Kisah Arsitektur Art Deco Penanda Kemegahan Kota, Banyak Terlihat pada Bangunan Heritage di Bandung
Sebagian dari kita sudah familier dengan istilah arsitektur art deco yang banyak diterapkan di berbagai bidang, seperti eksterior, interior, mebel
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sebagian dari kita tentunya sudah familier dengan istilah arsitektur art deco.
Langgam arsitektur ini mulai muncul setelah Perang Dunia I dan berakhir sebelum Perang Dunia II.
Gaya arsitektur ini banyak diterapkan di berbagai macam bidang, seperti eksterior, interior, mebel, fashion, lukisan, poster, seni grafis, perfilman, hingga perhiasan.
Art deco mengalami puncak popularitas pada tahun 1920 hingga 1939.
Sejatinya, art deco adalah suatu gaya pada seni kontemporer presentatif yang lahir di Eropa seiring dengan perubahan dan perkembangan kebudayaan.
Dengan demikian, art deco lebih bersifat fleksibel dalam menemukan medianya seperti pada karya seni, furnitur, alat rumah tangga, maupun pada arsitektur.
Awal Art Deco masuk ke Indonesia
Gaya art deco masuk ke Indonesia pada zaman kolonial dan banyak unsur-unsurnya dipengaruhi oleh gaya arsitektur modern.
Hal ini terutama pada pemakaian sistem modular yang memudahkan produksi dan pemasangan material seperti untuk kusen, plafon, dan bahan-bahan finishing lainnya.
Menurut Harian Kompas, gaya tersebut mudah diterima karena banyak mengandung hiasan dan ukiran yang sebelumnya terdapat pada candi-candi dan rumah-rumah tradisional di Indonesia.
Bandung menjadi kota di Indonesia yang memiliki banyak bangunan bergaya art deco.
Arsitektur art deco di Parijs van Java ini mulai dikenal pada tahun 1920-an.
Namun, sentuhan pertama terjadi pada Tahun 1915, ketika Gubernur Jenderal JP de Graaf van Limburg Stirum ingin memindahkan ibu kota Hindia Belanda ke Bandung.
Pada saat itulah Belanda mendatangkan banyak arsitek andal untuk membangun dan menata Bandung.
Pusat pemerintahan yang ditandai dengan pendirian Gedung Sate pada tahun 1920, dituntaskan empat tahun kemudian.
Karakteristik art deco terdapat pada kaca patri, warna cat, ornamen bentuk hingga benda-benda-benda yang mewakali kebudayaan Indonesia.
Di Indonesia hanya terdapat dua jenis art deco, floral deco dan zigzag deco. Jenis ini yang paling banyak ada di Bandung.
Bangunan-bangunan dengan langgam art deco di Bandung dapat dilihat pada Gereja Katedral Santo Petrus, Gereja Bethel, Grand Hotel Preanger dan Vila Isola yang dirancang oleh CP Wolff Schoemaker dengan memanfaatkan dekorasi floral.
Kedua, art-deco streamline, yang ada pada Hotel Savoy Homann, Bank Pembangunan Daerah, Villa tiga Warna, Vila Dago Thee, yang dirancang oleh AF Albers.
Jika ingin melihat kemegahan bangunan khas art deco di Bandung, jelajahilah Jalan Asia Afrika.
Di jalan itu ada banyak berjejer bangunan berarsitektur art deco. Contohnya Gedung Merdeka.
Oleh karana itu, Bandung dijuluki sebagai kota dengan koleksi bangunan art-deco terbanyak di dunia.
Pada 2001, Bandung memang pernah dianugerahi predikat sebagai kota ke-9 dari 10 World Cities of art-deco.
Lalu sekitar tahun 2014, UNESCO menetapkan Bandung sebagai kota dengan bangunan art-deco terbanyak dan terlengkap di dunia.
Setahun kemudian, ibu kota Jawa Barat ini ditetapkan menjadi bagian dari kelompok UNESCO Creative City dalam bidang desain.
Untuk diketahui, UNESCO Creative City adalah program dari Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui UNESCO untuk memilih dan menjaring kota-kota yang mempunyai keunggulah di sektor kreatif dalam pembangunan kotanya. (Audrey Aulivia Wiranto)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Art Deco, Sentuhan Pertama, dan Kemegahan Jalan Asia Afrika",