Kapolda Sumut Jelaskan Soal Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat, Ini Tujuannya, ''Niatnya Baik''

Menurut Kapolda, kerangkeng itu untuk merehabilitasi pengguna narkoba.

Editor: taufik ismail
HO via Tribun Medan
Penjara di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin, kerangkeng diduga tempat penyiksaan para pekerja. 

Di mana, Terbit Rencana Peranginangin melakukan perbudakan modern terhadap para pekerja kebun sawit, di kediaman pribadinya Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat.

Dari penelusuran Migrant CARE, terdapat dua penjara yang digunakan Terbit Rencana untuk menyiksa para pekerja.

"Bahwa situasi ini jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, prinsip anti penyiksaan, di mana pemerintah Indonesia telah meratifikasi dan hak atas kebebasan bergerak yang diatur dalam instrumen HAM," kata Penanggung Jawab Migrant CARE, Anis Hidayah, melalui sambungan telepon genggam, Senin (24/1/2022).

Ia mengatakan, adanya dugaan perbudakan modern dan perdagangan manusia ini jelas sudah melanggar Undang-undang nomor 21 Tahun 2007.

"Bahkan situasi di atas mengarah pada dugaan kuat terjadinya praktek perbudakan modern dan perdagangan manusia yang telah diatur dalam UU nomor 21/2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang," ucapnya.

Di lahan belakang rumah Bupati Langkat ditemukan ada kerangkeng manusia yang menyamai penjara (besi dan digembok) untuk para pekerja sawit di ladangnya.

"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," ucapnya.

Anis mengatakan, para pekerja kebun sawit juga kerap mendapat penyiksaan oleh orang suruh Terbit. Bahkan, para pekerja juga mengalami luka-luka lebam akibat penyiksaan yang dilakukan.

"Para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya, sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka," ujarnya.

Setiap harinya, kata Anis para pekerja dipekerjakan secara paksa oleh Terbit. Bahkan, para pekerja harus bekerja selama 10 jam lamanya.

"Para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya selama 10 jam, dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore," katanya.

Setelah selesai bekerja, Terbit memenjarakan para pekerjanya agar tidak bisa lari ke mana-mana.

"Setelah mereka bekerja, dimasukkan ke dalam kerangkeng/sel dan tidak punya akses ke mana-mana," ujarnya.

Kemudian, para pekerja juga diberikan makan hanya dua kali dalam sehari. Itu pun, katanya, makanan yang diberikan tidak layak dimakan oleh manusia.

Selain itu, para pekerja juga tidak mendapatkan upah atau gaji dari Terbit. Jika meminta upah, kerap pekerja mendapatkan pukulan dan siksaan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved