Kerja Keras Perajin Kolang-Kaling di KBB Ketika Permintaan Tinggi saat Ramadan, Untung Sangat Besar

Permintaan kolang-kaling sangat tinggi karena menjadi makanan paling banyak diburu saat bulan Ramadan untuk dijadikan kudapan saat berbuka puasa

Tribun Jabar/ Hilman Kamaludin
Omay (45) perajin kolang-kaling tampak sibuk memastikan api pada tungku miliknya tetap menyala saat merebus biji buah aren untuk dijadikan kolang-kaling atau makanan khas Ramadan. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG BARAT - Omay (45) perajin kolang-kaling tampak sibuk memastikan api pada tungku miliknya tetap menyala saat merebus biji buah aren untuk dijadikan kolang-kaling atau makanan khas Ramadan.

Tungku api atau kompor tradisional berbahan bakar kayu milik Warga Kampung Sandayang, RT 02/01, Desa Cijambu, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB) itu tak pernah padam sejak pagi hingga sore hari.

Untuk memastikan api tetap menyala, Omay pun terus meniup tungku api ketika kobaran api yang membakar sebuah panci besar sudah mulai redup dan sesekali dia juga kembali memasukan kayu bakar.

Baca juga: Senyuman Enceng karena Berkah Ramadan, Perajin Kolang-kaling di Sumedang Itu Banjir Pesanan

Kerja keras Omay itu dilakukan karena sejak sepekan sebelum Ramadan, perajin kolang-kaling seperti dirinya telah kebanjiran pesanan, sehingga agar dapat untung besar harus dibarengi dengan produksi yang banyak.

"Permintaan lagi tinggi, jadi produksinya digeder terus merebus, karena permintaan cangkaleng (kolang-kaling) banyak sekali dan harganya juga lagi mahal," ujar Omay belum lama ini.

Dalam satu kali rebusan, ternyata dia bisa memproduksi kolang-kaling sebanyak 10 hingga 15 kilogram. Sedangkan dalam satu hari, dia mampu merebus buah aren untuk diolah jadi kolang-kaling sebanyak 4-5 kali rebusan.

"Sehingga setiap hari bisa menghasilkan 60 kilogram, tapi kalau gak berhenti merebus bisa sampai 80 kilogram. Kalau sampai sore paling cuma 50-60 kilogram," kata Omay.

Menurutnya, permintaan kolang-kaling tersebut sangat tinggi karena menjadi makanan paling banyak diburu saat bulan Ramadan untuk dijadikan kudapan saat berbuka puasa.

Makanan yang kenyal berbentuk lonjong dan berwarna putih itu, kata Omay, saat ini dipatok dengan harga Rp 8.000 hingga Rp 10 ribu per kilogram, sedangkan hari biasa hanya dijual dengan harga Rp 3000 per kilogram.

"Tahun ini merupakan Ramadan paling besar permintaan kolang-kaling, mungkin karena saat ini ada pelonggaran kegiatan masyarakat," ucapnya.

Baca juga: Berkah Ramadan Tahun Ini untuk Kiper Persib Bandung Aqil Savik, Apa Itu?

Biasanya, Omay menjual kolang-kaling hasil produksinya itu ke pedagang di pasar maupun ke pedagang kolak, es buah, es campur dan lain-lain. Sebab, pada umumnya kolang-kaling tersebut hanya sebagai bahan pelengkap dalam setiap menu buka puasa.

"Alhamdulillah, selama bulan Ramadan ini permintaan kolang-kaling ke saya selalu ramai. Kebanyakan saya menjual ke pedagang maupun ke pasar," ujar Omay.

Omay pun tak berhenti bersyukur dengan tingginya permintaan ini karena selama pandemi Covid-19 yang sudah berjalan selama 2 tahun, permintaan pasar terhadap kolang-kaling menurun drastis.

Bahkan dirinya sempat membuang kolang-kaling hasil produksinya itu karena tidak ada pembeli. Akhirnya kerugiannya bisa terganti saat bulan Ramadan tahun ini.

"Selama pandemi Covid-19 rugi karena banyak yang terpaksa dibuang. Kalau sekarang Alhamdulillah meningkat, dalam sehari bisa untung Rp 500 ribu bersih," katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved