Guru Rudapaksa Santri

Terkait Kasus Herry Wirawan, Pakar Hukum: Tidak Dipublikasikan Bukan Berarti Tidak Diproses Hukum

Tidak sekedar melindungi korban, katanya, keputusan untuk memproses kasus tanpa publikasi terlebih dulu pun untuk menjaga keberlangsungan persidangan.

Instagram dan Istimewa
Herry Wirawan guru pesantren yang hamili santriwati bikin artis Preman Pensiun ikut kesal dan soroti foto yang viral di media sosial. 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pakar Hukum dari Universitas Katolik Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, mengatakan, langkah pemerintah dan berbagai pihak untuk melindungi korban secara cepat, sekaligus memproses kasus asusila yang diduga dilakukan Herry Wirawan kepada sejumlah anak di Bandung, dinilai sangat tepat.

Ia mengatakan masyarakat jangan sampai salah mengerti saat kasus ini baru dipublikasikan Desember, padahal sudah diketahui sejak Mei. Sebab, katanya, tidak dipublikasikan bukan berarti tidak diproses hukum. Hal ini pun bertujuan melindungi para korban, terutama psikologisnya.

Tidak sekedar melindungi korban, katanya, keputusan untuk memproses kasus tanpa publikasi terlebih dulu pun untuk menjaga keberlangsungan persidangan.

Sebab, katanya, dalam kasus asusila, para korban harus menjadi saksi dalam persidangan.

"Ada etika dalam hukum acara kejahatan kesusilaan. Satu di antaranya memang tidak diekspos. Bahkan untuk beberapa kasus, pelakunya pun tidak diekspos. Karena pada saat ia dihadapkan di pengadilan, saksi itu juga kan harus datang. Untuk menjadi saksi dalam kasus ini kan tidak mudah karena harus melihat pelakunya," kata Asep saat dihubungi, Selasa (14/12/2021).

Kelancaran persidangan, katanya, ditentukan oleh saksi yang mau menyatakan kejadian yang sebenarnya dengan jelas. Maka saat bersaksi pun, jangan sampai kondisi psikologis korban terganggu.

Bahkan korban harus didampingi psikolog, didampingi ahli kesehatan, dan didampingi orang terdekat korban.

Apalagi dalam kasus ini, katanya, para korbannya adalah anak-anak. Semua pihak harus memulihkan psikologis para korban supaya siap menjadi saksi di pengadilan.

Baca juga: Putrinya Jadi Korban Rudapaksa Herry Wirawan, Orangtua Korban Asal Tasik Belum bisa Terima Kenyataan

Dengan adanya kasus ini terekspos kepada publik, bahkan dicongkel berbagai informasinya mengenai korban, katanya, akan mempengaruhi kondisi para korban yang akan menjadi saksi tersebut.

"Makanya kami mengerti kalau diam-diam dulu, supaya proses-proses yang dijalankan oleh hakim dan pengadilan berjalan lancar dan saksinya mau bicara tanpa gangguan. Kalau sudah diputus, silakan," katanya.

Ia mengatakan, berdasarkan penelusurannya, para korban Herry Wirawan kembali mengalami trauma setelah kasus ini terekspos ke publik. Mereka, katanya, membaca berbagai berita di media, termasuk pembicaraan di media sosial.

"Kalau prespektif kesusilaan, melihat korban, maka kewajiban negara, kewajiban pemerintah, kewajiban penegak hukum, adalah melindungi korban. Itu harus dijalankan. Makanya pihak pemerintah dan penegak hukum itu memastikan bahwa korban mendapat perlindungan dan hak-haknya," ujar Asep.

Ia mengatakan korban harus merasa aman dan nyaman. Oleh karena itu, harus dipastikan korban dilindungi dari publisitas, dari pengungkapan ke publik, dan wajib dilindungi. Hal ini dilakukan sambil para korban dilindungi dan dipulihkan mental psikologis serta traumanya.

"Jadi bukan tidak mau diekspos, tapi problemanya adalah ketika ini terekspos keluar bahkan disebutkan siapa korbannya, itu akan menjadi pelanggaran terhadap hak-hak korban," katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved