Oknum Pegawai BPN Bogor Ditangkap Polisi, Bantu Mafia Tanah, Palsukan Puluhan Sertifikat
DK membantu pelaku lain untuk memalsukan sertifikat tanah. DK merupakan pegawai BPN Kabupaten Bogor.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: taufik ismail
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman
TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG - DK (49) seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional atau BPN Kabupaten Bogor, menjadi salah satu tersangka pemalsuan sertifikat tanah.
DK bersama lima pelaku lain yang merupakan mafia tanah, diringkus Satreskrim Polres Bogor.
Adapun kelima mafia tanah tersebut berinisial MT alias KM (30), SP alias BK (31), AR (28), AG (23) dan RGT (25).
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan, enam pelaku memalsukan sertifikat tanah Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di wilayah Kabupaten Bogor.
Menurutnya, kasus ini bermula dari warga yang mengadukan adanya masalah pada sertifikat tanah miliknya di Sukahati, Cibinong Bogor.
Lalu, warga tersebut memakai jasa calo untuk membuat sertifikat tanah miliknya dengan biaya sekitar senilai Rp 25.000.0000 hingga Rp 70.000.0000.
"Pemohon bayar dimuka Rp 10 juta, setelah sertifikat jadi, mafia tanah ini meminta sisanya. Saat penyerahan sisa ini, tim melakukan penangkapan," ujar Ibrahim, dalam keterangannya Kamis (4/8/2022).
Kapolres Bogor, AKBP Iman Imanuddin menambahkan, dari hasil penyelidikan para pelaku ini dapat menerbitkan berkas-berkas palsu serta mengurus penerbitan PTSL.
Aksi para mafia tanah itu dibantu oleh DK, pegawai BPN Bogor yang mampu menembus sistem database BPN.
"Modusnya dengan merekayasa atau mengubah isi sertifikat program PTSL tahun 2017/2018 dengan menghapus data awal yang ada di sertifikat dengan cairan khusus," ujar Iman.
Para pelaku, kata dia, kemudian mencetak ulang isi sertifikat dengan memasukkan ke dalam akun Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP).
"Pada penangkapan ini, selain enam pelaku, penyidik juga menyita sejumlah barang bukti," katanya.
Tak hanya itu, para pelaku juga bisa mencetak sertifikat lengkap dengan hasil ukur dan tanda tangan semua pejabat, mulai dari tingkat desa hingga BPN, lalu mengubah data kepemilikan sesuai dengan permintaan pemohon baru.
"Sertifkat itu asli, yang palsu itu data di dalam sertifikat. Jadi, nama pemilik dan tanda tangan pejabat desa itu palsu. Pemohon mengajukan di tahun 2022 namun sertifikat yang keluar tertera tahun 2017," ucapnya.