Tabrak Lari Handi dan Salsabila, Kolonel Priyanto Terancam Hukuman Mati, Percakapan Pelaku Terungkap

Kolonel Priyanto didakwa Pasal 340 KUH Pidana tentang pembunuhan berencana terkait tabrak lari Handi dan Salsabla di Nagreg Bandung

Editor: Mega Nugraha
Pendam XIII/Merdeka
Kolonel Inf Priyanto saat dibawa dua anggota penyidik Polisi Militer di Bandara Sam Ratulangi Manado menuju Bandara Soekarno Hatta. Kolonel Priyanto adalah penabrak Handi dan Salsabila dan yang memerintahkan keduanya dibuang ke Sungai Serayu. 

TRIBUNJABAR.ID,JAKARTA- Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta menggelar sidang kasus tabrak lari yang menewaskan sepasang remaja bernama Handi dan Salsabila di Nagreg, beberapa waktu lalu.

Sidang perdana dengan terdakwa Kolonel Inf Priyanto itu digelar Selasa (8/3/2022) dengan agenda pembacaan dakwaan.

Sidang dipimpin Hakim Ketua Brigadir Jenderal Faridah Faisal, dengan hakim anggota Kolonel Corps Hukum (CHK) Suryadi Syamsir, dan Kolonel Sus Mirtusin.

Dalam pembacaan dakwaan itu, Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Sus Wirdel Boy mengungkapkan beberapa fakta. Di antaranya bahwa Kolonel Inf Priyanto ternyata sempat membentak anak buahnya setelah mereka menabrak sejoli Salsabila (14) dan Handi Saputra (17) pada 8 Desember 2021 silam.

"Kita itu tentara, kamu tidak usah cengeng. Tidak usah panik. Pokoknya cukup kita bertiga yang tahu," kata Kolonel Sus Wirdel Boy menirukan ucapan Kolonel Inf Priyanto.

Wirdel mengatakan bentakan tersebut ditujukan kepada Kopda Andreas Dwi Atmoko yang saat kejadian bertugas sebagai sopir mobil Isuzu Panther membawa Handi Saputra dan Salsabila.

Merujuk hasil penyidikan Puspom TNI dalam berkas dakwaan, awalnya Andreas yang mengemudikan mobil merasa bersalah karena sudah menabrak kedua korban di Jalan Raya Nagreg.

"Saksi dua berkata 'kasihan bapak, itu anak orang. Pasti dicari orang tuanya, mending kita balik ke Puskesmas yang ada di pinggir jalan tadi'," kata Wirdel Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.

Tapi Priyanto yang saat kejadian duduk di kursi depan sebelah kiri Andreas justru membentak prajurit TNI itu agar diam dan mengikuti perintahnya saja mengemudikan mobil. Meski diminta diam, Andreas yang secara pangkat di bawah Priyanto kembali menyarankan mantan pimpinannya itu agar mereka tidak tidak membuang kedua korban ke Sungai Serayu.

Andreas yang saat kejadian mengemudikan kendaraan merasa bersalah karena akibat dia Handi mengalami luka berat, dan Salsabila tewas di lokasi kejadian akibat luka di kepala.

Tapi Priyanto yang merupakan mantan Kasi Intel Komando Resor Militer 133/Nani Wartabone, Kodam XIII/Merdeka itu tetap memaksa Andreas menuruti perintah untuk kabur dan membuang kedua korban.

"Kemudian dijawab terdakwa (Priyanto) 'Ikuti perintah saya, kita lanjut saja'. 'Kamu jangan cengeng. Nanti kita buang saja mayatnya ke sungai setelah sampai di Jawa Tengah'," ujar Wirdel menirukan ucapan Priyanto.

Berulang kali Andreas menyarankan agar Priyanto mengurungkan niatnya membuang korban. Tapi perwira menegah TNI AD itu tetap saja tidak menerima saran yang diberikan.

Kolonel Priyanto menolak mentah-mentah saran Andreas dan Koptu Ahmad Soleh (saksi tiga) yang saat kejadian duduk di bangku tengah dalam keadaan setengah jongkok dekat jasad Salsabila.

"Dijawab terdakwa 'Kita itu tentara, kamu tidak usah cengeng. Tidak usah panik. Pokoknya cukup kita bertiga yang tahu'. Lalu terdakwa, saksi dua dan saksi tiga kembali melanjutkan perjalanan," tutur Wirdel.

Peristiwa kecelakaan di Nagreg terjadi pada 8 Desember 2021. Saat itu Priyanto bersama dengan Koptu Ahmad Soleh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko menaiki mobil melintas di Jalan Raya Nagreg menuju Yogyakarta. Dalam perjalanan tersebut, mobil Isuzu Panther yang dikemudian Kopda Andreas Dwi Atmoko menabrak sepeda motor Satria FU yang dikemudian Handi dengan penumpang Salsabila.

Kencangnya benturan mengakibatkan kedua korban terpental dalam keadaan Handi tergeletak dekat ban depan, sementara Salsabila masuk ke dalam kolong mobil Isuzu Panther.

Sejumlah warga di sekitar lokasi yang diperiksa jadi saksi oleh penyidik Puspom TNI sempat berupaya menolong korban sembari menunggu jajaran Unit Laka Satlantas setempat tiba. Namun setelah beberapa saat ditunggu petugas kepolisian setempat tidak kunjung datang, sehingga Kolonel Priyanto 'berinisiatif' membawa kedua korban dengan memasukkan ke mobil.

Priyanto kemudian memerintahkan Kopda Andreas untuk memacu kendaraan, pergi dari lokasi kejadian hingga akhirnya tiba di aliran Sungai Serayu, Jawa Tengah, lokasi kedua korban dibuang.

Didakwa Pasal Pembunuhan Berencana dengan Ancaman Pidana Mati

Kolonel Priyanto, ujar Wirdel, dijerat dakwaan gabungan sesuai penyidikan Puspom TNI dan pemeriksaan berkas Oditurat Militer Tinggi II Jakarta.

Yakni, Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Ancaman hukumannya, maksimal hukuman mati, seumur hidup atau 20 tahun penjara.

Kolonel Priyanto dijerat pasal 340 KUHP karena dari penyelidikan Puspom TNI Handi dibuang ke aliran Sungai Serayu dalam keadaan hidup.

Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Mengacu pada pasal 340 KUHP yang dijadikan dakwaan primer, Priyanto terancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu, atau paling lama 20 tahun penjara.

Terdakwa lainnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh diadili terpisah pada dua perkara. Untuk perkarai kecelakaan lalu lintas, kata Wirdel, keduanya disidang di Pengadilan Militer Bandung, sementara untuk perkara pembuangan mayat disidang di Pengadilan Militer Yogyakarta.

Dari hasil penyelidikan Puspom TNI ketiganya terbukti menabrak kedua korban di kawasan Nagreg lalu membuang jasad korban di Sungai Serayu, untuk menghilangkan barang bukti. Berdasar hasil pemeriksaan tim dokter Biddokes Polda Jawa Tengah, Handi dalam keadaan hidup saat dibuang ke aliran sungai.

Sidang rencananya akan kembali digelar, pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi. Oditur Militer juga berencana menghadirkan dokter, yang melakukan otopsi dan visum terhadap dua jenazah korban, sebagai saksi ahli di persidangan.(tribun network/bim/dod)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved