Polda Metro Jaya Ekspose Kasus 10 Santri Dicabuli Guru Ngaji, Kejadian Lagi di Jabar
Setelah kasus Herry Wirawan, kasus rudapaksa di Jabar kembali terjadi di Kota Depok melibatkan guru ngaji berinisial Mms (52) pada 10 santri.
Endra mengatakan, saat ini pihaknya tengah memberikan pendampingan melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) kepada para korbannya.
“Iya tentunya tadi sudah disampaikan dari Unit PPA Polres Metro Depok sudah memberikan pendampingan. Tentunya pasca kejadian ini juga kami lakukan Langkah-langkah terkait trauma healing. Iya korban trauma ya saat ini,” kata Endra.
Kasus Herry Wirawan
Kasus rudapaksa santriwati di Bandung oleh Herry Wirawan tidak diekspose Polda Jabar. Kasus itu tiba-tiba viral setelah dibongkar netizen di Twitter dan Facebook.
Sejumlah pejabat di Kota Bandung sudah tahu kasus itu sejak Mei 2021 atau saat Polda Jabar menangkap Herry Wirawan.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan istrinya, Atalia Praratya termasuk Polda Jabar dikritik karena dianggap merahasiakan kasus itu.
Keduanya beralasan tidak mengungkap kasus itu untuk kebaikan korban itu sendiri. Selain itu, dikhawatirkan mengungkit luka lama korban.
Bagi ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel, ada sisi positifnya kasus itu diungkap atau diumumkan. Salah satunya efek jera atau detterence effect.
"Tentu (harus diumumkan) agar muncul detterence effect secara tidak langsung," kata Reza saat dihubungi belum lama ini.
Selain itu, kasus rudapaksa itu juga harus diumumkan supaya membuat orang sadar dan memproteksi diri dari perbuatan kejahatan biadab tersebut.
"Dan agar orang-orang tidak meniru perbuatan bejat serupa," ucapnya.
Hanya saja, dia mensyaratkan jika kasus itu diungkap, penegak hukum hingga media jangan pernah mengungkap identitas korban.
"Aparat penegakan hukum harus ngeh tentang keharusan untuk menutup identitas anak yang berhadapan dengan hukum termasuk anak-korban. Itu ada di Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak," ujar Reza.
Saat kasus itu diumumkan ke publik dengan tujuan untuk efek jera bagi pelaku dan bagi siapapun agar tidak melakukan perbuatan biadab itu, tugas pemerintah untuk melindungi korban.
"Persidangan, yang berujung pada vonis bagi pelaku, saja tidak cukup. Ada kewajiban dan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya untuk memberikan perlindungan khusus bagi korban," kata dia.