Breaking News

Pegiat Lingkungan di Jabar Tegas Tolak SK Menteri Kehutanan Soal KHDPK, Eka Santosa: Kami Akan Gugat

SK 287 ini bertentangan karena mengambil lahan-lahan untuk program KHDPK yang jelas-jelas sudah dikelola oleh Perum Perhutani

Tribun Jabar/ Muhamad Nandri Prilatama
Ketua Gerakan Hejo, Eka Santosa di Pasir Impun, Bandung 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Jabar, Gerakan Hejo, Forum Penyelamat Lingkungan Hidup, dan Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda menentang adanya surat keputusan (SK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 287 terkait pengambilalihan hutan negara seluas satu juta hektar yang dikelola Perhutani.

Ketua LMDH Jabar, Nace Permana mengatakan, terbitnya SK menteri kehutanan nomor 287 tentang kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK) ini sangatlah memprihatinkan lantaran jauh dari konsep kehutanan dan lebih cenderung memberikan ruang kepada kelompok-kelompok reforma agraria.

"Itu dibuktikan dari pernyataan menterinya bahwa program KHDPK diperuntukkan untuk permukiman dan reforma agraria serta bisnis, yang artinya sangat jauh menyimpang dari konsep konservasi. Dari UU nomor 26 tahun 2007 tentang tata ruang wilayah itu sebuah daerah harus memiliki ruang terbuka hijau (RTH) 30 persen. Jadi, konsep KHDPK tak memungkinkan tercapainya RTH tersebut," katanya, Kamis (12/5/2022) di Jalan Pasir Impun, Bandung.

Baca juga: Dedi Mulyadi Minta Ketua Serikat Karyawan Perhutani Mundur, Bukan Pikirkan Karyawan Malah Pro KLHK

Nace juga menyebut, SK 287 ini bertentangan karena mengambil lahan-lahan untuk program KHDPK yang jelas-jelas sudah dikelola oleh Perum Perhutani dengan dalih menteri KLH belum pernah memberikan hak ke Perhutani.

"Kan Perhutani itu memegang amanat kelola hutan bukan dari SK tetapi peraturan pemerintah yang ditandatangani langsung presiden, sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada SK menteri. Jadi, masa iya SK menteri bisa kalahkan PP," ujarnya.

SK 287 ini diterbitkan pada 5 April 2022, Nace menyebut tak berselang lama para kelompok reforma agraria langsung mendatangi hutan-hutan yang dibawah pengelolaan Perhutani sehingga otomatis bakal terjadi gesekan atau konflik, semisal di Cibaliung, Banten, Kabupaten Karawang, hingga beberapa wilayah di Jabar.

"Mobilisasi massa melakukan ambil alih lahan yang hari ini dikelola Perhutani. Banyak gesekan warga dengan warga. Di Karawang juga terjadi gesekan itu, sampai memasang pelang bahwa Perhutani dilarang masuk, padahal kan sampai sekarang SK penetepan lahannya belum diterbitkan dan baru sebatas SK 287 atau kewenangan, tetapi penunjukkan lahan mana sajanya belum diterbitkan dan kelompok reforma agraria sudah mengkavlingkan itu. Kami sudah ajukan proses ini ke kepolisian," ujarnya.

Selain itu, LMDH dan tokoh Jabar serta rimbawan, kata Nace, tengah merumuskan langkah-langkah strategis atas aturan tersebut, termasuk langkah strategis di tingkat lokasi dengan masyarakat LMDH mempertahankan haknya untuk tak tergiur ajakan kelompok lain.

Baca juga: Sekar Perhutani Sebut Kebijakan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus Sisihkan Peran Polisi Hutan

"Kami juga terus komunikasi dengan Komisi IV DPR RI terkait langkah politisnya untuk menambah dukungan dan kekuatan bahwa program KHDPK ini program yang salah. Kami meminta pula dukungan kepada gubernur dan bupati di Jabar soal KHDPK yang merugikan bukan saja terhadap LMDH tetapi konservasi lingkungan di daerah itu," katanya.

Ketua Gerakan Hejo, Eka Santosa pun memberikan tanggapannya terkait kasus ini. Dia dengan tegas menentang program KHDPK yang bakal berdampak pada keberlangsungan hidup. Eka menyebut dari sisi kebijakan, lahirnya aturan menteri tersebut sesuatu yang konstruktif bertentangan dengan hukum.

"KHDPK ini konsepnya apa dan kepentingannya untuk siapa? Kan LMDH itu rakyat, maka rakyat yang mana lagi yang dimaksud kementerian? Apakah mau diadukan rakyat?" katanya.

Selain itu, Eka pun tak menampik jika konflik horizontal tentu bakal terjadi dengan adanya aturan ini.

Dia mempertanyakan mengapa justru mengambil lahan yang sudah jelas ditertibkan dan dikuasai oleh institusi negara dan bukan lahan negara yang terlantar.

"Perhutani kan sudah memang jadi pengelolanya dan ada manejemen maka tentu bakal ikuti aturan Bapenas atau disesuaikan dengan aturan wilayah. Jangan sampai masuk kelompok-kelompok industri kapitalis yang bakal menguasai hutan. Jadi, saya tegas sangat menentang dan mohon ditinjau ulang SK-nya. Kami akan rumuskan secara hukum atau bahkan lakukan gugatan," katanya.(*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved