Bersama Juara Si Lastik dari Ciamis, Mata Mereka Berbinar Saat Bicara Pengolahan Sampah Plastik
Bagi Nazwa (16) dan Lidiya (15), sampah plastik sudah seperti teman bermain. Kedua mata mereka selalu berbinar setiap kali menceritakannya.
Penulis: Andri M Dani | Editor: Arief Permadi
“Kalau enggak sempat didaur ulang, sampah-sampah plastik yang terkumpul, kadang suka dijual," ujar Nazwa sambil tertawa. "Lumayan juga, hasilnya untuk jajan, yang penting sampah-sampah plastik yang susah lapuk itu tidak berserakan dan tidak jadi tempat genangan air. Kalau ada wadah bekas air mineral yang berisi air di musim hujan, bisa menjadi sarang jentik-jentik nyamuk," lambahnya.
Hal senada diungkapkan Lidiya. Apalagi, tempat tinggalnya di Jalan Mr Iwa Kusumasumantri, Ciamis, ujar Lidiya, adalah juga toko kelontong yang setiap hari menghasilkan banyak sampah plastik.
"Banyak sekali, terutama sampah cangkang kopi sachet. Namanya juga toko kelontong, tiap hari ada yang minta diseduhkan kopi. Cangkang kopi itu dikumpulkan, lama-lama banyak juga, yang jaga warung kan Mamah,” ujar anak ketiga dari empat bersaudara, putri pasangan Lili Barli dan Wanti tersebut.
Siswi kelas X MIPA 2 ini mengaku tak pernah menghitung persis berapa ratus cangkang kopi yang sudah terkumpul dalam kantong kresek. "Banyak." ujarnya.
Untuk membuat tikar, ujar Lidia, satu persatu bungkus kopi sachet bekas itu dipotong bagian atas dan bawahnya. Kemudian dilipat empat kali dan disusun atau dianyam secara khusus sehingga sambung-menyambung, terkunci tanpa perlu dijahit.
“Ada teknik melipatnya sehingga terkunci, tidak bisa dilepas begitu saja,” katanya.
Perlu waktu dua minggu bagi Lidia untuk membuat tikar berukuran 1 x 1 meter persegi. Itu karena ia mengerjakannya di waktu luang sepulang sekolah. Tapi, jika konsentrasi khusus, ujar Lidiya, hanya butuh satu hari membuatnya.
“Tidak hanya bisa dibikin tikar. Dari cangkang kopi ini juga bisa dibikin sejadah atau tas. Tapi, untuk bikin tas memang lebih rumit,” ujar Lidiya.
Lidiya juga mengaku sangat gembira karyanya berhasil menjadi juara dalam kategori Si Gemoy.
"Tapi yang penting, ini merupakan salah satu upaya memanfaatkan cangkang kopi sachet yang hampir bisa ditemui di setiap rumah, setiap warung, kantin dan kantor-kantor. Cangkang kopi sachet ini sudah menjadi salah satu persoalan lingkungan bersama sampah plastik lainnya," ujarnya.
Egi Nuragaha SPd, guru biologi, yang juga Pembina Optik (Organisasi dan Informatika) SMAN 1 Ciamis, mengatakan sebenarnya ada 10 siswa/siswi SMAN 1 Ciamis yang mengikuti lomba yang diselenggarakan Pusaka Naraya Universitas Telkom tersebut.
“Alhamdulillah Nazwa dan Lidiya keluar sebagai sebagai pemenang," ujarnya.
Rida Ratu dari Pusaka Naraya mengatakan, ada 36 siswa yang mengikuti perlombaan Si Lasik ini. Mereka berasal dari sejumlah SMP dan SMA se-Jawa Barat.
Ada lima kategori, kata Rida, yang diperlombakan. Selain Si Terbaik dan Si Gemoy, ada juga kategori Si Penting Nyoba, Si Fungsional, dan Si Unik. "Kategori tersebut dibedakan sesuai dengan tingkat SMP dan SMA/SMK sederajat," ujarnya.
Rida mengatakan, puluhan siswa-siswi itu menampilkan dan mepresentasikan berbagai karyanya dalam bentuk video.
"Melalui kegiatan ini kami ingin meningkatkan kesadaran serta pemahaman terkait pengelolaan limbah sampah yang berkesinambungan di lingkungan siswa-siswi SMP dan SMA itu berada. Itu sebabnya, lomba ini juga mengusung tagline, 'Kelola Runtahna Meh Asri Desa'," kata Rida.(*)