Sejumlah Orangtua Siswa di Bandung Setuju Jika PTM Dilaksanakan, Ini Alasan Mereka
Sejumlah orangtua siswa sangat setuju ketika pemerintah membuka kembali pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas
Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Ravianto
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sejumlah orangtua siswa sangat setuju ketika pemerintah membuka kembali pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas meskipun kondisi pandemi Covid-19 masih belum selesai.
Hal itu diungkapkan oleh Jana Rahmat (40) yang memiliki dua orang anak yang masing-masing duduk di kelas SD dan SMP.
Menurutnya, dia sangat mendukung sekali pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dilaksanakan.
"Seribu persen mendukung dan sangat setuju untuk belajar tatap muka, karena anak-anak sudah jenuh belajar secara online, meskipun rasa khawatir pasti ada di tengah pandemi ini," ujarnya saat dihubungi, Selasa (24/8/2021).
Senada dengan Jana, Dian (39) mengaku sebagai orangtua sangat senang sekali jika PTM terbatas dilaksanakan, sebab anak-anak akan mendapatkan pengajaran langsung dari para guru di sekolah.
Selain itu, katanya, secara psikologis mereka akan mendapatkan sentuhan langsung dari guru-guru mereka, sehingga tercipta nuansa kelas belajar yang didapatkan anak-anak.
"Rasa khawatir pasti ada dan itu pasti dirasakan oleh semua orangtua. Tapi, kondisi pandemi ini kan sudah berlangsung dua tahun."
"Jadi, kami yakin pihak sekolah sudah mempersiapkan protokol kesehatan yang memadai untuk anak-anak tatap muka, meskipun tidak dilakukan setiap hari."
"Tapi, kami harap dalam sepekan ada satu atau dua hari dilakukan tatap muka agar mengurangi kejenuhan dalam belajar di rumah," katanya.
Orangtua lainnya, Dedeh (36) pun ikut mendukung adanya PTM terbatas meskipun tetap tak dipungkiri ada rasa khawatir karena situasi pandemi saat ini. Tetapi, Dedeh yakin terhadap pihak sekolah.
"Alhamdulillah di sekolah anak saya gurunya semua sudah divaksin dan anak-anak ke sekolah juga sesuai protokol kesehatan, karena mungkin di rumah anak-anak sudah mulai jenuh, meski gurunya telah menggunakan media belajar. Dan belajar daring berlangsung hampir dua tahun. Jadi, anak-anak sudah mulai jenuh dan bosan," katanya saat dihubungi.
Tak hanya itu, dia juga merasa kerepotan sama dengan orangtua lainnya yang memiliki lebih dari dua anak dan semuanya bersekolah.
"Meskipun hanya berapa jam anak di sekolah setidaknya sudah cukup mengobati rasa rindu mereka untuk sekolah dan bertemu langsung dengan ibu juga bapak guru serta teman-temannya sesuai protokol kesehatan," katanya.
Tak hanya itu, Dedeh juga menyoroti ketika belajar secara daring terkendala oleh sinyal dan kuota sehingga menjadi pertimbangan. Apalagi, jika ada orangtua yang terkena PPKM sehingga tak dapat mencari nafkah untuk membeli kuota belajar anaknya.
"Belum lagi kemampuan orangtua yang harus menjelaskan pelajaran yang materi anak SD sudah sangat tinggi.
Bagi orangtua yang sekolah tinggi enggak jadi masalah lalu bagaimana jika orangtua yang biasa saja ditambah bagaimana jika ada orangtua yang bekerja.
Masalah-masalah ini banyak sekali dan kompleks saat belajar jarak jauh," katanya. (*)