Selamatkan Anak Dari Kecanduan Ponsel
Tribunners, tahukah anda, kebiasaan orangtua memberikan gawai, khususnya ponsel sebagai solusi mengatasi kerewelan anak, justru menjadi bom waktu yang
Penulis: Cipta Permana | Editor: bisnistribunjabar
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Tribunners, tahukah anda, kebiasaan orangtua memberikan gawai, khususnya ponsel sebagai solusi mengatasi kerewelan anak, justru menjadi bom waktu yang akan membuat anak menjadi pecandu ponsel.
Kecanduan ponsel pada anak tentunya tidak boleh dianggap enteng. Pasalnya, kebiasaan bermain gawai secara terus menerus dan dalam kurun waktu yang lama, berdampak buruk pada kesehatan fisik maupun mental anak dalam jangka panjang.
Psikolog klinis SANTOSA HOSPITAL BANDUNG CENTRAL, Monalisa Aryanti M.Psi menjelaskan, kecanduan ponsel dapat dialami oleh kondisi anak dalam usia berapapun.

Terlebih, ponsel kerap dianggap sebagai sarana untuk digunakan anak untuk mengalihkan diri saat mengalami kesepian atau masalah.
Padahal dengan penggunaan ponsel yang terlalu lama, membuat berkurangnya keinginan untuk melakukan berbagai hal positif, salah satunya hilangnya waktu untuk lebih produktif.
"Dampak kecanduan ponsel, membuat anak tidak dapat mengontrol penggunaan sesuai dengan situasi di lingkungannya. Biasanya anak yang telah kecanduan ponsel, akan selalu merasa cemas dan kehilangan, saat tidak menggunakan ponsel.
Hal ini terjadi, karena kebutuhan hiburan hanya didapat melalui ponsel," ujarnya saat ditemui di SANTOSA HOSPITAL BANDUNG CENTRAL , Senin (8/8/2022).
Dalam tingkatan tertentu, dampak negatif kecanduan ponsel pun dapat membuat mempengaruhi kesehatan mata, menurunnya kemampuan motorik, seperti telat bicara, mengganggu perkembangan otak, hingga mempengaruhi kondisi kesehatan mental.
"Bahaya gawai pun dapat mempengaruhi kondisi pertumbuhan dan kesehatan anak. Apalagi paparan radiasi yang berlebihan dari layar ponsel dapat memicu penglihatan yang buruk," ucapnya.
Selain itu, anak pun akan mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, selalu merasa gelisah, menurunnya semangat belajar hingga sulit beradaptasi dan berinteraksi dalam lingkungan sosial, serta sulit mengendalikan diri dan emosi atau agresif.
Oleh karena itu, menurutnya ketika anak sedang rewel ada baiknya orang tua mempelajari pola dari emosi anak. Misalnya mengapa anak rewel, apakah sedang lapar atau bosan terhadap sesuatu.
Sehingga, ketika anak sedang rewel pada saat tidak diberikan ponsel, ada baiknya hal pertama yang dilakukan orangtua adalah melakukan validasi pada emosi anak, setelah itu memberikan edukasi yang tepat kepada anak.
"Pada anak usia 8-11 tahun baiknya penggunaan ponsel atau gadget hanya 1-3 hari dalam seminggu, dengan durasi kurang dari lima jam per minggu. Untuk anak usia di bawah lima tahun baiknya, durasinya harus lebih sedikit dalam menggunakan ponsel, dibandingkan anak usia sekolah dasar," ujar Monalisa.
Ia menuturkan, berdasarkan Rekomendasi World Health Organization (WHO), dan American Academy of Pediatric (AAP), terkait pembatasan screen time pada anak usia 18 bulan ke bawah, tidak di rekomendasikan terpapar gadget dan media elektronik, kecuali untuk video chatting.
Sedangkan, untuk anak usia 2-5 tahun, dianjurkan mendapatkan screen time maksimal satu jam perhari, namun semakin sedikit screen time maka makin baik.
Kemudian, untuk anak usia sekolah dasar 1-1.5 jam perhari, sementara untuk anak usia remaja (11-13 tahun), maksimal dua jam perhari.
Oleh karena itu, untuk pembagian jam penggunaan ponsel ini, diharapkan bisa dibagi sesuai kesepakatan antara orangtua dan anak.
Bahkan, jika diperlukan, siapkan tempat khusus untuk gunakan ponsel misalnya hanya boleh digunakan di ruang keluarga.
"Sebelum memulai untuk mendisiplinkan anak, orangtua dan anak harus sepakat dalam peraturan yang akan di buat bersama. Misalnya pada pagi hari 15 menit, siang hari 20 menit dan seterusnya, hingga batasan waktu yang sudah ditentukan dapat berkelanjutan dengan baik," ucapnya.
Untuk anak usia sekolah yang memiliki tuntutan belajar secara daring dan terpapar layar ponsel yang lebih lama, dibutuhkan peran orangtua untuk mampu menyeimbangkan aktivitas belajar daring tersebut dengan kegiatan gerak fisik pada anak. Sehingga, anak memiliki jadwal harian yang seimbang.
Meski demikian, penggunakan ponsel pun memiliki dampak positif pada anak yaitu, memperlancar komunikasi, mengasah kreativitas anak, mendukung pembelajaran jarak jauh, menambah jaringan pertemanan, serta mendapatkan informasi dan sebagai sumber belajar.
Monalisa mengatakan, untuk mengatasi anak yang sudah kecanduan ponsel atau gawai, orangtua harus lebih intens dalam membina hubungan dengan anak.
Cobalah untuk lebih memahami perasaan anak, dengan lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Orangtua juga dapat mengajukan alternatif solusi untuk menjawab motif dan kebutuhannya.
"Upaya untuk mengurangi dampak kecanduan ponsel pada anak, orangtua harus bisa mengajak anak untuk berdialog dan berdiskusi, misalnya apa yang biasanya anak buka pada saat bermain ponsel, dan gali apa yang menjadi motif anak sehingga memilih menggunakan ponsel terlalu lama," ucapnya.
Orangtua pun harus menjelaskan batasan penggunaan ponsel, dengan menerapkan metode pengawasan orangtua, khususnya, terkait hal-hal yang boleh dan tidak boleh diakses.
"Jelaskan dampak negatif dari penggunaan ponsel atau gadget terlalu lama. Imbangi dengan aktivitas lain agar anak tidak kembali menggunakan ponsel yang terlalu lama. Orangtua pun harus mampu menjadi contoh dan panutan, untuk tidak menggunakan ponsel pada saat di hadapan anak," ujarnya.
Monalisa menambahkan, pada kondisi tertentu gejala gangguan kecanduan ponsel atau gawai membutuhkan bantuan dokter atau psikolog, apabila anak sudah mulai menunjukan gejala gangguan oppositional defiant disorder atau suatu pola negatif.
Hal tersebut seperti, perilaku menentang permintaan atau peraturan, menunjukan sikap permusuhan kepada orangtua, yang terus menerus tanpa adanya pelanggaran yang serius terhadap norma sosial atau hak orang lain.
Bahkan, sengaja melakukan hal untuk mengganggu orang lain, dan sering menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri.
"Apabila anak mulai mengalami gangguan fungsi-fungsi kehidupan sosial misalnya, banyak menghabiskan waktu sendiri di kamar tanpa interaksi sosial. Anak mulai menarik diri, panik, cemas pada saat tidak menggunakan ponsel atas durasi ponselnya dikurangi, maka orangtua dapat meminta bantuan dokter atau psikolog," ucapnya.
SANTOSA HOSPITAL BANDUNG CENTRAL membuka pelayanan terkait mengatasi persoalan anak kecanduan ponsel.
Adapun jadwal layanan tersebut, Senin – Jumat mulai pukul 08.00 -16.00 WIB. Sedangkan untuk hari Sabtu, mulai pukul 08.00-13.00 WIB.
Selain mendaftar langsung di Poli Psikologis, yang berada di lantai dua SANTOSA HOSPITAL BANDUNG CENTRAL.
Bisa juga mendaftarkan dengan penggunakan aplikasi SANTOSA HOSPITAL BANDUNG CENTRAL.
"Saya berpesan, agar orangtua harus mampu menjadi panutan yang baik bagi anak. Berikan contoh pada anak untuk tidak menggunakan ponsel pada saat di hadapan anak. Orangtua diharapkan mengenal dirinya sendiri terlebih dahulu, seperti mengenal emosinya, sebelum membuat kesepakatan dengan anak," katanya. (Cipta Permana)