Warjem, Tempat Kuliner di Jatinangor Selalu Ramai Oleh Mahasiswa yang Ngopi, Ngemil, dan Makan-makan
Di kawasan Jatinangor Sumedang, mahasiswa menamai warung kopi ini Warjem alias Warung Jembatan yang selalu ramai dengan yang ngopi, ngemil, dan makan
Penulis: Kiki Andriana | Editor: Darajat Arianto
Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana
TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Tren minum kopi di kafe atau kedai modern dengan ragam cara seduhan seperti espresso, manual brew, latte, atau V60, ternyata tak mengalahkan tradisi minum kopi di warung kopi.
Buktinya, warung-warung kopi yang harganya "merakyat" tetap ada dan menjadi favorit untuk ngopi dan ngemil.
Di kawasan pendidikan Jatinangor Sumedang, sebuah warung kopi yang terletak di pinggir sebuah jembatan di Dusun Caringin RT03/11, Desa Sayang, nyaris tak pernah sepi didatangi mahasiswa.
Karena letaknya yang di pinggir jembatan, para mahasiswa menamai warung kopi ini Warjem alias Warung Jembatan.
Warung ini selalu ramai, meski tak ada yang spesial. Kopi yang disajikan pun hanya kopi saset yang diseduh dengan air mendidih dari langseng di meja saji.
Tetapi, justru itulah daya tariknya. Kopi seduh dadakan, Dan yang terpenting, harganya murah.
Tak suka kopi? Minuman lain seperti susu panas atau air jeruk instan juga ada.
Sambil menikmati kopi, pengunjung bisa pula menikmati camilan hangat berupa gorengan. Ada bala-bala, gorengan tempe, atau gehu.
Jika camilan belum cukup, ada bubur ayam, bubur kacang hijau, nasi goreng, nasi orak-arik, dan mie rebus yang bisa dipesan dan disajikan dadakan pula.
Baca juga: 4 Tempat Kuliner di Bandung Sajikan Makanan Khas Sunda Autentik dan Variasinya, Ada Sushi Leunca
"Tiap hari selalu penuh mahasiswa. Ada juga masyarakat di sekitar ini, ada juga pelajar. Warjem ini buka 24 jam," kata Juhana (42) pemilik Warjem di lapak dagangannya, Minggu (6/3/2022).
Juhana yang warga Desa Dukuh Loh, Kecamatan Sindang Agung, Kabupaten Kuningan ini telah membuka warung tersebut sejak tahun 2007.
Bermodal Rp10 juta, dia mengontrak bangunan warung seluas 2,5 x 4 meter. Uang Rp6 juta dipakai biaya kontarakan setahun, sisanya dipakai modal beli perkakas dan bahan olahan.
"Begitulah, dua tahun pertama berjalan biasa saja. Tahun 2009 mulai terasa ada perubahan, semuanya dimudahkan, bahkan mulai punya pegawai, tiap tahun tambah satu pegawai," kata ayah dua anak, Mohamad Rizki Aulia Ramadan (12) dan Rafiski Haikal Januar (2) ini.
