Kisah Warsidi Urus Buaya Selama 35 Tahun, Kini Upahnya Rp 400 Ribu
Pria bernama Warsidi sudah sejak 1986 mengurus buaya di Taman Buaya Indonesia Jaya. Taman Buaya Indonesia saat ini sudah diurus generasi ketiga.
TRIBUNJABAR.ID,BEKASI- Pria bernama Warsidi sudah sejak 1986 mengurus buaya di Taman Buaya Indonesia Jaya di Bekasi. Taman Buaya Indonesia saat ini sudah diurus generasi ketiga.
Warsidi tetap setia mengurus buaya-buaya di lokasi wisata itu. Dia sudah ada disana selama sejarah taman buaya Indonesia ada.
Mulai dari penangkaran buaya di Jakarta yang kini sudah tutup, penangkaran di Tangerang juga sudah tutup dan kini di Bekasi, persisnya di Desa Sukaragam, Jalan Raya Serang - Cibarusah KM 3 Bekasi, Jawa Barat.
"Saya ngurusin buaya sejak tahun 1986 sampai sekarang. Saat itu masih usia 14 tahun. Disini dari tahun 1991 hingga saat ini," ujarnya dikutip dari Tribunnews, Rabu (12/1/2022).
Baca juga: Herry Wirawan Rudapaksa Santriwati Harus Miskin, Dituntut Bayar Denda Dan Restitusi Nyaris Rp 1 M
Tahun 1986, dia sudah jadi anak yatim. Dia membantu perekonomian keluarga dengan mengurus buaya setelah ditawari kerja pemilik taman buaya Indonesia, Lukman Arifin.
"Tidak tahu, jiwa saya malah larinya ke penangkaran buaya. Dulu buayanya sampai 15000 ekor, kalau sekarang kisaran 600 ekor. Disini 320-an sisanya di Tanjung Pasir," tambahnya.
Sejak 1986, sudah tak terhitung dia merawat dan mengurus biaya bak anaknya sendiri dengan gampang-gampang susah.
Saat ini, dengan mengurus buaya, dia mendapat upah Rp 350 ribu hingga Rp 400 ribu. Dalam sepekan, dia memberi makan buaya pada Selasa dan Jumat.
Salah satu hal tersulit mengurus buaya adalah saat musim kawin dan saat buaya mati.
Baca juga: Habib Bahar Masih Belum Dibebaskan, Kuasa Hukum Kembali Ajukan Penangguhan Penahanan
"Biasanya kalau musim kawin, buaya kerap loncat keluar kandang. Biasanya ukuran dua meteran yang loncat keluar. Biasanya nyari sarang. Loncatnya tidak sampai keluar, hanya di saluran pembatas antara kolam buaya dan lokasi pengunjung," terangnya.
Sedangkan saat buaya mati, itu juga menyulitkan karena ada kalanya manusia tidak tahu jika buaya mati. Hal itu karena saat mati, buaya tak bergerak berhari-hari.
Kemudian saat telur buaya menetas, itu juga sulit karena dia harus mendekati buaya kemudian memisahkan telur agar tidak dimangsa.
Warsidi mencoba mengingat kembali bagaimana saat alm. pemilik pertama memerhatikan betul kondisi buaya dan karyawan.
"Kalau saya ngerawat buaya itu seperti milik sendiri. Cuman beratnya itu doang, hidup disini sudah tidak ada jaminannya. Memang rumah, listrik, air tidak bayar, tetapi kan ada resikonya juga," terangnya.
Ayah dari dua anak ini pun hanya bisa mengenang masa-masa alm pemilik pertama yang tak hanya memerhatikan buaya, melainkan karyawan pula.