UMK Kota Bandung Naik Rp 32 Ribu, Begini Kata Wali Kota Oded, Termasuk Terkait Ancaman Mogok

UMK Kota Bandung 2022 hanya naik sekitar 0,87 persen atau setara Rp 32.584,30, sehingga kini nominalnya Rp 3.774.860,78.

Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Giri
TRIBUNJABAR.ID/NAZMI ABDURRAHMAN
Para buruh menunggu Gubernur Jabar di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (30/11/2021) malam. UMK Kota Bandung mengalami kenaikan Rp 32.584,30. 

Pengusaha pun dilarang membayar upah lebih rendah dari UMK kecuali bagi pelaku usaha mikro dan kecil yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan.

Pengusaha yang telah membayar upah lebih tinggi dari ketentuan UMK dilarang mengurangi dan/atau menurunkan upah pekerjanya, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: BREAKING NEWS Garut Diguncang Gempa M 3,7 Pagi Ini, akibat Aktivitas Sesar Garsela

Menurut Sekretaris Daerah Pemprov Jabar Setiawan Wangsaatmadja, penetapan ini tidak terlepas dari beberapa dasar peraturan. Antara lain Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah RI nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan serta beberapa surat Menteri Ketenagakerjaan RI.

Keputusan ini kemudian tidak terlepas dari rekomendasi besaran penyesuaian nilai UMK  dari 27 bupati dan wali kota seluruh Jawa Barat, juga berita acara Dewan Pengupahan.

“Tentu saja bahwa hal ini menjadikan sebuah dasar, sehingga Keputusan Gubernur dikeluarkan,” ucap Setiawan melalui siaran tertulis yang diterima, Rabu (1/12).

Menurut Setiawan, Gubernur Jabar Ridwan Kamil turut bersimpati dan berempati terhadap hal ini karena rumus-rumus di dalam perhitungan dikeluarkannya UMK ini didasarkan kepada PP dan tidak diberikan ruang terhadap diskresi daerah untuk menetapkan lebih dari itu.

“Terkait dengan putusan MK, menyatakan bahwa pemerintah harus memperbaiki peraturan ini di dalam dua tahun. Namun demikian selama dua tahun ini seluruh peraturan yang terkait dengan UU Cipta Kerja dan seluruh turunannya masih tetap berlaku termasuk PP 36 yang mendasari terkait dengan perhitungan UMK ini,” tuturnya.

Setiawan menegaskan bahwa tugas gubernur hanya menetapkan terkait dengan UMK ini dan gubernur tidak dapat merevisi bahkan mengoreksi terkait dengan rekomendasi yang telah disampaikan oleh seluruh bupati/wali kota.

“Oleh karena itu, surat rekomendasi yang disampaikan oleh bupati/wali kota yang saat ini sudah seluruhnya sesuai dengan PP 36, kemudian gubernur menetapkan hal tersebut,” ujarnya.

Setiawan mengharapkan, untuk ke depannya pihaknya merekomendasikan kepada pemerintah pusat agar dapat melibatkan pemerintah daerah lebih jauh khususnya di dalam penghitungan UMK ini.

“Karena kita tahu kondisi ekonomi dan dinamika antara daerah satu dengan daerah lainnya sangat bervariasi. Oleh karena itu kami sangat berharap, bahwa pelibatan pemerintah daerah di masa yang akan datang bisa terlibat lebih jauh,” tuturnya. (*)

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved