Breaking News

Berikut Daerah Berpotensi Alami Tsunami Non Tektonik, BMKG Lakukan Ini Pada Sitem Peringatan Dini

BMKG melakukan penyempurnaan dan pengembangan lanjut Sistem Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami (InaTEWS).

Editor: Siti Fatimah
bmkg
Ilustrasi - Buoy Tsunami, Alat Pendeteksi Tsunami Indonesia yang Disebut Humas BNPB Tak Beroperasi Sejak 2012 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengatakan pihaknya bersama Kementerian/Lembaga terkait, tengah berupaya melakukan penyempurnaan dan pengembangan lanjut Sistem Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami (InaTEWS).

Hal ini menjadi krusial usai fenomena tsunami non tektonik yang terjadi beberapa kali di Indonesia akhir-akhir ini. Meskipun, berdasarkan pencatatan BMKG, lebih dari 90% tsunami diakibatkan oleh fenomena tektonik atau kegempaan.

Dikutip dari laman resmi BMKG, karenanya, sistem Peringatan Dini yang terbangun dan beroperasi saat ini masih terbatas untuk Peringatan Dini Tsunami Tektonik yang dibangkitkan oleh gempabumi saja.

Baca juga: BMKG Ingatkan Daerah Ini Siap dengan Skenario Terburuk Tsunami 28 Meter, Cuma 29 Menit Usai Gempa

"Tsunami di Pandeglang, Selat Sunda, Banten yang terjadi tahun 2018 lalu adalah salah satu contoh tsunami non tektonik. Yang terjadi akibat longsor lereng gunung ke laut, yang dipicu erupsi Gunung Api Anak Krakatau, bukan karena gempabumi. Terbaru, adalah saat terjadinya gempa bumi magnitudo 6,1 di Pulau Seram Maluku Tengah, 16 Juni lalu yang juga mengakibatkan longsor lereng pantai sehingga berdampak tsunami dengan kenaikan muka air laut sekitar 50 cm," jelasnya.

"Umumnya gempabumi dengan magnitudo 6.1 di laut dekat pantai belum mampu membangkitkan tsunami, namun ternyata mampu mengakibatkan longsor pantai ke laut pada lereng pantai dengan bathimetri curam, dan akhirnya memicu tsunami kecil," tambah Dwikorita saat menjadi pembicara dalam Seminar Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR RI secara virtual baru-baru ini.

Dwikorita mengatakan, penyempurnaan dan inovasi yang dilakukan BMKG dalam Sistem Peringatan Dini Tsunami menjadi sebuah keharusan mengingat beberapa wilayah di Indonesia juga memiliki potensi kejadian serupa.

Dwikorita menyebut sejumlah wilayah Indonesia yang berpotensi mengalami tsunami non tektonik antara lain adalah Selat Sunda, Kota Palu Sulawesi Tengah, Pulau Seram Maluku Tengah, juga beberapa titik di Wilayah Indonesia Tengah dan Timur, termasuk Pulau Lembata Nusa Tenggara Timur.

Baca juga: Daerah Ini Punya Potensi Tsunami Setinggi 28 Meter, BMKG Minta Warganya Rutin Berlatih Evakuasi

Di wilayah-wilayah tersebut banyak memiliki gunung api laut, palung laut atau patahan darat yang melampar sampai ke laut, sehingga berpotensi mengakibatkan Tsunami Non Tektonik atau Atypical, dengan waktu datang gelombang tsunaminya 2 sd 3 menit (Tsunami Cepat), mendahului berbunyinya sirine Peringatan Dini.

Sejarah mencatat, bencana alam tsunami non tektonik yang menelan korban jiwa sangat besar pernah terjadi sekitar 8 kali, yaitu Tsunami G. Gamkonora (1673), Tsunami G. Gamalama (1763), Tsunami G. Gamalama (1840), Tsunami Gunung Awu (1856), Tsunami Gunung Ruang (1871), Tsunami G. Krakatau (1883), Tsunami G. Rokatenda (1928), dan Tsunami Waiteba NTT akibat longsor tebing pantai (1979).

Dwikorita yang sejak tahun 2019 lalu, dipercaya sebagai Chair Intergovernmental Coordination Group Indian OceanTsunami Warning and Mitigation System (ICG IOTWMS), dan bertanggung jawab untuk memimpin Koordinasi Sistem Peringatan Dini dan Mitigasi Tsunami di 28 Negara di sepanjang Pantai Samudra Hindia itu mengatakan, jujur sampai saat ini belum ada negara yang memiliki sistem Peringatan Dini Tsunami non tektonik yang handal, cepat, tepat dan akurat.

Teknologi dan pemodelan tsunami yang ada kebanyakan berdasarkan perhitungan/analisis terhadap aktivitas tektonik atau kegempaan ( Earthquacke Centris).

Baca juga: Desa Pangandaran Berpotensi Tinggi Diterjang Tsunami, BMKG Usulkan Hal Ini ke UNESCO

Hal Ini juga masih menjadi tantangan global. Maka dari itu, BMKG bersama para ahli/pakar, serta akademisi kampus dan perguruan tinggi baik dari dalam dan luar negeri, terus berupaya berpacu dengan waktu untuk mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Non Tektonik, yang berbasis kajian ilmiah dan keilmuan.

"Kami rutin menggelar Focus Group Discussion bersama para ahli dan pakar gempa dan tsunami dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga kajian ilmiah seperti LIPI dan BPPT, juga dengan pakar dari United States Geological Survey (USGS), GFZ Jerman, GNS Science New Zealand ataupun dengan para pakar dari Perguruan Tinggi/Lembaga Riset di Jepang, Australia, India, Inggris dan Amerika. Semoga sistem peringatan dini tsunami non tektonik bisa segera tercipta," imbuhnya.

Kendala Efektivitas Sistem Peringatan Dini

Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan bahwa mitigasi ataupun sistem peringatan dini tidak akan berhasil efektif bila hanya dilakukan oleh satu lembaga saja, atau oleh beberapa lembaga yang terfragmentasi/ tidak terintegrasi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved