Santriwati Garut korban Herry Wirawan Tiap Hari Disuruh Bikin Proposal, Duitnya Dipakai ke Hotel

Belasan santriwati jadi korban kebiadaban Herry Wirawan pemilik Pesantren Manarul Huda Antapani.

Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: Mega Nugraha
Kolase (Istimewa dan Tribunjabar.id/Cipta Permana)
Terungkap nasib miris para santriwati di pesantren yang diasuh Herry Wirawan. Mereka ternyata kerap diminta jadi kuli bangunan. 

TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Belasan santriwati jadi korban kebiadaban Herry Wirawan pemilik Pesantren Manarul Huda Antapani Bandung.

Sejak 2016, santriwati itu diperkosa bahkan hingga saat ini sudah ada yang hamil. Korban mayoritas asal Kabupaten Garut.

Mereka menempuh perjalanan jauh dari Garut ke Bandung dengan tujuan belajar mengingat Pesantren Manarul Huda menggelar pesantren gratis.

Kuasa hukum korban, Yudi Kurnia, mengatakan, para santriwati itu tidak sepenuhnya belajar 100 persen. Para santriwati dijadikan mesin uang oleh pelaku.

Baca juga: Hancurnya Hati Ayah Santriwati di Garut, Minta Herry Wirawan Dituntut dan Divonis Hukuman Mati

Setiap harinya santriwati tersebut ditugaskan oleh pelaku untuk membuat banyak proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren tersebut.

"Belajarnya tidak full 100 persen, menurut keterangan korban, dia sebetulnya setiap harinya bukan belajar. Mereka itu setiap hari disuruh bikin proposal. Ada yang bagian ngetik, ada yang bagian beres-beres. proposal galang dana," ucap Yudi di Garut, Jumat (10/12/2021).

Hal yang lebih mengherankan baginya adalah di dalam pesantren tersebut tidak ada guru perempuan, hanya pelaku seorang yang bertanggung jawab mengurusi puluhan santriwati itu.

Saat kelakuan biadab pelaku terbongkar, diketahui ada 30 santriwati yang berada di pesantren tersebut.

"Dan laki laki itu tinggal di sana mengajar di sana sendirian tanpa ada pengawasan pihak lain dan ini yang membuat dia melakukan berulang-ulang," ungkapnya.

Yudi mengatakan saat ini pihaknya tengah berjuang agar pelaku dihukum kebiri. Hukuman kebiri bagi pelaku menurutnya masuk akal karena ada satu korban yang diketahui mengalami depresi berat.

Jadi Kuli Bangunan

Selain Disuruh buat proposal bantuan dana dari donatur untuk membiayai kegiatan mereka, para santriwati juga dijadikan kuli bangunan.

Baca juga: Hancur Hati Orangtua Korban Rudapaksa Guru Pesantren, Langsung Sakit, Sempat Ingin Habisi Pelaku

Agus Tatang, warga di sekitar Madani Boarding School Cibiru, yang juga masih dikelola Herry Wirawan, matangakan, selain belajar agama, para santriwati juga diminta untuk bekerja  mengerjakan proses pembangunan yang  dilakukan di pondok pesantren tersebut.

Dimana yang seharusnya pekerjaan kasar itu dilakukan oleh laki-laki, namun hal itu dilakukan oleh para santriwati.

"Kalau ada proses pembangunan di sana, santriwati yang disuruh kerja, ada yang ngecat, ada yang nembok, yang harusnya mah ladennya (buruh kasar) dikerjain sama laki-laki. Tapi di sana mah perempuan semua enggak ada laki-lakinya," ucapnya.

Ia mengaku tidak pernah melihat ada santriwati yang seperti tengah dalam kondisi berbadan dua, karena selain pakaian yang panjang dan longgar, namun Ia merasa hal itu tidak mungkin terjadi.

Terlebih, menurutnya Madani Boarding School merupakan pendidikan berbasis agama.

Selain itu, meskipun Herry Wirawan tergolong sosok yang jarang berkomunikasi dengan warga, namun dari sikap, warga menilai yang bersangkutan merupakan orang baik. Setiap datang ke pondok pesantren tersebut pun, Herry terkadang menggunakan motor atau mobil. 

Namun ternyata, dibalik tampang polosnya tersebut, justru warga merasa tertipu.  Kedok Herry Wirawan baru diketahui warga, khususnya dirinya yang menjabat sebagai pengurus RT, saat petugas kepolisian datang untuk melakukan penggerebekan.

Bahkan menurutnya, sebelum dilakukan hal tersebut, petugas kepolisian sempat datang ke rumahnya dan berkomunikasi dengannya. Ia pun menanyakan, ada peristiwa apa sehingga petugas kepolisian datang ke wilayahnya.

"Sebelum penggerebekan di sana, malahan sempat datang dulu ke rumah, ngobrol sama saya. Saya tanya ada kejadian apa, awalnya waktu itu engga diceritakan ada masalah apa. Tapi setelah tahu saya sekertaris RT, baru diceritakan bahwa ada masalah pelecehan anak katanya. Saya juga kaget dan engga percaya, jadi saya tanya lagi, yang bener pak, polisinya bilang iya, tersangkanya udah ditangkap ada di mobil (polisi). Jadi ditangkapnya mah bukan di sini, kan ada dua pesantrennya sama yang di Antapani," ucapnya.

Agus menjelaskan bahwa, usia para santriwati di dalam Pondok Pesantren Madani Boarding School itu sekitar di bawah 16 tahun. 

Atas adanya peristiwa tersebut, sebagai pengurus RT pun geram dan merasa kecolongan. Dugaannya selama ini, bahwa pondok pesantren tersebut digunakan untuk tempat belajar agama, ternyata justru menjadi tempat tindak asusila. 

"Ya kesel aja merasa kecolongan dari adanya kejadian ini, engga ada satu warga pun yang menduga bakal ada seperti ini. Yang seharusnya pesantren itu tempat belajar agama, malah begini. Jadi kasihan lah ke santriwatinya, hancur lah masa depannya. Kalau tahu dari dulu mungkin bisa kita dicegah. Jadi marah lah warga disini juga ke dia (pelaku)," katanya.

Pesantren Gratis

Herry Wirawan yang menggelar pesantren gratis itu didukung fakta di situs Pondok Pesantren Manarul Huda, ponpesputri-manarulhuda.blogspot.com.

Di situs itu, tertulis Pondok Pesantren Gratis Manarul Huda Antapani (Madani). Situs itu dibuat sekira 2016 kemudian menampilkan santriwati penghuni pesantren tersebut.

Situs itu juga menampilkan susunan pengurus yayasan dimulai dari Novi Alviani selaku Bendahara, Herry Wirawan selaku Ketua Umum, Dede Irawan selaku Ketua, Saepudin selaku Sekretaris.

Sejumlah orangtua santriwati korban pemerkosaan yang berlatar belakang keluarga tidak mampu, mengakui bahwa mereka tidak ada kewajiban membayar untuk biaya anaknya di Pesantren Manarul Huda.

"Sekolahnya gratis itu, kami pilih pesantren tersebut karena ekonomi kami menengah ke bawah," kata salah satu keluarga korban, An di Garut.

Menurutnya keluarga memilih pesantren tersebut lantaran menawarkan pendidikan gratis.

Tawaran pendidikan gratis tersebut tanpa pikir panjang dipilih lantaran keluarga korban tidak cukup mampu untuk menyekolahkan anaknya.

"Sekolahnya gratis itu, kami pilih pesantren tersebut karena ekonomi kami menengah ke bawah," ungkap AN.

AN menegaskan pemerintah untuk segera memberikan perhatian khusus pada kasus tersebut karena menurutnya kasus itu adalah kasus yang besar sehingga butuh perhatian agar proses hukum bisa dikawal.

"Saya ya, waah dari dulu sana-sini, kontak ini kontak itu buat ngasih tau ke semua orang bahwa ini perlu perhatian khusus, perlu dikawal, dulu ga ada yang respon, eh sekarang baru viral," ungkapnya.

Dengan nada lantang AN mengatakan pemerintah jangan memberikan bantuan kepada yayasan-yayasan yang tidak jelas.

Menurutnya harus ada pengawasan penuh terhadap yayasan-yayasan yang mengratiskan biaya pendidikan.

"Itu birokrasi pemerintah juga, jangan asal salurkan anggaran lah, ini contohnya, gratis tapi ada yang gila di dalemnya," ucap AN.

Kejati Jabar Usut Dugaan Korupsi Dana BOS dan BOP

Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana mengakui temuan tim intelejen selaku pengumpul data dan keterangan di lapangan, ada dugaan Herry Wirawan melakukan penyalahgunaan dana yang berasal dari bantuan pemerintah.

"Untuk dimanfaatkan sebagai kepentingan pribadi, salah satunya menyewa apartemen, hotel, dan sebagainya. Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," ucapnya.

Asep juga meminta, agar semua pihak memantau terus perkembangan perkara tersebut, dan memberikan masukan informasi yang cukup, sehingga pada masa tuntutan, hasil persidangan dapat berlangsung objektif, transparan, dan memberikan keadilan bagi masyarakat.

"Disamping nanti pertimbangan putusan berasal dari keterangan saksi dan korban, tapi juga teman-teman intelejen akan terus melakukan pendalaman-pendalaman informasi," katanya.

"Karena seperti yang saya katakan bahwa ada penyalahgunaan yayasan, maka ada dugaan tindak pidana. Nanti apakah nanti yayasannya akan dibubarkan atau seperti apa, akan kita lihat nanti pada proses penuntutan," ujarnya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved