Dari Cilok Vespa, Aris Bisa Raup Rp 500 RIbu Sehari, Sekolahkan Anak Hingga ke Perguruan Tinggi
Berkah dari berjualan kuliner sejuta umat tersebut sudah dirasakan oleh Aris Risyandi (45), tukang cilok dari Desa Sukakerta Panumbangan Ciamis.
Penulis: Andri M Dani | Editor: Darajat Arianto
Laporan wartawan Tribunjabar.id, Andri M Dani
TRIBUNJABAR.ID,CIAMIS – Camilan cilok atau aci dicolok memang kuliner sederhana. Tapi penggemarnya tak mengenal strata.
Siapapun suka, dan memang banyak penggemar jajanan yang berbahan baku aci (tepung singkong) tersebut.
Berkah dari berjualan kuliner sejuta umat tersebut sudah dirasakan oleh Aris Risyandi (45), tukang cilok dari Desa Sukakerta Panumbangan Ciamis.
“Alhamdulillah dari jualan cilok ini, bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bisa menabung dan menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi,” ujar Aris Risyandi alias Kang Aris kepada Tribun Selasa (8/6).
Menurut Aris, anak sulungnya (perempuan) kini sedang kuliah tahun kedua di IAILM Suryalaya sementara anak bungsunya masih kelas VI SD.
Bapak dua anak tersebut, sudah berjualan cilok sejak 5 tahun lalu. Dengan penghasilan rata-rata sehari sekitar Rp 500.000 sampai Rp 600.000/hari.
“Paling sepi dapat Rp 200.000 sehari. Tapi kalau hari libur atau lagi ramai kegiatan seperti hari ini di Balai Desa Payungsari ini bisa dapat Rp 500.000. Tadi bawa 5 kg cilok habis semua,” katanya.
Liburan lebaran lalu, menjadi hari-hari penuh berkah bagi Kang Aris. Selama seminggu libur lebaran, Kang Aris bisa menjual 10 kg sampai 15 kg cilok.
“Libur lebaran kemarin, lumayan panen. Sehari bisa habis 10 sampai 15 kg cilok. Bisa bawa pulang Rp 1 juta. Pernah sekali Rp 1,5 juta,” ujar Aris.
Sehari-hari Kang Aris sebenarnya berjualan cilok di Objek Wisata Situ Lengkong Panjalu. Cukup mudah menemukan Kang Aris, setiap hari dari pagi sampai sore ia mangkal di Dermaga Situ Lengkong. Ia ngongkrong berjualan cilok dengan vespa warna hijau metalik.
“Jualannya tidak langsung di Situ Lengkong, tapi dalam perjalanan dari Panumbangan ke Panjalu pulang pergi tetap jualan di jalan. Seperti hari ini mampir dulu ke Balai Desa Payungsari. Karena siang-siang hari sudah habis, langsung pulang lagi ke Sukakerta. Ke Panjalunya tidak jadi,” katanya.
Kang Aris mengungkapkan, ia berjualan cilok sejak 5 tahun lalu. Setelah malang melintang selama 7 tahun sebagai tukang kredit perabot dapur (katel, piring, wajan, sapu sampai sendal) keliling di daerah Condet Pasar Rebo Jakarta.
Lima tahun lalu, Kang Aris memilih pulang ke Panumbangan dan berhenti jadi tukang kredit. Dan memilih jadi tukang cilok. Sebelumnya sempat jualan cireng (aci digoreng) di rumahnya dekat Gedung Dakwah Panumbangan di Desa Sukakerta.
“Awalnya jualan cireng, kemudian berkembang jadi jualan cilok keliling. Idenya dari istri saya. Dan sampai sekarang sudah lima tahun jualan cilok,” ungkap Kang Aris.
Aris merasa nyaman dan memilih berjualan cilok, karena berjualan cilok itu simpel, sederhana. “Membuat cilok itu gampang, simpel.
Gampang bikinnya, tidak susah. Bahan bakunya sederhana, aci dan bumbu. Tidak sulit,” jelasnya.
Selain itu harganya murah, banyak yang suka. Cilok itu banyak penggemarnya, orang tua, dewasa apalagi ibu-ibu dan anak-anak. “Cilok itu banyak penggemarnya,” ujar Aris optimis.
Untuk berjualan cilok tersebut Aris melakukannya secara mandiri. Bikin sendiri dan jual sendiri. Tidak mengambil cilok dari orang, dan tidak punya pasukan untuk berjualan cilok.
“Saya mandiri saja. Bikin sendiri jual sendiri,” katanya.
Dari ratusan bahkan ribuan tukang cilok di Ciamis. Boleh jadi, Aris beda sendiri. Ia berjualan cilok dengan menggunakan vespa.
Tak hanya itu, Aris pun menamakan cilok buatannya, dengan nama cilok “Vespa”. Ia memang penggemar berat vespa.
Vespa yang digunakan Aris untuk berjualan cilok tersebut merupakan vespa super keluaran tahun 1976. Ia mendapatkan dari kakaknya 12 tahun.
“Saya belinya dari kakak sendiri, 12 tahun lalu. Kebetulan kakak saya waktu itu butuh ongkos untuk ke Sumatera. Saya belinya Rp 1,5 juta. Sekarang sudah ada yang nawar Rp 10 juta. Nggak akan dilepas. Ini kan modal utama jualan cilok. Namanya juga cilok vespa,” terang Aris.
Selama 7 tahun jadi tukang kredit keliling di Condet Pasar Rebo Jakarta dulu menurut Aris ia juga menggunakan vespa. Dan sempat pula bergabung dengan komunitas penggemar vespa di Pasar Rebo, Kayama.
“Sekarang pulang kampung ke Panumbangan, jualanya ciloknya juga pakai vespa,” ungkapnya.
Aris tidak hanya sekedar penggemar vespa. Tapi ia juga merawat vespa keluaran tahun 1976 kesayangannya tersebut. Kini vespa tersebut terlihat sangat terawat, meski sehari-hari digunakan untuk berjualan cilok.
Jok belakangnya dimodivikasi untuk tempat cilok. Sementara kompor gasnya disimpan di lengkungan bodi vespa bagian tengah.
Dengan vespa itu pula Aris setiap hari melewati Tanjakan Pari dalam perjalanan pulang pergi dari Panumbangan ke Panjalu untuk berjualan cilok.
“Setiap hari memang lewat Tanjakan Pari ini. Yang penting hati-hati,” ujar Aris.
Dan ketika di Balai Desa Payungsari Panumbangan, Selasa (8/6) siang berlangsung dialog antara Wagub Jabar H Uu Rizhanul Ulum dengan warga tentang rencana pelebaran jalan Tanjakan Pari.
Aris pun memilih berjualan cilok di halaman balai desa tersebut. Cilok jualan Aris pun jadi incaran ibu-ibu.
Bahkan Pak Uu, usai berdialog dengan warga. Setelah berada di halaman Balai Desa Payungsari siang itu tertarik dengan keberadaan tukang cilok yang menggunakan vespa tersebut.
Mungkin karena sesama penggemar vespa, Pak Uu langsung tertarik.
Pak Uu tidak hanya mencicipi cilok vespa buatan Aris. Tetapi memborong cilok yang dijual Aris. Dan mentraktirnya untuk ibu-ibu.
“Nggak nyangka bisa bertemu Pak Uu di sini. Ciloknya pun diborong habis. Alhamdulillah,” ucap Aris. (*)