Kasus Herry Wirawan Guru Pesantren Bejat, Predator Anak Ada di sekitar dan Pelaku Bisa Siapa Pun
Anggota DPRD Kota Bandung dari Fraksi NasDem, Rendiana Awangga menyebut terungkapnya kasus Herry Wirawan mengingatkan bahwa predator anak ada
Penulis: Cipta Permana | Editor: Mega Nugraha
Laporan wartawan TribunJabar.id, Cipta Permana.
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Anggota DPRD Kota Bandung dari Fraksi NasDem, Rendiana Awangga menyebut terungkapnya kasus Herry Wirawan mengingatkan bahwa predator anak ada di sekitar kita.
Menurutnya, Indonesia darurat kejahatan dan kekerasan seksual itu nyata, dan bisa terjadi pada siapa saja, tanpa melihat latar belakang usia, pendidikan, kewenangan, dan juga ekonomi.
"Pelakunya pun juga bisa siapa saja, karena dapat dilakukan baik oleh orang terdekat maupun orang asing,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (9/12/2021).
Baca juga: Ikan Mas Raksasa dan Badan Sapi Terkubur Sisakan Kepala, Selamat dari Letusan Gunung Semeru
Rendiana Awangga menilai, upaya preventif dan penanganan secara sistematis yang mengacu pada regulasi harus serius di lakukan baik di tingkatan keluarga hingga pemerintah kewilayahan, agar peristiwa tidak terulang di kemudian hari.
“Kemajuan teknologi dan informasi saat ini dapat membuka mata masyarakat, bahwa bahaya predator kejahatan dan kekerasan seksual itu nyata dan dapat terjadi kapan saja dan pada siapa saja. Maka semua potensi dan kesempatan yang ada harus ditutup sekecil mungkin diberbagai aspek dan bidang,” ucapnya.
Ia menambahkan, bahwa kondisi korban rudapaksa saat ini perlu menjadi fokus utama perhatian pemerintah dan masyarakat. Karena peristiwa tersebut, dapat merusak masa depan dan memberikan trauma mendalam bagi para korban.
"Pemerintah wajib memberikan perlindungan terhadap masa depan mereka, dan juga melakukan rehabilitasi psikososial secara komprehensif kepada korban sebaik dan selama yang diperlukan. Kemudian masyarakat pun perlu untuk berperan aktif menciptakan lingkungan yang mendukung, sehingga dapat membantu mereka segera memulihkan diri agar lepas dari traumanya,” ujar anggota Komisi D DPRD Kota Bandung tersebut.
Baca juga: Saat Kapolres dan Kapolda Sowan ke Ormas Disentil Jokowi: Saya Tanya Kapolres, Kenapa Melakukan Ini?
Terkait dengan pelaku Herry Wirawan guru pesantren, Kang Awang meminta agar aparat penegak hukum memberikan sanksi seberat-beratnya sebagaimana Perppu 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Apalagi terdakwa yang berprofesi sebagai pendidik, akibat perbuatannya telah menimbulkan banyak korban.
Untuk itu, tersangka seharusnya dijatuhi hukuman minimal 25 tahun dengan kebiri kimia. Hukum seharusnya dapat memberikan efek jera, tidak hanya terhadap pelaku, tetapi juga bagi siapa pun yang memilki niat tidak baik , khususnya pelaku kejahatan asusila.
“Dalam hal ini, saya menilai Indonesia sudah masuk dalam fase darurat kekerasan seksual. pemerintah harus memperlihatkan ketegasan dan keberpihakannya terhadap penangan kekerasan seksual,” ucapnya.
Jadi Viral di Medsos Setelah Dirahasiakan Pejabat di Bandung
Seperti diberitakan, kasus Herry Wirawan perkosa 12 santriwati jadi viral setelah diunggah netizen. Padahal, kasus itu sudah diketahui sejumlah pejabat di Bandung sejak Mei namun tidak mengumumkannya ke publik sebagai langkah preventif.
Bunda Forum Anak Daerah (FAD) Jabar, Atalia Praratya, istri Ridwan Kamil ternyata sudah tahu sejak Mei kasus tersebut. Pihaknya turun langsung mendatangi keluarga dan korban untuk memberikan dukungan moral dan psikologis.
"Saya dengan P2TP2A sudah mengetahui kejadian ini sejak Mei lalu. Bahkan saya datang sendiri datang memberi semangat, ngobrol langsung dengan para korban. Saat itu, ada 20-an orang yang ada di rumah aman kami," tuturnya di Bandung, Kamis (9/12/2021).
Baca juga: Serupa dengan Kasus Guru Bejat di Bandung, di Cilacap, Guru Agama Lakukan Asusila ke 15 Murid SD
Istri Gubernur Jabar Ridwan Kamil tersebut mengatakan sejak kasus terungkap, Pemprov Jabar sudah memberikan pendampingan maksimal bagi para korban.
"Semua sudah mendapat penanganan dari tim kita dan pemda setempat. Mereka sedang trauma healing," kata Atalia.
Dengan adanya kasus tersebut, Atalia berharap para orangtua bisa lebih teliti dalam memilih sekolah dan memberikan edukasi tentang pelecehan dan kekerasan seksual.
"Bayangkan, orangtua menyekolahkan anaknya dengan harapan anaknya mendapat pendidikan yang baik. Orangtua harus jeli memilih sekolah juga, kalau pesantren tidak boleh ada lintas gender di ruang privat. Karena katanya pelaku punya akses sendiri ke kamar korban. Jadi harus dipantau," katanya.
Ia meminta pelaku kekerasan seksual terhadap belasan santri di Bandung ini mendapat hukuman berat. Sebab, tindakan tersebut sangat tidak manusiawi dan mencoreng lembaga pendidikan di Jawa Barat.
"Ini bejat sekali ya. Dia harus diberi hukuman berat agar jadi contoh bagi siapapun," kata Atalia Praratya.
Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum mengatakan Pemprov Jabar sudah menangani korban dalam kasus ini.
"Seluruh korban telah mendapatkan pendampingan dan penyembuhan trauma dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat," kata Uu Ruzhanul Ulum.
Pelaku, katanya, sudah ditangkap polisi dan terancam 20 tahun bui, juga tak menutup kemungkinan terdakwa dijatuhi hukuman kebiri, sedangkan pesantrennya pun sudah ditutup.
"Sedang ramai dibicarakan mengenai guru pesantren di Bandung, saya harap bagi para orangtua jangan menyamaratakan ya, masih banyak kiai, ulama serta pengurus lembaga pendidikan keagamaan yang bisa dijadikan guru dan panutan," katanya melalui siaran tertulis, Kamis (9/12).
Ia mengatakan kepada seluruh orangtua yang menyekolahkan anaknya di pesantren atau lembaga pendidikan berasrama lainnya, walaupun tidak bisa selalu bertemu, orangtua harus tetap memantau kondisi anak selama mondok di pesantren atau asrama.
"Semoga hal ini tidak terulang lagi dan menjadi fokus pondok pesantren yang lain untuk tetap melindungi para santrinya," katanya.
Wali Kota Bandung, Oded M. Danial mengaku, sejak kali pertama kasus ini terkuak pada akhir Mei 2021 lalu langsung memerintahkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) untuk mengawal kasus asusila ini.
"Waktu itu saya langsung tugaskan Bu Rita (Kepala DP3A) untuk mengawal penanganan. Saya minta agar psikologis korban dijaga dan dilindungi," ujar Oded M Danial, Kamis, ( 9/12/2021).
Oded menuturkan, psikologis para korban ini menjadi fokus. Bukan hanya akibat kejadian yang dialaminya, namun jangan sampai anak mengalami perundungan. Karena informasi yang bermunculan berpotensi memperbesar risiko trauma hingga depresi.
"Saya juga sudah ingatkan pendampingan ini harus ekstra. Apalagi ini remaja di usia sekolah yang masih memiliki masa depan yang harus dijaga. Saya sudah tekankan semua hak-haknya bisa terpenuhi," kata dia.
Oded juga berharap agar proses hukum yang sedang berjalan saat ini bisa menghasilkan keputusan seadil-adilnya.
Sebab perbuatan HW sudah sangat mencederai nilai sosial, agama, bahkan kemanusiaan.
"Seharusnya institusi pendidikan adalah lembaga untuk menempa karakter anak. Apalagi guru agama, seharusnya mampu untuk menguatkan moral muridnya bukan malah merusaknya," ujarnya.
Amarah Keluarga Korban
11 santriwati asal Garut jadi korban rudapaksa oleh Herry Wiryawan guru ngaji di pesantren di Kota Bandung. Peristiwa rudapaksa itu terjadi sejak 2016 dan baru terungkap 2021 setelah dibongkar netizen.
Dari belasan santriwati yang dirudapaksa, banyak diantaranya yang hamil. Bahkan sudah ada yang hamil dua kali.
Keluarga korban, AN (34) mengatakan bersyukur kasus rudakpaksa terhadap anaknya berhasil mencuat ke publik. Ia mengaku sudah sejak bulan Juni memperjuangkan hak keadilan bagi korban.
Bahkan dirinya beberapa bulan yang lalu sempat bertanya-tanya karena kasus tersebut sempat tidak ada kabar.
"Dulu saya sempat bertanya-tanya kenapa kasus ini tidak ada kejelasan tapi sekarang alhamdulillah sudah viral, biar semua ikut memantau, biar hukum ditegakan seadil-adilnya," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id, Kamis (9/12/2021).
Dari raut mukanya AN terlihat menyimpan sejuta amarah terhadap pelaku. Bagaimana tidak, guru ngaji yang selama ini ia percayai untuk mendidik adiknya itu ternyata menghancurkan masa depan adik tercintanya.
Ia menyesalkan kasus sebesar ini baru mencuat ke publik, padahal menurutnya sudah enam bulan kasus ini berjalan.
"Enam bulan saya berjuang, enam bulan itu lama, korban sudah menderita sangat panjang, kenapa baru sekarang pas mau vonisan baru rame, saya minta keadilan seadil-adilnya," ungkapnya.
AN juga menyoal tentang informasi proses hukum yang jarang ia dapati selama enam bulan terakhir ini.
"Saya warga Garut, tidak punya kenalan siapa-siapa di Bandung, mau nanya soal proses hukum juga ke siapa, saya tidak pernah tau perkembangan terkini," ucapnya.
Dibongkar Netizen
Kasus ini sendiri ternyata tidak diungkap polisi yang menangkap dan memeriksa kasus ini dan pula tidak diungkap jaksa.
Penelusuran Tribun, kasus ini diungkap oleh netizen dalam unggahannya Awalnya, kasus ini diungkap netizen Facebook di akun Mary Silvita.Pada 4 November, dia mengunggah postingan soal awal mula kasus itu terungkap.
"Berawal dari aduan orangtua korban ke anggota dewan PSI Kota Bandung bro Yoel Yosaphat bahwa putra putri mereka telah jadi korban pedofil hingga melahirkan," tulis Mary Silvata.
Sejak 4 November 2021, meski sudah diungggah di media sosial, nyatanya belum viral. Baru pada 7 Desember 2021, kasus itu kemudian viral di Twitter.
Penelusuran Tribun, akun @nongandah sempat jadi pertama mengungkap kasus tersebut lewat unggahanya pada 7 Desember 2021.
"Teman2, saya mau ngetwit yg serius.Ini cerita yg sedih bgt ttg kekerasan seksual di bandung yg dilakukan o/ pengasuh pesantren.kebetulan skrg saya msh di bandung. Saya menulis ini dg gemetar krn marah & sedih bgt. Sedih bgt krn membayangkan para korban,' cuitnya.
Kasus ini tidak diungkap polisi atau jaksa juga diakui oleh akun tersebut.
"Sebenarnya kasusnya tuh udh masuk pengadilan, sis @mary_silvita & @psikotabandun tadi siang baru mengikuti sidangnya. Tp kalo digoogling soal kasus ini ngga ada satupun beritanya keluar. Makanya yuk kita up kasus ini biar pelakunya dihukum seberat2nya @TsamaraDKI @GunRomli," katanya.
Setelah viral di Twitter, kasus ini memudian jadi heboh. Sejumlah media mulai mempertanyakan kasus tersebut salah satunya ke Kejati Jabar. Ternyata memang kasus itu sudah di tahap pengadilan karena sudah disidangkan.