Anggrek Tebu, Harganya Selangit, Bunganya hanya Mekar Tiap Sepuluh Tahun Sekali
Corak bunga anggrek ini juga dipengaruhi di mana ia tumbuh, harganya selangit: paling murah Rp 7 juta per pohon
Penulis: Kiki Andriana | Editor: Seli Andina Miranti
TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - ANGGREK selalu diincar oleh pehobi tanaman hias. Bunganya yang cantik dengan warna mencolok lagi tegas menjadi alasan banyak orang mencintai anggrek.
Beberapa jenisnya bahkan memiliki harga selangit.
Selain bentuknya yang cantik dan unik, bunga anggrek pun memiliki wangi yang lembut dan khas. Namun, yang paling menggoda adalah sensasi penantian mekarnya bunga dengan sempurna.
Baca juga: Budi Daya Anggrek Tebu yang Harganya Fantastis di SMK PPN Tanjungsari, Lewat Kultur Jaringan
Bisa mengikuti prosesnya dari kuncup hingga mereka sempurna, sungguh sesuatu yang tak terkatakan.
Dari 26 ribuan spesies anggrek yang ada di dunia, tak kurang dari enam ribuan berada di Indonesia. Ini membuat Indonesia menjadi negara yang menyimpan kekayaan plasma nutfah anggrek paling besar di dunia. Indonesia juga diperkirakan memiliki 4.000-5.000-an jenis anggrek.
Orang-orang menyukai dan memburunya karena berbagai alasan. Ada yang karena keindahan bunganya. Ada juga yang karena wanginya atau karena bentuk pohonnya. Bahkan ada juga karena gengsi memiliki anggrek yang mahal.
Salah satu yang termahal adalah anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum).
Seperti namanya, tanaman anggrek ini mirip dengan tanaman tebu. Bahkan bisa hidup dengan ukuran sangat tinggi melebihi kenormalan anggrek pada umumnya.
Anggrek ini berbunga setiap sepuluh tahun sekali, jika melalui perbanyakan biji. Orang senang memelihara anggrek ini karena tanamannya yang berwarna hijau segar serta penantian bunganya yang lama.
Tanaman ini bisa mencapai tinggi tiga meter, dan daunnya lebih mirip daun pohon kelapa.
Baca juga: Hobi Tanaman Hias Bikin Untung Besar, Badai Pernah Beli Tanaman Rp 800 Ribu Dijual Seharga Mobil
Jika mekar, bunga anggrek yang diketemukan di Kalimantan, Papua, dan sejumlah daerah lainnya, ini bercorak tutul seperti tutul pada kulit macan.
Uniknya, corak bunga anggrek ini juga dipengaruhi di mana ia tumbuh. Itu sebabnya harganya selangit: paling murah Rp 7 juta per pohon, untuk tanaman yang sudah siap berbunga.
Kultur Jaringan
Di Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Pembangunan Negara (SMK PPN) Tanjungsari, Sumedang, anggrek tebu dibudidayakan dengan cara kultur jaringan tanaman.
Suhara, Guru Agribisnis Pembibitan dan Kultur Jaringan Tanaman SMK PPN Tanjungsari, mengatakan pembudidayaan anggrek melalui cara tersebut sangatlah efektif.
Anggrek tebu, menurutnya, jenis anggrek yang langka. Itu sebabnya, saat pertama kali memulai pembudidayaan, yang ia punya hanya setangkai, yang ia beli Rp 250 ribu.
Kini, anggrek tebu itu sudah menumbuhkan dua tunas baru dan sudah berdaun lebat. Dari tanaman itulah Suhara bisa melakukan upaya perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan.
"Kultur jaringan hanya bisa dilakukan di labolatorium. Bahan tanam diambil dari bagian tanaman yang sehat dan masih muda seperti tunas, batang, buah, bunga, atau biji," kata Suhara saat ditemui di Green House SMK PPN Tanjungsari, awal pekan lalu.
Baca juga: Tanaman Hias Seharga Rp 225 Juta Diincar Kolektor, Padahal Sri Baru Membeli Monstera Variegata Ini
Media khusus yang ia pakai, kata Suhara, adalah adonan agar-agar cair dengan pupuk tertentu yang disetrilkan. Media semai itu dimasukkan ke botol dan ditutup rapat.
Prinsip kultur jaringan, ujarnya, adalah totipotensi sel. Artinya, setiap satu sel tanaman berpotensi menjadi satu individu tanaman baru.
"Setiap subkultur atau pemindahan ke media tumbuh baru berlangsung dalam tiga bulan sekali. Sehingga, jika tanaman sudah sampai ke subkultur keempat yang berati siap tanam di luar botol, perlu waktu setahun sejak persemaian pertama," ujarnya.
Menurut Suhara, kultur jaringan sangat efektif dibandingkan menanam dengan cara menunggu runas baru. Perbandingannya, satu tunas hanya menumbuhkan satu tanaman baru, sementara satu sel dengan kultur jaringan bisa menghasilkan ratusan juta tanaman baru.
"Di sini kami juga mengembangkan anggrek jenis lain dengan cara yang sama. Ada dendrobium, phalaenopsis, phajus tankervilleae, Vanda tricolor, ascocentrum miniatum, dan tentu saja yang sedang dibicarakan ini, Grammatophyllum speciosum," katanya.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMK PPN Tanjungsari, Tuti Sunaryati, mengatakan metode kultur jaringan ini juga bisa juga dipakai untuk menyelamatkan tanaman-tanaman langka lainnya, terutama yang memiliki daya manfaat tinggi.
Baca juga: Pencurian Tanaman Hias Mulai Marak di Kawali, Pelaku Incar Janda Bolong dan Aglonema
"Kami programkan pelestarian tanaman langka melalui kultur jaringan ini. Termasuk pohon lame yang kaya manfaat dan sudah berusia ratusan tahun yang berdiri koloh di SMK PPN ini, kami kultur jaringankan," kata Tuti.
Khusus anggrek tebu, benih hasil kultur jaringan yang siap tanam dijual Rp 250ribu per botol. (*)