Guru Rudapaksa Santri

Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati, KPAI: Bisa Jadi Ancaman Maksimal buat Penjahat Seksual Lainnya

Kejaksaan Tinggi Jawa Barat telah membacakan tuntutan hukum di persidangan Herry Wirawan, si pelaku kejahatan seksual kepada belasan santrinya.

Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Hermawan Aksan
Tribun Jabar/ Nazmi Abdurrahman
Terdakwa pemerkosaan terhadap 13 siswa di Bandung, Herry Wirawan, akhirnya dihadirkan di Pengadilan. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kejaksaan Tinggi Jawa Barat telah membacakan tuntutan hukum di persidangan Herry Wirawan, si pelaku kejahatan seksual kepada belasan santrinya.

Tuntutannya ialah hukuman mati guna memberikan efek jera.

Kadivwasmonev KPAI, Jasra Putra, berharap tuntutan jaksa dapat membawa rasa keadilan bagi belasan santri dan bayi-bayinya serta keluarga yang menjadi korban.

Dia pun mengapresiasi tuntutan jaksa yang mewakili rasa keadilan keluarga korban dan masyarakat, apalagi hasil putusan itu diusulkan kepada hakim dengan memperhatikan dan berpusat pada pemulihan korban untuk jangka panjang.

Baca juga: Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati, Tiap korbannya Punya Kisah Mengerikan, Ada yang Ogah Urus Anak

"Kami tentu menghormati apa pun keputusan hakim atas tuntutan jaksa," katanya, Selasa (11/1/2022) saat dihubungi Tribunjabar.id.

"Apa yang terjadi di proses persidangan Herry Wirawan ini menunjukkan komitmen penegakan hukum yang berpusat ke pemulihan korban, masa depan anak-anak, dan masa depan bayi."

"Bila dikabulkan hakim, ya tentu akan jadi ancaman untuk para pelaku kejahatan seksual lain."

Dia juga menyoroti beberapa kasus serupa, semisal kasus korban bunuh diri dan dipaksa untuk aborsi sampai meninggal dunia, lalu ada anak yang masih di bawah umur di Jakarta harus menanggung perbuatan bejat pamannya.

"Kini sudah saatnya berani melapor dan memperjuangkan karena tingginya komitmen para aparat penegak hukum dalam memproses kasus-kasus kejahatan seksual."

"Kami berharap restitusi untuk para korban benar-benar dikawal oleh LPSK seperti PP nomor 43 tahun 2017 tentang pelaksanaan restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana," ujarnya.

Selanjutnya, Jasra berharap pengawalan dapat berlangsung sampai tuntas dan memberi pendampingan jangka panjang. 

Kuasa Hukum Korban Optimistis

Pengacara salah satu korban rudapaksa, Yudi Kurnia, mengatakan salah satu unsur yang bisa menjatuhkan hukuman mati terhadap Herry Wirawan adalah korban lebih dari satu orang. 

"Hukuman mati itu salah satu unsurnya adalah korban lebih dari satu orang," ujarnya saat dihubungi Tribunjabar.id, Selasa (11/1/2022). 

Pihaknya optimistis putusan nanti terhadap tersangka Herry Wirawan akan sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni hukuman mati. 

Terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan dengan tangan diborgol diapit petugas Kejati Jabar saat ikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung di Jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, Selasa (11/1/2022).
Terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan dengan tangan diborgol diapit petugas Kejati Jabar saat ikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung di Jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). (Humas Kejati Jabar)

Penuhi Syarat Dihukum Mati

Menurut jaksa, Herry Wirawan terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan (3) jo Pasal 76 D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Pasal 81
Ayat 1

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp 300 juta.

Ayat 2

Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Ayat 3

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 76 D

Setiap Orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Adapun tuntutan menjatuhkan hukuman mati didasarkan pada 81 ayat 5 Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 2016 jadi Undang-undang.

Setelah jaksa membacakan tuntutan, selanjutnya Herry Wirawan akan membacakan pembelaannya.

Setelah itu, tiba saatnya hakim memutuskan perkara itu.

Lantas, bisakah Herry Wirawan terbebas dari jeratan hukuman mati dari hakim, hal itu tergantung dari pembuktian unsur Pasal 81 ayat 5.

Pasal 81 ayat 5 Undang-undang Nomor 17 tahun 2016:

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D, menimbulkan:

1. Korban lebih dari 1 (satu) orang,

2. Mengakibatkan luka berat,

3. Gangguan jiwa,

4. Penyakit menular,

5. Terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi,

6. Dan/atau korban meninggal dunia,

pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun.

Komisioner Komnas HAM Tak Seju Hukuman Mati

Komisioner Komnasham, Beka Ulung, tak setuju dengan tuntutan jaksa Kejati Jabar menuntut Herry Wirawan, pelaku rudapaksa santriwati dengan hukuman mati.

Beka Ulung juga tak setuju dengan tuntutan kebiri kimia.

Alasannya, bertentangan dengan HAM.

Baginya, hak hidup adalah hak yang tak bisa dikurangi dalam situasi apa pun.

"Saya setuju jika pelaku (Herry Wirawan) perkosaan dan kekerasan seksual dengan korbannya anak-anak jumlah banyak dihukum berat atau maksimal, bukan hukuman mati atau kebiri kimia," katanya saat dihubungi, Selasa (11/1/2022).

Ketika ditanyakan terkait hukuman berat atau maksimal yang seperti apa, Beka mengaku hukuman maksimal yang sesuai dengan KUH Pidana dan undang-undang tentang perlindungan anak.

KUH Pidana yang berlaku saat ini merupakan aturan yang dibuat pemerintah kolonial seabad lalu.

Di KUH Pidana, masih mengatur pidana mati, tepatnya di Pasal 10.

Pasal 10 KUH Pidana:

Pidana terdiri atas pidana pokok, pidana mati, penjara, kurungan, dan denda — dan pidana tambahan — pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim.

Sedangkan di Undang-undang Perlindungan Anak, juga mengatur soal pidana mati di Pasal 81 ayat 5 Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 jadi Undang-undang. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved