Headline Tribun Jabar
Headline Tribun Jabar, Buruh Ancam Aksi Lebih Besar, UMK Tahun Depan Hampir Pasti Tak Akan Naik
Headline Tribun Jabar, hari ini, menyajikan ancaman buruh berasi lebih besar. Dalam ulasan headline Tribun Jabar, disebutkan UMK tahun depan hampir pa
Headline Tribun Jabar, hari ini, menyajikan ancaman buruh berasi lebih besar.
Dalam ulasan headline Tribun Jabar, disebutkan UMK tahun depan hampir pasti tak akan naik.
Ikuti hedaline Tribun Jabar selengkapnya di bawah ini.

TRIBUNJABAR.ID - Para buruh mengancam akan kembali berunjuk rasa menyusul keputusan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang tetap akan menggunakan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan untuk menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2022.
Putusan pemerintah membuat UMK tahun depan hampir bisa dipastikan sama dengan UMK tahun ini. Besaran UMK yang stagnan bahkan berpotensi terjadi, dua hingga tiga tahun berikutnya.
"Kalau pemerintah tetap bersikeras pada acuan PP Nomor 36/2021, seperti apa yang disampaikan oleh Sekjen Kemenaker, tentu massal aksi akan lebih besar meskipun dilakukan di tengah kondisi pandemi Covid-19. Mayoritas buruh saat ini telah divaksin," ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit SPSI, Roy Jinto, kepada Tribun saat dihungungi melalui telepon.
Roy mengatakan, penolakan terhadap penerapan aturan kebijakan tersebut juga sudah mereka layangkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah di tingkat provinsi se-Indonesia. Bahkan, sejak beberapa hari lalu, kata Roy, beberapa serikat pekerja di sejumlah daerah telah melakukan aksi pemanasan dan menggelar audiensi dengan pemerintah daerahnya.
"Karena UMP akan ditetapkan tanggal 21 November dan UMK tanggal 30 November 2021 berdasarkan PP Nomor 36/2021 tersebut, maka sudah dipastikan sebelum tanggal-tanggal itu (penetapan) kami akan menggelar aksi besar-besaran oleh buruh dalam menyambut penetapan upah," ucapnya.
Masih Menunggu
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) RI, Adi Mahfudz Wuhadji, mengatakan perhitungan kenaikan upah minimum tahun 2022 masih menunggu data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Adi mengatakan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sudah menggelar dialog bersama Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dan Badan Pekerja Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (BP LKS Tripnas) pada 21 Oktober sampai dengan 22 Oktober 2021 untuk membahas terkait upah minimum tahun depan ini.
Melalui dialog tersebut diperoleh sejumlah kesepakatan. Selain penyamaan persepsi tentang implementasi upah minimum di 2022 juga disepakati bahwa para stakeholder akan menunggu kelengkapan data dari BPS untuk menetapkan upah minimum di 2022.
Depena, menurut Adi, meminta Kemenaker bisa menetapkan acuan normatif yang dimaksud sebelum tanggal 10 November 2021. "Dengan begitu nanti tentu kalau berbicara penetapannya tergantung data hasil BPS. Jadi kami tidak bisa mengintisarikan dan berasumsi sebelum menerima data dari BPS yang dimaksud," ujar Adi, seperti dikutip kontan,id, Selasa (26/10).
Dalam PP 36 nomor 2021 tentang Pengupahan disebutkan, upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan yang dimaksud meliputi variabel paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja dan median upah.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit SPSI, Roy Jinto, mengatakan pemerintah seharusnya tetap mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2015 untuk menetapkan UMK 2022. PP Nomor 36 Tahun 2021 seharusnya diabaikan karena aturan itu mengacu UU Cipta Kerja, sementara UU Hak Cipta masih dalam proses gugatan secara formil maupun materil di Mahkamah Konstitusi.
"Kalau undang-undang induknya sedang diuji secara hukum, dan misalkan MK ternyata memutuskan untuk membatalkan aturan tersebut, tapi Pemerintah daerah bersikukuh menetapkan UMK berdasarkan acuan UU yang sudah dibatalkan, masa iya mau tetap dipaksakan dengan mengacu pada aturan tanpa landasan hukum?" ujar Jinto.