehatan ini menyampaikan berbagai keluhan dan aspirasinya, utamanya mengenai status honorer yang akan dihapuskan mulai 2023.

Di sisi lain, mereka belum diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Wakil Ketua Forum Komunikasi Honorer Fasyankes Provinsi Jawa Barat, Saeful Anwar, mengatakan
Gubernur bersedia menerima mereka dengan baik. Ia mengatakan memang Gubernur tidak memberikan jawaban secara langsung.

"Karena kami pun tidak ingin satu tuntutan dijawab dalam satu kalimat, karena kami ingin apa yang kami sampaikan, apa yang tuntut ini betul-betul direalisasikan oleh Pak Gubernur secara bertahap, akan didiskusikan dengan pihak-pihak terkait agar nantinya harapan kami dapat diwujudkan dengan baik," katanya seusai pertemuan tersebut.

Ia mengatakan, dengan adanya PP Nomor 49 Tahun 2018, honorer di seluruh fasyankes di wilayah Jawa Barat milik pemerintah, baik provinsi maupun kota dan kabupaten, merasa terancam.

Baca juga: Merasa Terbantu Tenaga Honorer Muda dan Enerjik, Gungun Berharap Honorer Diskar Diangkat Jadi P3K

Dengan jelas dikatakan bahwa aturan ini akan berdampak setelah lima tahun untuk para honorer yang berada di badan layanan usaha daerah atau BLUD.

"Rata-rata puskesmas dan rumah sakit milik pemerintah di seluruh Jawa Barat ini, baik milik pemerintah kota atau kabupaten, atau provinsi, rata-rata sudah berstatus BLUD, dengan pola pengelolaan keuangan BLUD. Akan tetapi dengan adanya PP ini dinyatakan tidak boleh ada lagi non-ASN di dalam institusi tersebut," ujarnya.

Ia mengatakan, namun demikian, kenyataannya pemerintah daerah tidak bisa mengakomodasi kepegawainan karena keterbatasan biaya. Padahal pemerintah pusat melimpahkan semuanya pada daerah.

"Sedangkan perlu semuanya ketahui rata-rata di Jawa Barat ini 70 persen sampai 75 persen tenaga kesehatan yang bekerja di fasyankes milik pemerintah adalah saya katakan honorer, artinya non-ASN bukan P3K bukan PNS," katanya.

Dengan hal ini, ia berharap pemerintah pusat memberikan solusi di tingkat daerah karena pihaknya pun tentu saja paham di tiap-tiap daerah ini kemampuan anggarannya berbeda-beda.

Rata-rata tiap kabupaten sudah di angka di atas 35 persen dan itu tidak sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Menkeu, yang maksimalnya adalah 30 persen.

"Saya sampaikan di sini mudah-mudahan pemerintah pusat baik itu Menpan RB ataupun bahkan Presiden sendiri mengevaluasi kembali adanya PP tersebut. Tapi kalau memang PP tersebut hadir bisa mengakomodir kami menjadi PPPK dengan anggaran dari pusat, itu yang kami tunggu," katanya.

Ia mengatakan, honorer nakes dan nonnakes meminta kepada Gubernur untuk mencarikan solusi bagaimana mereka bisa tetap bekerja tetap mengabdi di fasyankes masing-masing dengan pengupahan yang layak.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved