Guru Rudapaksa Santri

Korban Rudapaksa Minta Ganti Rugi, Herry Wirawan Berbelit-belit di Persidangan Hingga Mengaku Khilaf

Setiap korban rudapaksa Herry Wirawan mengajukan ganti rugi yang berbeda-beda berdasarkan penilaian psikolog, kebutuhan psikis, dan pemulihan kondisi

Istimewa
Herry Wirawan, guru ngaji bejat yang merudapaksa 13 santriwati di bawah umur hingga hamil. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG- Para korban rudapaksa yang dilakukan Herry Wirawan (36) mengajukan restitusi atau ganti rugi.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebut ganti rugi para korban mengacu pada peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2017 tentang pelaksanaan restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana.

Terdapat tiga komponen jenis-jenis ganti rugi yang dapat dimohonkan, yakni ganti kerugian atas kehilangan penghasilan atau kekayaan, penderitaan yang ditimbulkan akibat tindak pidana, dan ketiga biaya medis serta psikologis yang timbul akibat proses hukum yang masih berlangsung.

"Sebagai korban di PP 43 tahun 2017 turunan UU perlindungan anak dimungkinkan para anak korban mendapatkan ganti kerugian restitusi," kata Afdan V Jova, tenaga ahli LPSK di PN Bandung, Kamis (6/1/2022).

Kemarin merupakan sidang ke-13 pelaku rudapaksa Herry Wirawan terdakwa terhadap 13 siswi di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kamis (6/1/2022).

Dalam sidang tersebut, perwakilan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai saksi ahli.

Baca juga: Kapolresta Bandung Dijabat Kombes Kusworo Wibowo, Sedang Buru Pelaku Rudapaksa Santriwati

"Pertama LPSK hari ini hadir sebagai saksi ahli terkait restitusi, permohonan ganti kerugian dari para korban. Fakta persidangan bisa ditanya ke rekan kejaksaan," ujar 

"Tiga poin komponen diajukan para korban yang LPSK hitung nilai kewajaran dan diajukan ke pengadilan," ucapnya.

Afdan tidak memerinci apa saja dan berapa nilai ganti rugi yang dimohonkan para korban rudapaksa.

Menurut Afdan, setiap korban mengajukan ganti rugi yang berbeda-beda berdasarkan penilaian psikolog, kebutuhan psikis, dan pemulihan kondisi para korban ke depan.

"Pertama (perbedaan nilai ganti rugi) terkait penilaian psikolog, kebutuhan psikis dan pemulihan ke depan masing-masing korban kebutuhan berbeda itu yang membuat perbedaan. Kami enggak bisa memberikan nilai angka," katanya.

Baca juga: Rudapaksa di Pesantren Kembali Terjadi, Kali Ini di Kabupaten Bandung, 3 Santriwati Jadi Korban

Herry Wirawan mengaku khilaf

Permintaan maaf datang dari Herry Wirawan (36), predator yang merudapaksa 13 santriwati.

Akibat perbuatannya, delapan siswi melahirkan sembilan bayi. Satu di antara siswi itu melahirkan dua kali.

Permintaan maaf Herry Wirawan disampaikan dalam persidangan ke-12 di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Selasa (4/1/2022).

Dalam sidang itu, Herry Wirawan masih mengikutinya secara virtual dari Rutan Kebonwaru Bandung. 

Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, Dodi Gazali Emil, mengatakan, Herry Wirawan selalu berbelit-belit menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum (JPU) soal motif merudapaksa belasan siswi

"Ketika ditanyakan motifnya, itu jawabannya yang masih berbelit belit. Ujung-ujungnya, dia minta maaf dan khilaf. "Itu yang disampaikan oleh HW," ujar Dodi seusai persidangan Selasa lalu. 

Menurut Dodi, Herry Wirawan mengakui semua perbuatannya seperti yang tercantum dalam dakwaan.

Baca juga: Ayah Jenguk Anak di Pesantren, Dikira Sakit Ternyata Lahirkan Anak, Korban Rudapaksa Pengasuh Pondok

Termasuk fakta-fakta persidangan yang muncul, kemudian meminta maaf karena khliaf.

"Iya, kan kalau di (sidang) dia sampaikan seperti itu (meminta maaf)," katanya.

Bohongi Bidan

Kasus guru rudapaksa santriwati yang dilakukan Herry Wirawan masih terus bergulir.

Fakta-fakta baru terkait kasus ini pun mulai terbuka perlahan-lahan.

Lewat Sidang tertutup dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi itu digelar di PN Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Selasa (28/12/2021), terbongkar kebohongan-kebohongan Herry Wirawan untuk memuluskan aksi setannya.

Salah satu kebohongan dikatakan Herry Wirawan kepada dokter kandungan untuk menutupi tingkah bejatnya.

Proses persalinan siswa korban rudapaksa Herry Wirawan (36) ternyata dibantu dokter kandungan dan bidan sebuah klinik. 

"Jadi, ada saksi dari dokter dan bidan."

"Ini untuk lahiran salah satu (santriwati) yang terakhir sebelum HW ditangkap," ujar Kasipenkum Kejati Jabar, Dodi Gazali Emil, seusai persidangan hari itu. 

Baca juga: Residivis Jadi Pengurus Ponpes, Rudapaksa Santriwati, Terungkap saat Korban Melahirkan di Toilet

Berdasarkan kesaksian dokter dan bidan saat persidangan, kata Dodi, Herry Wirawan datang ke klinik mendampingi siswa yang jadi korban rudakpaksa untuk melakukan persalinan. 

"Nah, HW menjelaskan usianya (korban) itu 20 (pada dokter dan bidan)."

"Kemudian ada kecurigaan dari dokternya, ketika proses melahirkan dia curiga karena dokter lebih mengetahui bagaimana kondisi seseorang itu masih di bawah 20 tahun," katanya. 

Dokter dan bidan yang bekerja di satu klinik itu, kata dia, mengaku hanya membantu persalinan satu siswa korban.

Adapun persalinan siswa korban lainnya belum diketahui. 

"Satu klinik, itu untuk kelahiran yang terakhir yang masih bisa dilacak. Itu untuk satu kelahiran saja," ucapnya. 

Menurut Dodi, sehari setelah membantu persalinan dokter kandungan dan bidan di klinik itu didatangi polisi.

Mereka didatangi untuk dijadikan saksi usai Herry ditangkap. 

"Kemudian, setelah satu hari membantu proses kelahiran itu, datanglah polisi dari Polda Jabar makanya dia dijadikan saksi dan benar waktu itu yang mendampingi adalah terdakwa," katanya.

Baca juga: Sidang Kasus Guru Rudapaksa 13 Santriwati Bakal Kembali Digelar, Herry Wirawan Bakal Dihadirkan?

Saudara sendiri dirudapaksa

Fakta itu terungkap dalam sidang ke-10 di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Selasa (28/12/2021).

Hadir dalam persidangan sejumlah saksi, di antaranya dokter kandungan dan bidan, serta orang tua dan kakak dari Herry. 

"Ya, itulah posisinya bahwa salah satu korban itu adalah kerabatnya HW."

"Itu keterangan keluarganya, kerabat jauh lah," ujar Kasipenkum Kejati Jabar, Dodi Gazali Emil, seusai persidangan. 

Dodi tidak menjelaskan sedekat apa hubungan kerabat antara Herry dengan korban.

Ia hanya memastikan, salah satu korban merupakan kerabatnya sendiri.  "Masih ada kerabat lah," katanya. 

Dewan Pembina Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bima Sena menambahkan, salah satu korban masih satu kerabat dengan istri Herry. 

"Ya, satu kerabat dengan istrinya. Jadi sepupu. Nanti dicek kepada istrinya," ujar Bima. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved