Bukan untuk Jurig, Ini Makna Kambing Hitam dan Sesajen Dalam Nadar di Gunung Batu Lembang
Sambil mengucapkan doa-doa dalam bahasa Sunda, Abah Ujang menaburkan kemenyan di parukuyan. Asap pun muncul hingga aroma semerbak kemenyan tercium.
Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Tarsisius Sutomonaio
Dalam video tersebut, sesajen berisi bunga, pisang, air dalam kendi, kopi hitam, dan telur terlihat tersimpan di semak-semak tanaman.
“Ini sama seperti yang viral di Gunung Semeru menemukan sesajen, tetapi diacak-acak. Sesajen ini padahal kepercayaan Indonesia karena budayanya beragam. Jadi kita tinggalkan saja, kita tidak boleh merusaknya,” ucap pemilik akun tersebut.
Apa yang ditemukan Igo menimbulkan komentar yang beragam, ada yang menanggapi positif dengan saling menghormati, ada pula yang menganggapnya sebagai hal yang negatif dan berharap pemilik sesajen mendapatkan hidayah dari Tuhan.
Kembali ke upacara nadar. Acara syukuran ini mulai dari ngaleunggeuh lisung, ngaguyang lalu mucuk embe, ngarak embe, nadar atau tumbalan, soderan hajat lembur. Rangkaian itu diakhiri gembrong tumpeng dan soderan ibing Ketuk Tilu.
Hal yang menarik dari ritual ini adalah bagain kepala, kaki, dan kulit kambing hitam dibungkus menggunakan kain kafan lalu dikuburkan di pinggir situs Batu Bangkong.
Sejumlah rempah-rempah, bumbu dapur, dan sebagian hasil bumi juga dikuburkan di lubang yang sama.
Menurut Abah Ujang, ritual pemotongan kambing hitam yang dijadikan tumbal ini bukanlah sebuah pemujaan.
"Pemotongan ini hanya sebagai simbol untuk membunuh sifat-sifat binatang dalam diri manusia. Jadi bukan untuk jurig (hantu). Isi pikiran yang positif dan negatif itu adanya di kepala dan kaki untuk melangkah," ujarnya.
Baca juga: Penendang Sesajen di Gunung Semeru Dijadikan Tersangka, Ini Motif Melakukannya
Kegiatan sesajen seperti ini memang jarang terlihat di daerah perkotaan. Hal ini pun membuat mahasiswa di salah satu Universitas di Jalan Lengkong, Syifa (20), ngeri melihatnya.
Ia pertama kali mencium aroma kemenyan, melihat pemotongan kambing hitam, dan sesajen di samping batu.
"Aku pernah melihat sajen di Bali dan waktu liburan ke Thailand, tapi nggak pernah tahu buat apa dan nggak pernah nyari tahu juga," ujar Syifa.
Ketika melihat hal seperti itu, Syifa lantas meyakinkan dirinya untuk tetap fokus supaya tidak 'kerasukan hantu'.
"Nggak tahu kenapa ya, tiba-tiba langsung takut saja ada yang masuk ke dalam tubuh aku. Bisa juga aroma kemenyan ini memberikan aku sugesti yang membuat pikiran jadi ke arah sana meskipun tidak terjadi apa-apa," kata Syifa.
Budaya kemenyan dan sesajen tidak pernah menjadi bahan perbincangan Syifa di kalangan teman-temanya. Ia justru mempertanyakan apakah sesajen ini adalah ritual dari aliran kepercayaan lain.
"Nggak ada obrolan soal budaya atau sesajen di lingkungan aku. Paling yang pernah sempat jadi obrolan itu pawang hujan yang viral dan Sunda Empire," kata Syifa sambil tertawa.
Baca juga: Warga Simpan Sesajen, Minta Agar Tanggul Sungai Cipanas di Losarang Indramayu Gak Jebol Lagi