Bukan untuk Jurig, Ini Makna Kambing Hitam dan Sesajen Dalam Nadar di Gunung Batu Lembang

Sambil mengucapkan doa-doa dalam bahasa Sunda, Abah Ujang menaburkan kemenyan di parukuyan. Asap pun muncul hingga aroma semerbak kemenyan tercium.

Tribun Jabar/Putri Puspita
Warga Kampung Buni Asih menggelar upacara nadar atau tumbalan di Gunung Batu Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jumat (1/4/2022). 

Anggapan Menyesatkan

Ketekunan memelihara adat istiadat leluhur juga dipraktikkan oleh Abah Enjum, pendiri Padepokan Bumi Ageung Saketi di Cibiru, Kota Bandung.

Secara konsisten padepokannya menggelar ritual tilem bulan (bulan mati) dan purnama. Dalam ritual tersebut, disiapkan juga sesajen

Sejak 2016, Abah Enjum membangun Padepokan Bumi Ageung Saketi dengan tujuan untuk terus menerapkan adat istiadat dan tradisi Sunda yang kian lama tidak diketahui masyarakat.

Abah Enjum, pendiri Bumi Ageng Saketi, saat ditemui di kediamannya, Sabtu (9/4/2022). Ia masih menjalankan ritual sesajen saat purnama dan tilem bulan.
Abah Enjum, pendiri Bumi Ageng Saketi, saat ditemui di kediamannya, Sabtu (9/4/2022). Ia masih menjalankan ritual sesajen saat purnama dan tilem bulan. (Tribun Jabar/Putri Puspita)

Apa yang ia lakukan tidak sepenuhnya diterima masyarakat sekitar, tetapi ia merasa tidak pernah mengganggu keyakinan mana pun.

"Banyak anggapan, saya menyebarkan ajaran yang menyesatkan. Bagian mana menyesatkannya? Saya selalu membuka diri kepada siapa pun. Silakan datang, ayo kita diskusi," ujar Abah Enjum saat ditemui di kediamannya, Sabtu (9/4/2022).

Abah Enjum mengatakan serangan muncul  di media sosial. Padahal, ucapnya, serangan itu bersumber dari ketidaksukaan akan apa yang ia lakukan.

Banyak warganet yang mengajaknya berdebat soal sesajen yang disebut-sebut musyrik. Padahal menurutnya, anggapan tersebut muncul karena ketidaktahuan akan sejarah yang dihidupi leluhur bangsanya.

Di Bumi Ageung Saketi justru cukup banyak orang dari berbagai keyakinan yang datang kepadanya.

"Di sini (kami) berdoa Bhineka Tunggal Ika. Ada Hindu, Kristen, Wiwitan, dan masih banyak lagi, dan semuanya saling menghormati," ujarnya.

Abah Enjum menyebut banyak kalangan yang tidak menyukai pembahasan sesajen dan menimbulkan banyak masalah.

Padahal, ucapnya, dalam sesajan terdapat pesan-pesan moral yang memiliki makna sebagai rasa syukur terhadap alam karena alam sudah memberikan segalanya.

Melalui Bumi Ageung Saketi, Abah Enjum ingin meneruskan tradisi leluhur. Ia berharap masyarakat tak langsung menghakimi tanpa mengetahu maksud dan tujuan sesajen.

Liputan ini menjadi bagian dari program training dan hibah Story Grant: Mengembangkan Ruang Aman Keberagaman di Media oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) yang terlaksana atas dukungan International Media Support (IMS)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved