LINK LIVE STREAMING Keputusan Penerapan PPKM Level 3 dan 4, Apakah Diperpanjang atau Dilonggarkan?
PPKM level 4 berakhir pada hari ini Minggu (25/7/2021). Apakah PPKM level 4 dilanjutkan atau dilonggarkan?
Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi | Editor: Seli Andina Miranti
Sementara itu, perkembangan kasus terkonfirmasi Covid-19 berdasarkan update GTPP ada 5.221 kasus, sedang menjalani isolasi 866 orang, 4.477 dinyatakan sembuh, dan 178 orang meninggal dunia.
Pendapat Ahli
Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai, rencana pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 belum tepat dilakukan.
Sebab, menurut dia, berdasarkan indikator epidemiologi, kasus Covid-19 di Indonesia sedang tinggi yang ditandai dengan banyaknya penemuan kasus.
"Oleh karena itu, memang kalau bicara dari sisi indikator sebetulnya belum pas (Pelonggaran PPKM), bahkan harusnya diperketat PPKM ini," kata Dicky kepada Kompas.com, Minggu (25/7/2021).
Berdasarkan data yang ada, kata Dicky, tes positivity rate di Indonesia rata-rata di atas 20 persen hampir di semua provinsi. Kemudian, pertumbuhan kasus dari semua provinsi tersebut juga rata-rata meningkat 50 persen.
"Ini juga memberikan pesan penting bahwa banyak kasus infeksi di masyarakat ini belum kita deteksi ya," ujar dia.
Baca juga: Hari Ini PPKM Level 4 Berakhir, Dilonggarkan atau Diperpanjang? Ini Data Covid-19 Sepekan Terakhir
Di sisi lain, Dicky mengakui bahwa realita PPKM di Indonesia memang tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap penurunan kasus Covid-19.
Sebab, menurut dia, pemerintah tidak maksimal melakukan aspek fundamental saat menerapkan kebijakan PPKM.
Misalnya, testing dan tracing untuk menemukan kasus infeksi yang masih lemah sehingga berbuntut pada karantina yang akhirnya tidak maksimal dan tidak efektif.
"Ini yang disebut jebakan lockdown, jebakan pembatasan itu, begitu, ketika dilakukan pembatasan atau PPKM ya kasus terus meningkat," kata dia.
Dicky pun berharap pemerintah lebih masif lagi meningkatkan tracing, testing dan treatment (3T) yang diperkuat dengan vaksinasi dan kunjungan ke rumah-rumah.
Akan tetapi, melihat kondisi pandemi di Indonesia, menurut dia, pembatasan mobilitas masyarakat tetap perlu dilakukan.

"Kalau kita tidak melakukan pembatasan yang kuat lagi, kemudian 3T kita juga lemah, visitasi lemah, vaksinasi lemah ini akan berbuah selain pada infeksi yang makin banyak nanti akan menjadi beban besar untuk fasilitas kesehatan," ucap Dicky.
"Dan kemudian juga kematian terutama, akan tinggi, bisa lebih dari 2.000 orang," ucap dia.