Penemuan Mayat di Subang
HARI KE-143 Kasus Subang: Penilaian Mengejutkan dari Praktisi Hukum, 'Kasus Ini Bias dan . . .'
Hari ini, Jumat (7/1/2022), kasus perampasan nyawa ibu dan anak di Subang, Jawa Barat, memasuki hari ke-143.
Penulis: Dwiky Maulana Vellayati | Editor: Hermawan Aksan
Laporan Kontributor Tribunjabar.id Subang, Dwiky Maulana Vellayati
TRIBUNJABAR.ID, SUBANG - Hari ini, Jumat (7/1/2022), kasus perampasan nyawa ibu dan anak di Subang, Jawa Barat, memasuki hari ke-143.
Pihak kepolisian dari Polda Jabar sampai dengan saat ini belum menetapkan tersangka kasus Subang ini.
Sudah sepekan lebih Dirreskrimum Polda Jabar merilis sketsa wajah terduga pelaku perampasan nyawa Tuti Suhartini (55) serta Amalia Mustika Ratu (23).
Terus berlarut-larutnya sampai dengan hampir lima bulan ini belum juga dapat terungkap membuat kasus tersebut menjadi bias dan lebih sulit untuk diungkap.
Baca juga: Janji Ungkap Kasus Subang Awal Tahun, Kapan Polisi Sebut Tersangka Perampasan Nyawa Tuti dan Amalia?
Hal itu diungkapkan oleh Dede Sunarya, praktisi hukum sekaligus tokoh masyarakat di Subang.
"Kita sudah melihat kerja keras dari polisi Polres Subang dan ditindaklanjuti oleh Polda Jabar, cuma berlarut-larutnya mungkin ini kasus yang sulit sehingga kasusnya jadi bias," ucap Dede kepada TribunJabar.id di Subang, Jumat (7/1/2022).
Kendati demikian, menurut Dede, pihak kepolisian pada kasus perampasan nyawa Tuti serta Amalia bekerja secara ekstrahati-hati dalam mengungkapnya.
Pasalnya, kasus ini menyangkut dari hak asasi manusia (HAM) sehingga pengungkapannya secara mutlak dari pembuktian yang tepat sasaran.
Baca juga: KASUS SUBANG, Praktisi Hukum Ini Sebut Polisi Belum Yakin Tetapkan Tersangka Meski Keluarkan Sketsa
"Polisi baik dari Polres, Polda, maupun Bareskrim Polri sudah bekerja maksimal, hanya saja lebih hati-hati dalam mengungkap kasus ini. Kita tentunya dukung terus polisi dan semoga dapat segera mengungkap," katanya.
Sebelumnya, Kapolda Jabar Irjen Pol Suntana menargetkan kepada jajaran Polda Jabar agar kasus tersebut dapat terungkap di awal tahun 2022.
Titik terang
Setelah hampir lima bulan pasca-kejadian dan kasus diambil alih Polda Jabar akhirnya menemukan titik terang.
Baca juga: Polisi Sudah Pegang Nama Tersangka Kasus Subang tapi Masih Ragu, Kata Warga Subang
Polisi merilis sketsa terduga pelaku.
Di sisi lain, meski sketsa pelaku dirilis, hal tersebut belum memuaskan publik untuk menjawab misteri perampasan nyawa ibu dan anak di Subang tersebut.
Tak sedikit spekulasi berkembang di masyarakat bahwa kasus Subang merupakan pembunuhan berencana yang melibatkan pembunuh bayaran.
Pasalnya, ditemukan indikasi dari beberapa temuan polisi di TKP yang mensinyalir pada motif tersebut.
Mengenai hal ini, kriminolog UI, Adrianus Meliala memberikan analisis terkait kasus Subang dalam wawancara bersama Aiman di KompasTV.
Adrianus Meliala menjelaskan, dia belum bisa memastikan karena kasus Subang masih dalam proses penyelidikan.
Namun, kriminolog itu menyebut dalam proses tersebut ia menganalisis ada kesan terdapat dua kelemahan.
Kelemahan pertama, menurutnya, dari hasil pemeriksaan forensik.
Adrianus menilai adanya langkah yang kurang tepat saat penanganan kasus.
Adapun kelemahan kedua, menurutnya, dari olah TKP yang dinilainya jorok atau kurang disterilkan.
Menurutnya, olah TKP tidak steril merupakan situasi yang sering terjadi.
Terutama dikaitkan dengan kinerja satuan wilayah daerah (bukan kota) yang jarang menangani kasus besar.
Hal ini kemudian, menurutnya, anggota kepolisian di satuan wilayah tersebut kurang terlatih.
"Alhasil ketika ada kasus besar ini semua orang ingin berkontribusi, ingin berbuat baik, tapi tadi berbuat baiknya ini malah mengacaukan, merusak TKP itu sendiri,” papar Adrianus Meliala dikutip Tribunjabar.id dari KompasTV, Rabu (5/1/2022).

Demikian, menurut Adrianus, karena TKP kurang steril, forensik kerap menemukan jejak yang tidak seharusnya ada di TKP.
Dari sana ada hal-hal yang perlu diperhatikan justru menjadi tidak diperhatikan.
Ia pun mencontohkan yang menjadi bukti TKP kurang steril, seperti rokok yang tertinggal.
Oleh karena itu, menurutnya, jikalau ada rokok yang berasal dari petugas, menurutnya, penyidik pun disibukkan dengan hal yang tak diperhatikan tersebut.
“Ketemu yang baru, ketemu yang baru tapi belum tentu alat bukti ya?” tanya Aiman.
Hal tersebut pun disetujui kriminolog UI tersebut.
Baca juga: Perbandingan Danu dengan Sosok Pelaku Rajapati Kasus Subang dalam Sketsa, 4 Hal ini Terbantahkan?
Kemudian Adrianus menyinggung, seandainya kepolisian melakukan penyelidikan belum menguatkan alat bukti, maka ada kemungkinan dibantah.
Hal ini yang menurutnya dikhawatirkan mengurangi rasa kepercayaan masyarakat kepada kepolisian.
Kejanggalan Kasus Subang
Aiman kembali mengingat dalam kasus Subang tersebut terdapat tiga kejanggalan.
Pertama, tidak ada tanda masuk secara paksa ke dalam rumah.
Dari kejanggalan tersebut diduga pelaku dapat masuk ke rumah karena punya akses atau memegang kunci.
Namun kemudian, dari mana pelaku mendapatan kunci rumah korban.
Kedua, polisi menemukan dua jejak kaki yang berbeda di lokasi TKP.
Saat itu belum bisa dipastikan apakah dua jejak kaki tersebut jejak pelaku atau bukan.
Ketiga, kejanggalan tidak ada barang yang hilang, kecuali telepon genggam milik Amalia Mustika Ratu.
Dari kejanggalan tersebut diduga motif perampasan nyawa bukan karena perampokan.
Oleh karena kepolisian mencari motif yang harus diselidiki dari perampasan nyawa terhadap Tuti dan Amalia tersebut.
Menanggapi kejanggalan dalam kasus Subang tersebut, Adrianus menggambarkan analisisnya.
Menurutnya, sejauh ini mestinya sudah ada gambaran tentang apa yang sebenarnya terjadi pada detik-detik terjadinya perampasan nyawa.
“Itu bisa menjelaskan bagaimana terjadi kejanggalan seperti itu,” ujarnya.
Adrianus menganalisa perbedaan antara pembunuhan dadakan dengan pembunuhan yang sudah direncanakan.
Menurutnya pembunuhan dadakan biasanya akan ada pelaku yang dianggap aneh, seperti reaksi pada sang korban.
Demikian ia melihat, polisi dalam hal ini pun belum bisa memastikan situasi perampasan nyawa di Subang tersebut, apakah direncanakan atau tidak.
Karena penjelasan kejadian tersebut tidak pernah dinyatakan polisi, maka menurut Adrianus timbul reaksi dari publik.
Hal tersebut lantas menurutnya menimbulkan opini bahwa ada keanehan atau kejanggalan.
“Padahal sebetulnya, hal-hal yang aneh itu tidak aneh jika kita tahu apa situasinya,” ujarnya.
Baca juga: UPDATE KASUS SUBANG, Pengacara Yosef Yakin Pelaku di Antara Saksi: yang Beri Keterangan Berubah-ubah
Pelaku profesional atau bukan
Saat ditanya apakah pelaku dalam kasus Subang profesional atau bukan, kriminolog ini mengungkap dia pun mengaku belum bisa memastikannya.
Namun jika pun benar jejak di TKP tidak ada maka hal tersebut menarik baginya.
Dalam artian ia pun dapat menangkap gambaran situasi pelaku yang sempat menghilangkan jejaknya di TKP.
Adapun terkait menghilang jejak, menurutnya hal tersebut pun bisa dilakukan oleh orang yang tidak profesional.
“Orang yang terencana tidak perlu profesional, tapi orang yang profesional pasti terencana. Maka sebetulnya bisa ke yang dua tadi,” ucapnya.
Saksi Berkelit
Lebih lanjut, kriminolog ini juga menganalisis situasi pengungkapan pelaku semakin sulit.
Ia menyinggung pemeriksaan berkali-kali kepada orang diduga sebagai pelaku.
Menurutnya, jika pertanyaan polisi tanpa rencanan jelas apa yang ditanya hingga berkali-kali maka orang tersebut tidak akan menjawab apa yang berbasis pada yang diketahui.
Justru jika pemeriksaan terus dilakukan orang ( saksi) akan mengarang cerita dan tidak akan menemukan fakta baru.
Melainkan opini-opini yang dikembangkan orang tersebut.
Menariknya, jika orang yang diperiksa tersebut adalah kunci, maka dengan mudah menurutnya mereka akan mengarang skenario untuk menjauhkan kecurigaan darinya.
Kemudian, Aiman meyakinkan apakah orang-orang tersebut artinya berkelit dan memberikan keterangan bohong.
“Jadi mereka tahu bagaimana mereka bisa berkelit dari apa yang sebenarnya harusnya dijawab oleh mereka,”
“Dan mereka sudah bisa memproduksi informasi-informasi yang sesungguhnya adalah kebohongan?” tanya Aiman memastikan.
Penegasan Aiman itu pun disetujui Adrianus Meliala, kriminolog tersebut. (*)