Menikmati Hijaunya Lembah di Koffie Tandjoeng Sumedang Sambil Menyeruput Kopi Spesial

Di tempat ini Anda bisa menikmati kopi spesial ditemani angin lembah yang sejuk.

Penulis: Kiki Andriana | Editor: taufik ismail

Nama Koffie Tandjoeng sendiri seseungguhnya baru dipakai pada tahun 2017. Sebelumnya, nama yang digunakan adalah Citra Manglayang, merujuk kepada lokasi perkebunan kopi yang berada di kawasan Manglayang Timur.

Nama berganti sesuai harapan yang semakin kuat, yakni menyematkan nama Tandjoeng (Tanjung), nama pohon berbunga wangi yang besar manfaat.

"Mula-mula saya membeli garapan setengah hektare di tahun 2012 pada lahan yang ditanami kopi di tahun 2009. Mulai saat itu, proses pengolahan dimulai, ditambah lagi suplai kopi dari kebun-kebun yang dikelola KWT Mekar Arum," kata Lilis yang mengelola Koffie Tandjoeng bersama suaminya, Dicko Rossanda (53).   

Perjalanan cukup melelahkan diilalui Lilis bersama kelompok wanita taninya yang telah ada sejak 1998 itu.

Yang cukup melelahkan itu terutama dalam proses pemanggangan yang masih manual, yakni sejak 2012 hingga 2017, roasting hanya menggunakan tembikar. 

Tetapi, kepayahan itu terbayar oleh penerimaan para pecinta kopi terhadap produknya. Terbukti dari order yang terus meningkat terhadap kopi bercita rasa sedap, menyegarkan, dan wangi itu. HIngga pada akhirnya, Lilis mesti maklun roasting ke Rancakalong. 

Pun, soal pasokan ceri kopi, karena lahan KWT Mekar Arum terbatas, akhirnya Lilis memutuskan untuk bekerja sama dengan penggarap di hamparan lahan Perhutani lainnya, seperti dengan para petani kopi di wilayah Ciharum, Jujuay, dan lain sebagainya. 

"Saya pertama memasarkan lewat jaringan pertemanan. Ketika itu, pertama kali panen, kami punya persediaan green bean 45 kilogram. Kemudian berkembang, hingga kini, panen ceri 30 ton bisa memberi kami persediaan green bean sebanyak 7 ton," kata Lilis.

Menurutnya, kini Koffie Tandjoeng sudah memiliki alat-alat pengolahan lengkap, termasuk mesin roasting sendiri.

Penjualan kopi sendiri lebih banyak untuk penikmat kopi perorangan di lokal Sumedang, Bandung, Bekasi, dan Jakarta. Namun, Koffie Tandjoen juga menyuplai untuk kedai-kedai di Jogja dan Karawang.

"Dulu, sebelum pandemi Covid-19, omzet kami mencapai Rp 20 juta atau Rp 25 juta per bulan. Ada pandemi, omzet kami anjlok. Tapi kini berangsur membaik, kami bisa dapat Rp 15 juta per bulan," kata Lilis. 

Dalam perjalanan 9 tahun ini, Koffie Tandjoeng telah memberi manfaat besar, setidaknya bagi sebanyak 34 orang anggota KWT Mekar Arum.

Kaum ibu mendapatkan pekerjaan yang dapat menambah penghasilan di sela-sela menunggu suami mereka pulang dari kebun. Kadang kala mereka mengerjakan proyek borongan mengolah kopi. Namun, jika mereka bekerja harian, upah mereka Rp 40 ribu plus sekali makan siang. 

Hal ini membuat Koffie Tandjoeng banyak dilirik oleh instansi pemerintah seperti Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang bidang Perkebunan, Dinas Perkebunan Jawa Barat, pun oleh pengelola Corporate Social Responsibility (CSR) Perbankan.

Di masa Covid-19 ini, penjualan kopi-kopi spesial di Kopi Tandjoeng memang sedikit terhambat.

Namun, pemilik tidak berhenti menyediakan lahan kerja bagi para wanita tani itu.

Baca juga: Warung Kopi Gunung di Lembang, Tempat Ngopi Asyik di Tengah Hutan Pinus

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved