Cerita Istri Sebelum Yana Hilang Misterius di Tempat Genosida Cadas Pangeran, Tangisnya Penuh Harap
Cadas Pangeran sempat jadi tempat genosida warga di masa lalu. Kini, pria bernama Yana hilang misterius di tempat genosida itu.
Penulis: Kiki Andriana | Editor: Mega Nugraha
TRIBUNJABAR.ID,SUMEDANG- Mata Kurniasih (46) berkaca-kaca dengan tatapan kosong dan penuh harap agar suaminya, Yana yang hilang misterius di Cadas Pangeran ditemukan.
Pandangannya seolah jauh menjangkau keberadaan suaminya, Yana yang hilang misterius di Cadas Pangeran.
Sambil ditemani keluarganya yang duduk berdekatan, Kurniasih terus merapalkan doa-doa untuk keselamatan Yana yang hilang sejak Selasa malam (16/11/2021).
Besama keluarga dan anaknya, Ahlam Haiti Qolbi (6), Kurniasih duduk tidak jauh dari tempat berkumpul tim SAR Gabungan.
Yana hilang misterius setelah dua buah pesan suara dikirimkannya kepada sang istri.
Baca juga: Yana Hilang Misterius di Jalan Cadas Pangeran, Sempat Kirim Pesan Suara ke Istri
Pesan rekaman suara yang pertama berisi informasi suara Yana segera pulang ke Sumedang bersama seseorang yang ikut menumpang.
Dan rekaman kedua berisi informasi bahwa yang menumpang itu adalah orang jahat.
Menurut Kurniasih, Yana ketika itu hendak pulang ke Sumedang setelah menyelesaikan urusan pekerjaan di Bandung.
Dia bekerja di sebuah kantor Notaris di Sumedang. Namun, hari itu, kantor memintanya mengurus sesuatu ke bank di Dago dan Asia Afrika.
"Sebelum berangkat saya tanya, mau kemana, Pak? Dia jawab mau ke bank urusan pekerjaan," kata Kurniasih.
Kurniasih mengatakan, tidak pernah ada masalah antara Yana dengan keluarga.
Pun demikian dengan lingkungan kerjanya, Yana tidak pernah berkeluh kesah tentang pekerjaan dan situasi lingkungan kerjanya.
"Enggak ada masalah apapun," kata Kurniasih yang suaranya gemetar seperti memamah suara tangis.
Baca juga: Cari Yana Hilang Misterius, Kapolres Sumedang : Sinyal Ponsel Korban Masih di Cadas Pangeran
Kini, dia hanya bisa berpasrah dan berdoa agar Yana segera ditemukan dalam keadaan selamat.
"Pokoknya diketemukan sampai selamat," katanya.
Tim SAR Gabungan terus melakukan pencarian, selain menerjunkan banyak personel, pencarian juga dilakukan dengan melibatkan anjing pelacak K9 milik Polda Jabar.
Anjing Pelacak ke Dasar Jurang Cadas Pangeran
Petugas BPBD Sumedang ubek Jalan Cadas Pangeran hingga ke dasar jurang untuk mencari Yana yang hilang misterius sejak Selasa (16/11/2021). Disusul kemudian oleh anjing pelacak yang juga mengendus Yana hingga ke dasar jurang.
Pantauan TribunJabar.id di lokasi, anjing pelacak itu menyusuri sekitar jalan termasuk di lokasi awal ditemukannya sepeda motor Yana. Kemudian, anjing pelacak menyusuri jalan dan dasar jurang Cadas Pangeran.
"Dua ekor anjing pelacak yang kita libatkan untuk mencari keberadaan Yana," kata Kanit Pol Satwa Ditsamapta Polda Jabar, Iptu Yoga Prama kepada TribunJabar.id di Kawasan Cadas Pangeran.
Yoga mengatakan, dua anjing pelacak tersebut akan dilibatkan selama kebutuhan pencarian korban. Kemudian, kata dia, pelacakan hanya bisa berlangsung efektif tergantung cuaca.
"Setiap satu ekor anjing pelacak efektifnya melacak satu setengah jam, anjingnya bergantian. Mudah-mudahan hari ini korban berhasil ditemukan," tuturnya.
Kawasan Cadas Pangeran sendiri diapit jurang setinggi lebih dari 10 meter. Selain itu, jurang itu tertutup rimbunnya pepohonan.
Keluarga Khawatir Yana Dilempar ke Jurang
Sebelum dikabarkan hilang, Yana sempat mengabari istrinya lewat pesan suara bahwa dia sedang salat dan kebetulan ada warga lain yang menumpang. Begini bunyi pesan pertama rekaman suara:
"Ayah solat dulu di Simpang, solat isya. Kebetulan ada orang Sumedang juga, nebeng ikut sama Ayah,"
Namun, tak berselang lama. Ada lagi, pesan rekaman suara melalui WhatsApp yang sama.
Baca juga: Anjing Pelacak Endus Yana yang Hilang Misterius hingga ke Dasar Jurang Cadas Pangeran yang Angker
Pesan dari Yana yang kedua ini berisi suara Yana yang sedang menangis. Dia menangis seperti sedang kesakitan, dan menyesalkan perbuatannya kepada Tuhan.
Yana menangis dan berbicara di dalam bahasa Sunda. Suara dalam rekaman sedikit tidak bisa ditranskripsi karena kurang jelas artikulasinya.
"Gusti, saya kira bukan orang jahat," katanya, terpatah-patah dan seperti meringis kesakitan.
Keluarga khawatir Yana dijerumuskan ke jurang di Cadas Pangeran.
"Sekarang posisi HP-nya sudah mati," kata Yudi, keluarga lelaki hilang misterius.
Yudi mengatakan, sejak malam pada hari kejadian, dia sudah mondar-mandir di sekitar Cadas Pangeran dengan melajukan pelan sepeda motornya, berharap ada tanda-tanda keberadan Yana.
"Saya lihat motornya ada dalam posisi miring di dekat tempat parkir truk. Saya buru-buru kontak keluarga yang lain yang sudah ada di Cadas Pangeran sejak tadi subuh pula," kata Yudi.
Tempat Genosida
Patung bersejarah berdiri di Jalan Cadas Pangeran. Patung dua orang bersalaman itu adalah patung Bupati Sumedang Koesoemadinata IX atau Pangeran Kornel dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels.
Baca juga: Pesan Suara Yana Hilang Misterius di Cadas Pangeran Beredar, yang Terakhir Menangis Menahan Sakit
Patung itu merekam peristiwa yang berkesan mendalam bagi rakyat Sumedang ketika Daendels pembangunan Jalan Raya Pos atau De Grote Postweg pada 1808.
Hingga kini, peristiwa itu dikenang sebagai sebuah keberanian dan kepedulian bupati kepada rakyatnya yang dipaksa membelah bukit dengan peralatan sangat sederhana.
Lantas, seberapa pedih penderitaan rakyat sampai Bupati berani pasang badan menantang Daendels, bahkan menyambut jabatan tangannya dengan tangan kiri sementara tangan kanan Pangeran Kornel bersiap mencabut keris Nagasasra yang terselip di pinggang?
Pembangunan Jalan Raya Pos di Cadas Pangeran ini adalah yang paling banyak menelan korban. Dalam laporan Inggris beberapa saat setelah pembangunan jalan selesai, seperti dikutip Pramoedya Ananta Toer, telah tewas dalam 1.000 kilometer sejak Anyer hingga Panarukan sebanyak 12.000 orang rakyat.
Khusus di Cadas Pangeran, Pramoedya Ananta Toer di dalam "Jalan Raya Pos, Jalan Daendels" (2010), menulis:
"Dalam pembikinan jalan inilah untuk pertama kali ada angka jumlah korban yang jatuh 5.000 orang. Bahwa angka yang diberikan begitu bulatnya telah menunjukkan tidak rincinya laporan."
Jumlah 5.000 jiwa dalam bagian kecil dari pembangunan jalan sepanjang 1.000 kilometer, tentu adalah jumlah kurban yang besar. Pram menyebut peristiwa berdarah ini sebagai genosida tidak langsung.
"Besarnya jumlah pribumi yang tewas tak membuat Daendels berhenti di tengah jalan. Dengan demikian kurban-kurban yang lebih banyak lagi berjatuhan sebenarnya sama saja dengan genosida, pembunuhan besar-besaran," tulis Pramoedya lagi.
Dari mana semua ini bermula?
Belanda mengalami kekalahan telak di dalam Perang Jawa 1825-1830 melawan Pribumi yang dipimpin Pangeran Diponegoro.
Kalah perang berarti pula kemampuan finansial Belanda di Hindia ambruk. Belanda di bawah Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch memerintahkan cultuurstelsel atau tanam paksa. Rakyat dipaksa menanam kopi yang hasilnya dipakai untuk memperkuat para penjajahnya dan penjajahan itu sendiri.
Rakyat banyak yang mati karena kelaparan dan kerja tak kenal lelah.
Mereka sendiri tak sempat mengolah sawah dan ladang sendiri. Kelaparan juga menewaskan anggota keluarga mereka.
"Sampai-sampai orang tak sempat menguburkan para kurban," tulis Pramoedya.
Untuk memperkokoh penghisapan terhadap rakyat Hindia Belanda, Raja Belanda Louis Bonaparte mengirim Daendels yang tiba di Pelabuhan Anyer pada awal tahun 1808.
Dalam sebuah perjalanan dari Batavia ke Semarang yang ditempuh dalam sepuluh hari, Daendels berpikiran untuk melakukan peninggian dan pelebaran jalan.
Namun, dengan modal sedikit, tak mungkin rencana itu sukses kecuali jika pembangunan dibebankan kepada para bupati di daerah yang terlintasi jalan ini. Dibuatlah jalan dengan partisi sebagai berikut:
Anyer-Batavia, Batavia-Buitenzorg, Buitenzorg-Karangsembung (dengan detail: Cisarua-Cianjur, Cianjur-Rajamandala, Rajamandala-Bandung, Bandung-Parakanmuncang, Parakanmuncang-Sumedang, Sumedang-Karangsembung), Karangsembung-Semarang hingga ke Rembang dan berakhir di Panarukan.
Khusus pembangunan Jalan Cianjur hingga Sumedang, ada jatah beras untuk pekerja, yakni sebanyak 1,25 pon beras per hari dan 5 pon garam per bulan.
Kerasnya medan kerja, kerasnya perlakuan penjajah, membuat banyak rakyat berguguran.
Belum ditemukan data pasti apakah para pekerja yang tewas itu dimakamkan di sepanjang Jalan di atas tebing Cadas Pangeran.
Namun, jika merunut penjelasan Pramoedya tentang orang-orang yang tak sempat menguburkan orang meninggal, boleh dibayangkan di sepanjang Jalan Cadas Pangeran, pernah bergelimpangan mayat.
Kini, Jalan Cadas Pangeran sudah semakin ramai. Warung-warung berjejer di sekitar patung Pangeran Kornel dan Daendels. Di jalan asli yang menanjak melintas ke Pamucatan, ada juga warung-warung penjaja penganan ubi Cilembu.
Pengendara dapat berhenti di sembarang warung. Menikmati ubi hangat baru keluar dari oven, sambil menikmati sejuk udara di sekitar kuburan tanpa nisan terpadat dan terpanjang di Sumedang, bahkan mungkin di Pulau Jawa.
Endang Sonali (66), warga Cadas Pangeran mengenal kisah kekejaman Daendels dalam pembangunan Jalan Raya Pos di silam masa.
Dia mendapatkan kisah-kisah itu secara lisan dari Uyut Halsani, leluhurnya.
Buyutnya itu adalah anak dari Uyut Aca, seseorang yang diakui Endang punya hubungan dengan Pangeran Kornel.
"Uyut Aca itu adalah tangan kanan Pangeran Kornel, dulu istilahnya gulang-gulang. Dia saksi mata peristiwa yang kejam itu," kata Endang saat ditemui TribunJabar.id, di Kawasan Cadas Pangeran, Senin (4/10/2021) petang.
Menurut kisah yang diterima Endang, betul bahwa korban-korban kerjapaksa di dalam proyek itu banyak yang tidak terkubur.
Namun, kata dia, ada juga yang sempat dikuburkan.
"Sampai sekarang yang diketahui saja ada banyak makam di sepanjang jalan asli yang ke atas. Mungkin banyak kuburan tak terawat dan tak diketahui asal-usulnya," kata Endang seraya mengatakan Cadas Pangeran bisa dikatakan angker.
Bukan hal yang baru lagi jika di daerah tersebut Endang menemukan hal-hal di luar nalar.
Misalnya, mendengar suara kereta kencana, kedatangan harimau, melihat sosok bukan manusia, suara gamelan, dan lain sebagainya.
Pengalaman bersentuhan dengan hal gaib, dirasakan juga oleh Ai Komalasari (40), pedagang di kawasan Cadas Pangeran.
"Pernah suatau malam terdengar ada suara kereta kencana. Bahkan sekitar empat tahun yang lalu, penumpang seisi angkutan umum kesurupan," katanya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/kurniasih-istri-yana.jpg)