Guru Rudapaksa Santri

Guru Bejat Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati, Kenapa Harus Kebiri Kimia Juga? Ini Alasan Jaksa

Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar memiliki alasan mengapa menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati dan kebiri kimia.

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Hermawan Aksan
Tribun Jabar/ Nazmi Abdurrahman
Terdakwa pemerkosaan terhadap 13 siswa di Bandung, Herry Wirawan, akhirnya dihadirkan di Pengadilan. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar memiliki alasan mengapa menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati dan kebiri kimia.

Kasipenkum Kejati Jabar, Dodi Gazali Emil, mengatakan, tuntutan kebiri menjadi opsi jika nantinya majelis hakim memvonis terdakwa hanya dengan hukuman penjara selama 20 tahun atau seumur hidup.

"Kita mempersiapkan segala sesuatunya. Kalau nantinya hakim memutuskan dia seumur hidup, berarti dia kan masih hidup dan masih bisa dikebiri karena untuk menghindari jangan sampai dia berbuat lagi dalam beberapa waktu mendatang," ujar Dodi saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (12/1/2022).

"Kalau misalnya diputus 20 tahun tapi tidak menuntut kebiri, nanti hakim bilang gak ada tuntutan kebiri, kan bisa saja."

Baca juga: Herry Wirawan Rudapaksa Santriwati Harus Miskin, Dituntut Bayar Denda Dan Restitusi Nyaris Rp 1 M

"Nah, itu intinya."

"Jadi, segala sesuatunya kita siapkan," tambahnya.

Sebaliknya, kata dia, jika majelis hakim mengabulkan tuntutan pertama jaksa, berupa hukuman mati terhadap Herry, maka kebiri bakal dipertimbangkan apakah perlu atau tidak.

"Pada dasarnya ini terobosan hukum yang dilakukan untuk bagaimana membuat jera dan membuat orang takut untuk melakukan perbuatan seperti itu."

"Ini perbuatan yang sangat serius dan perbuatan yang sangat keji dan merugikan banyak anak."

"Ini bentuk komitmen kejaksaan bagaimana melindungi anak," katanya.

Dalam sidang kemarin, terdakwa kasus rudapaksa terhadap 13 santriwati di Bandung, Herry Wirawan, dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum.

Jaksa menilai terdakwa Herry Wirawan terbukti melakukan tindak pidana Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, yakni melakukan tindakan pencabulan tersebut terhadap belasan anak didiknya.

”Dalam tuntutan kami, pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai bukti komitmen kami memberi efek jera pada pelaku atau pada pihak-pihak lain yang akan melakukan kejahatan (seksual)," ucap Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asep N Mulyana, seusai persidangan di Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung, Selasa (11/1/2022).

Baca juga: Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati, Tiap korbannya Punya Kisah Mengerikan, Ada yang Ogah Urus Anak

Tak hanya itu, jaksa juga meminta agar yayasan milik Herry dan semua asetnya dirampas untuk diserahkan ke negara.

"Yang selanjutnya digunakan untuk biaya sekolah bayi korban," katanya.

Aturan mengenai penyebaran identitas terdakwa, seperti yang diminta jaksa, tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Asep mengungkapkan, hal yang memberatkan Herry karena ia memakai simbol agama dan pendidikan untuk memanipulasi para korban di bawah umur.

"Alasan pemberatan memakai simbol agama, pendidikan untuk memanipulasi dan menjadikan alat justifikasi bagi terdakwa untuk melakukan niat jahat dan melakukan kejahatan ini yang membuat anak terperdaya karena manipulasi agama dan pendidikan," kata Asep.

 
Selain tuntutan hukuman mati dan kebiri, jaksa juga menuntut kepada majelis hakim untuk menjatuhkan pidana sebesar Rp 500 juta dan subsider selama satu tahun kurungan, serta mewajibkan terdakwa untuk membayarkan restitusi kepada anak-anak korban yang totalnya mencapai Rp 330 juta, subsider satu tahun kurungan.

Baca juga: Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati, KPAI: Bisa Jadi Ancaman Maksimal buat Penjahat Seksual Lainnya

Terus Menunduk

Kemarin, kali pertama Herry dihadirkan langsung di ruangan persidangan.

Ia tak banyak berkomentar terkait tuntutan itu.

Sebelum menjalani sidang, Herry, yang biasanya menjalani sidang dari Rutan Kebonwaru, terlihat lebih sering menunduk.

Ia hadir di PN Bandung dengan mengenakan peci hitam dan masker putih serta kemeja putih dibalut rompi tahanan berwarna oranye.

Sejak tiba di PN Bandung, Herry lebih banyak menatap kedua tangannya diborgol.

Dia tak berkutik saat dicecar wartawan yang menghujaninya dengan berbagai pertanyaan terkait kasusnya.

Sejumlah tim dari Kejati Jabar merangkul Herry agar segera masuk ruang sidang.

Herry juga mendapatkan penjagaan ketat saat keluar sidang.

Pesimistis

Mengomentari tuntutan yang diajukan jaksa, keluarga korban yang berada di Garut mengatakan tuntutan tersebut memang menjadi poin-poin yang diperjuangkan pihak keluarga melalui kuasa hukum.

"Itu belum putusan, semoga (putusan) nanti sesuai sama tuntutan," ujar AN (34), salah seorang keluarga korban.

Namun, AN mengaku pesimistis bahwa putusan hakim akan sesuai dengan tuntutan.

"Apalagi secara historis hukum di Indonesia untuk kasus yang sama belum banyak yang dihukum mati," ucapnya.

Menurutnya, jika majelis hakim nantinya memutuskan hukuman mati untuk Herry Wirawan, maka akan jadi sejarah baru dan memberikan efek jera terhadap pelaku rudapaksa.

"Mudah-mudahan hukuman mati, jadi awal sejarah baru," ujarnya.

Hal senada dikatakan Yudi Kurnia, kuasa hukum korban.

"Ini kan baru tuntutan, ya nanti mudah-mudahan dari majelis hakim memutus sesuai dengan tuntutan, tidak ada pengurangan atau tidak ada pertimbangan yang dapat mengurangi tuntutan."

"Ini sudah jelas kejadian luar biasa, sebetulnya tidak ada alasan hukuman dikurangi," ujarnya.

Terkait tuntutan jaksa, kuasa hukum Herry Wirawan, Ira Mambo, belum bersedia banyak berkomentar.

"Pendapat kami mengenai tuntutran jaksa akan kami tuangkan di pleidoi."

"Jadi, kami belum bisa tanggapi saat ini, mohon dimaklumi," kata Ira saat dihubungi melalui telepon.

Pleidoi, kata Ira, adalah hak Herry sebagai terdakwa.

"Pembelaan akan kami sampaikan secara tertulis di muka persidangan."

"Terdakwa pun diberikan kesempatan memberikan pembelaan dengan kata-kata pribadinya," kata Ira. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved