IESR: Pembangkit Energi Terbarukan Jauh Lebih Murah Dibandingkan PLTU Batubara
Institute for Essential Services Reform mengklaim pembangkit energi terbarukan jauh lebih murah dibandingkan PLTU Batubara.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: taufik ismail
“Pada akhirnya, yang menerima dan menikmati listrik adalah komunitas (masyarakat-red). sehingga kita memastikan bahwa pensiun PLTU batubara tidak berdampak buruk terhadap pekerja, lingkungan dan menyokong aspek sosial, termasuk inklusivitas,” kata Chitra.
Roy Torbert, principal dari Rocky Mountain Institute, menambahkan bahwa dana yang didapat dari proses refinancing bisa dimanfaatkan untuk investasi ke energi terbarukan dan membantu masyarakat yang terdampak, misalnya pekerja untuk bertransisi ke pekerjaan baru.
Meninggalkan PLTU batubara berarti membutuhkan inovasi teknologi energi terbarukan yang akan menggantikannya. Muhamad Reza, Ahli Teknik, Pengembangan Bisnis & Manajer Lini Bisnis Sistem Energi, Tractebel Engineering Indonesia mengemukakan bahwa saat variable renewable energy (VRE) masuk dalam sistem, bukan hanya beban yang fluktuatif namun dari sisi pembangkitan juga akan sedikit fluktuatif.
“Antisipasinya, kita harus mencari teknologi yang dapat mencukupi kebutuhan itu, dan perlu memastikan kelayakan teknis dan nilai ekonomisnya,” ujar Reza. Menurutnya, teknologi penyimpanan energi atau baterai akan sangat menolong permasalahan tersebut.
Menyoal kesiapan PLN, Djoko Prasetijo, Wakil Ketua Conseil International des Grands Réseaux Électriques (CIGRE) Indonesia menyatakan bahwa PLN tidak perlu merasa khawatir untuk mengatasi masuknya VRE.
“Sebetulnya teman-teman di PLN sudah biasa berhadapan dengan variabilitas contohnya permintaan dari pagi sampai malam juga beda. Kalau misalnya ada masuk sekian ribu MW (PLTS -red) di Jawa, grid (jaringan) kita mestinya cukup akomodatif untuk bisa meng-handle 3.000 - 4.000 MW sepanjang Solar PV (PLTS) itu tersebar secara geografis,” tuturnya.
Baca juga: Indonesia Susun Strategi dan Kebijakan Transisi Energi