Polda Metro Jaya Ekspose Kasus 10 Santri Dicabuli Guru Ngaji, Kejadian Lagi di Jabar

Setelah kasus Herry Wirawan, kasus rudapaksa di Jabar kembali terjadi di Kota Depok melibatkan guru ngaji berinisial Mms (52) pada 10 santri.

Editor: Mega Nugraha
TribunJakarta.com/Dwi Putra Kesuma
Kabis Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan (tengah), didampingi Kapolres Metro Depok, Kombes Imran Edwin Siregar (kiri), dan Kasat Reskrim Polres Metro Depok, AKBP Yogen Heroes Baruno (kanan), memimpin rilis kasus guru ngaji inisial MMS, tersangka pencabulan anak-anak, Selasa (14/12/2021). 

TRIBUNJABAR.ID- Setelah kasus Herry Wirawan, kasus rudapaksa di Jabar kembali terjadi di Kota Depok melibatkan guru ngaji berinisial Mms (52) pada 10 santri.

Jika di kasus Herry Wirawan Polda Jabar tidak ekspose kasus ini, beda halnya dengan kasus guru ngaji di Kota Depok yang justru di ekspose oleh Polda Metro Jaya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengatakan, pencabulan melibatkan guru ngaji ini terjadi sejak Oktober hingga Desember 2021.

Baca juga: Cerita Herry Wirawan si Guru Cabul Semula Pakai Motor, Tiba-tiba Punya Mobil dan Tempati Rumah Mewah

Korbannya bahkan mencapai 10 dan saat ini sudah melaporkan perbuaan bejat guru ngaji biadab tersebut.

“Ada beberapa korban yang melapor. Sampai hari ini sudah melapor 10 korban dengan rentan usia 10-15, tapi kebanyakan 10 tahun dan semuanya berjenis kelamin perempuan,” ujar Kombes Endra Zulpan, Selasa (14/12/2021).

Dalam konferensi pers tersebut, turut hadir Kapolres Metro Depok Kombes Imran Edwin Siregar dan Kasat Reskrim AKBP Yogen Heroes Baruno.

MMS si guru ngaji cabul itu dijerat Pasal 76 Juncto 82 Undang-undang tentang Perlindungan anak, dengan ancaman pidana penjara 15 tahun lamanya. Karena pelakunya guru, ancaman bisa ditambah 1/3.

"Dengan denda paling banyak Rp 5 miliar,” ucap dia.

Baca juga: Sisi Positif Kasus Rudapaksa Santriwati Diumumkan: Untuk Cegah Perbuatan Serupa dan Efek Jera

Modus Pelaku

Kombes Endra Zulpan menerangkan bahwa si guru ngaji ini buju rayu para santrinya agar mau dicabuli. Bahkan ada yang diintimidasi.

"Modus yang dilakukan tersangka kepada para korban ini melakukan bujuk rayu dan ada sedikit pemaksaan hingga intimidasi kepada para korban untuk menuruti kemauannya," ujar Zulpan.

Pelaku bukan hanya merayu dan mengintimidasi, melainkan juga memberikan uang Rp 10.000 seusai para korban dicabuli.

"Akhir aksi pencabulan, yang bersangkutan memberikan uang Rp 10.000 kepada para korban," kata Zulpan.

Terkait kondisi pelaku si guru ngaji, dia menerangkan bahwa pelaku punya kehidupan normal seperti punya anak dan istri.

“Untuk pelaku ya ini kalau kita melihat profilingnya dia sebenarnya berkehidupan normal, dia memiliki dan istri, dan anaknya sudah besar ada yang sudah 20 tahun. Dia juga tidak memiliki catatan kasus serupa,” jelas Endra saat memimpin ungkap kasusnya di Mapolrestro Depok, Selasa (14/122021).

Endra mengatakan, saat ini pihaknya tengah memberikan pendampingan melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) kepada para korbannya.

“Iya tentunya tadi sudah disampaikan dari Unit PPA Polres Metro Depok sudah memberikan pendampingan. Tentunya pasca kejadian ini juga kami lakukan Langkah-langkah terkait trauma healing. Iya korban trauma ya saat ini,” kata Endra.

Kasus Herry Wirawan

Kasus rudapaksa santriwati di Bandung oleh Herry Wirawan tidak diekspose Polda Jabar. Kasus itu tiba-tiba viral setelah dibongkar netizen di Twitter dan Facebook.

Sejumlah pejabat di Kota Bandung sudah tahu kasus itu sejak Mei 2021 atau saat Polda Jabar menangkap Herry Wirawan.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan istrinya, Atalia Praratya termasuk Polda Jabar dikritik karena dianggap merahasiakan kasus itu.

Keduanya beralasan tidak mengungkap kasus itu untuk kebaikan korban itu sendiri. Selain itu, dikhawatirkan mengungkit luka lama korban.

Bagi ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel, ada sisi positifnya kasus itu diungkap atau diumumkan. Salah satunya efek jera atau detterence effect.

"Tentu (harus diumumkan) agar muncul detterence effect secara tidak langsung," kata Reza saat dihubungi belum lama ini.

Selain itu, kasus rudapaksa itu juga harus diumumkan supaya membuat orang sadar dan memproteksi diri dari perbuatan kejahatan biadab tersebut.

"Dan agar orang-orang tidak meniru perbuatan bejat serupa," ucapnya.

Hanya saja, dia mensyaratkan jika kasus itu diungkap, penegak hukum hingga media jangan pernah mengungkap identitas korban.

"Aparat penegakan hukum harus ngeh tentang keharusan untuk menutup identitas anak yang berhadapan dengan hukum termasuk anak-korban. Itu ada di Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak," ujar Reza.

Saat kasus itu diumumkan ke publik dengan tujuan untuk efek jera bagi pelaku dan bagi siapapun agar tidak melakukan perbuatan biadab itu, tugas pemerintah untuk melindungi korban.

"Persidangan, yang berujung pada vonis bagi pelaku, saja tidak cukup. Ada kewajiban dan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya untuk memberikan perlindungan khusus bagi korban," kata dia.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Oknum Guru Ngaji di Depok Dilaporkan Cabuli 10 Santriwati, Korban Diperkirakan Masih Banyak,

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved